Mohon tunggu...
Anna Risnawati
Anna Risnawati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bukan penulis hanya suka corat-coret dan bahagia jika bisa berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Datang, Peta Perpolitikan Kacau

11 Januari 2014   20:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang diharapkan dari sosok Jokowi di panggung politik nasional ? Jika mau jujur tidak satupun politisi yang mengamini kehadirannya. Datang sebagai kuda hitam saat pencalonannya pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu, sosoknya banyak diremehkan oleh para politisi. Jokowi saat itu hanya dianggap pemain lokal yang mencoba peruntungannya untuk memperoleh jabatan setingkat lebih tinggi.

Baru beberapa bulan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pamornya terus meroket dengan merajai seluruh survei elektabilitas capres. Tak heran jika banyak yang mendorongnya untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2014 mendatang. Tak ayal serangan demi serangan mulai menerpa baik di dunia nyata maupun di dunia maya alias cyberbully. Meskipun terpaan badai hujatan semakin dahsyat tetapi Jokowi tak ambil pusing. Kenekatannya untuk membangun ‘Jakarta Baru’ semakin tak terbendung. Isu yang paling santer dan mudah untuk dimuntahkan adalah bagaimana cara Jokowi menangani banjir dan kemacetan yang sudah menahun terjadi di ibukota negara ini. Dalam hal ini memang belum banyak yang bisa dilihat karena semua masih progres. Dan inilah celah yang sangat mudah untuk menjatuhkan pamor Jokowi.

Tetapi Jokowi bukanlah pemimpin karbitan. Sebelum terdampar ke dunia politik, Jokowi adalah ketua Asosiasi Industri Mebel Indonesia (Asmindo), dua kali memenangkan Pemilihan Walikota Solo dan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak membuatnya patah semangat. Hujatan yang mampir dijadikan pemicu untuk bekerja lebih keras lagi. Kelakuannya yang sering nekat dan dianggap tidak populis justru disukai oleh masyarakat. Jokowi hadir sebagai penyejuk atas kegersangan tokoh pemimpin. Gayanya yang merakyat, tidak elitis merupakan gaya kepemimpinan yang diharapkan saat ini. Jokowi mempopulerkan gaya kepemimpinan kerakyatan yang meniadakan sekat antara pemimpin dan rakyatnya. Gaya kepemimpinannya menciptakan sebuah teori baru tentang leadership ala Jokowi.

Namun sayangnya untuk tahun 2014 ini sosok Jokowi merupakan sandungan bagi para politisi yang berambisi untuk nyapres. Meskipun digadang-gadang sebagai capres berikutnya, langkah Jokowi tidak mulus untuk melenggang menuju kursi RI 1. Selain harus melepas jabatan gubernur, Jokowi juga harus meminta izin ke Presiden SBY sesuai dengan UU No. 48, Pasal 7,Tahun 2008. Apakah SBY akan memuluskan jalannya atau justru menjegalnya ? Kehadirannya sebagai pemimpin yang sangat disukai rakyat bagai bara yang harus segera dipadamkan. Pesona “Jokowi Efect” membuat gerah lawan politik. Mediapun sukses menggiring opini publik, mengantarkan Jokowi menjadi sosok pemimpin potensial yang diharapkan bisa menyelesaikan seluruh masalah Indonesia.

Kehadiran Jokowi di kancah politik untuk tahun 2014 ini memang sangat tidak diharapkan. Kehadirannya benar-benar mengacaukan peta politik yang sudah terpapar jauh sebelum Jokowi dicalonkan pada Pilgub DKI Jakarta. Bentuk dari kekacauan ini bukan hanya melanda lawan politik PDIP tetapi juga internal partai PDIP sendiri.

Terjadinya perpecahan dukungan yang terjadi di tubuh partai PDIP antara pendukung Jokowi (Pro-Jokowi) dan pendukung Megawati. Hal ini dikuatirkan bisa mengganggu hubungan baik antara Jokowi dan Megawati. Dimana Megawati dikesankan seolah-olah tidak demokratis, tidak mendengarkana aspirasi kadernya sendiri yang mendukung pencapresan Jokowi.

Jokowi dengan elektabilitas yang terus meningkat menyalip para capres yang lebih dulu mendeklarasikan pencapresannya. Elektabilitas partai PDIP pun makin lama berangsur naik dengan adanya sosok Jokowi sebagai politisi santun dan jujur. Prediksi kemenangan bisa dianalisa akan dimenangkan oleh PDIP jika Jokowi dicapreskan.

Elektabilitas capres Prabowo harus mengalah untuk menduduki peringkat kedua setelah Jokowi. Prabowo harus memutar otak untuk kembali berjuang meningkatkan elektabilitasnya. Seperti diketahui sebelum Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, elektabilitas Prabowo selalu teratas. Dalam hal ini Prabowo telah mengatur strategi dan tak tanggung-tanggung dengan merekrut mantan Koordinator Media Center Tim sukses Jokowi – Ahok saat Pilgub DKI Jakarta yaitu Budi Purnomo sebagai Koordinator Media Center Prabowo dan berharap citranya bisa terangkat dengan peran Budi Purnomo ini.

4.Janji politik Batu Tulis kini tinggal kenangan jika itu dianggap sebagai janji. Saat ini PDIP berada di atas angin, kekuasaan jauh lebih penting maka janji politik tinggallah janji. Dengan adanya Jokowi yang sedang naik daun, PDIP harus cermat memanfaatkan momentum ini melangkah menuju kekuasaan tertinggi di Republik ini.

5.Partai Demokrat menetapkan Jokowi sebagai barometer elektabilitas, popularitas dan akseptabilitas capres. Para peserta Konvensi Demokrat diharapkan bisa menandingi semua parameter yang melekat pada sosok Jokowi. Tak peduli dengan cara licik melakukan serangan untuk menjatuhkan citra positif yang melekat pada Jokowi.

6.Banyaknya kader dari partai lain yang terang-terangan menjagokan Jokowi menjadi presiden berikutnya jika Jokowi dicapreskan. Menurut hasil survei Cirus Surveyors Group, Jokowi mendapat dukungan dari kader Partai Golkar 21% , Partai Gerindra 22% dan Partai Demokrat 44 % yang jelas-jelas dari partai tersebut memajukan kadernya untuk nyapres. Hal yang belum pernah terjadi sebelum Jokowi muncul di dunia politik nasional.

Mungkin kurang lebih seperti itulah “kekacauan” politik yang ditimbulkan oleh Jokowi sejak kemunculannya di panggung politik nasional. Skenario yang sudah digodok dengan masakpun harus bubar dan menggantinya dengan skenario terbaru.

Kejadian ini seperti hukum alam yang harus terjadi dalam setiap pergantian kepemimpinan. Bahwa seorang pemimpin akan lahir pada masanya dan mempunyai masa kejayaan sendiri dalam masa kepemimpinannya. Seperti halnya BUMN yang moncer di tangan Dahlan Iskan. Demikian juga dengan Republik Indonesia ini siapa tahu akan maju pesat di tangan Jokowi.

Salam sukses

Foto : merdeka.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun