Alasan Pemerintah Indonesia memilih Jepang dalam Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
Jepang dan Indonesia memiliki hubungan sebagai mitra strategis. Pertama kali Indonesia dan Jepang melakukan kerja sama di tahun 1953, dengan pemberian bantuan ODA dari Jepang untuk pembangunan di Indonesia. Pemerintah Indonesia langsung meminta Jepang untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya dari awal.Â
Proyek ini, telah dirancang pada tahun 2011 dalam proyek strategis nasional pada Perpres 3 Tahun 2016 oleh Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas). Berbeda dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Pemerintah saat itu memberikan tawaran resmi terhadap China, sedangkan proyek di Jakarta-Surabaya pemerintah Indonesia langsung meminta Jepang untuk mau bekerja sama.
Pemerintah Indonesia memiliki beberapa pertimbangan atas penunjukan langsung Jepang sebagai mitra untuk bekerja sama dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Yang pertama, Indonesia dan Jepang telah melakukan kesepakatan pada 20 Agustus 2007 mengenai kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Sejak saat itu berbagai investasi dan kerja sama terus dilakukan antara Indonesia dan Jepang hingga Jepang  menjadi investor kedua terbesar di Indonesia dalam  kurun waktu 2013-2019. Dengan demikian, Jepang telah membuktikan komitmennya yang sungguh-sungguh dalam melakukan kerja sama ekonomi dan pembangunan di Indonesia.Â
Indonesia juga perlu menjaga hubungan baik dengan Jepang demi kepentingan-kepentingan masa depan. Yang kedua, Jepang telah berpengalaman dalam melakukan kerja sama proyek perkeretaapian. Misalnya, pada tahun 1976 KRL Jepang dikirim ke Indonesia.Â
Keterlibatan Jepang dalam proyek transportasi kereta Jakarta Metropolitan pada 1980, proyek perbaikan dan konstruksi kereta api Jabotabek pada 1981, modernisasi lingkar kereta Jabodetabek pada 1982-1992, elektrifikasi rel kereta dan pembangunan jalur ganda rel utama di Jawa tahap 1 tahun 2000.Â
JICA melakukan kerja sama dengan PT. MRT Jakarta dalam priyek MRT serta banyak lagi proyek jalur perkeretaapian lain yang melibatkan Jepang di dalamnya. Yang ketiga, Indonesia dan Jepang menandatangani MOU Summary Record on Java North Line Upgradding Project pada 2019.Â
Hal itu menujukkan keseriusan dan kehati-hatian Pemerintah Indonesia dan Jepang dalam menjalankan proyek ini untuk meminimalisir kesalahan. Yang keempat, Â Indonesia juga menganggap bahwa perlunya kerja sama dengan Jepang untuk mengurangi dominasi Tiongkok di Indonesia, karena masuknya Tiongkok juga banyak tersebar di berbagai bidang ekonomi dan pembangunan yang lain.
 Proyek-proyek pembangunan yang mencakup biaya besar dan melibatkan banyak pihak dapat menimbulkan ketergantungan bagi salah satu pihak terhadap negara yang lebih maju. Maka untuk menghindari ketergantungan antara salah satu negara, Jepang atau Tiongkok , diperlukan kerja sama dengan keduanya.
 Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah Indonesia memiliki ketentuan dan pertimbangan sendiri dalam mengambil keputusan untuk berkomitmen dalam sebuah kerja sama di bidang pembangunan ekonomi baik dengan Jepang maupun dengan China.Â