Mohon tunggu...
Anik Kosimatul Hidayah
Anik Kosimatul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis bukan merupakan passion yang saya sengaja, namun akhirnya saya menemukan hal menarik di dalamnya. sebagai seorang saintis saya menyukai topik ilmiah, terutama bidang eksakta. Saya berharap tulisan saya kelak bisa membawa manfaat bagi yang lain. Happy writing, write happily.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Membangun Pola Asuh Ayah di Tengah Fenomena Fatherless

9 Agustus 2023   12:39 Diperbarui: 9 Agustus 2023   20:29 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Unsplash/Katherine Chase

Fatherless memiliki arti ketiadaan figur ayah dalam kehidupan anak. Ketiadaan disini dimaknai secara fisik maupun secara psikologis. Kealpaan ayah dalam kehidupan anak menyebabkan perkembangan anak menjadi kurang optimal. 

Jiwa anak akan merasa terasing saat melihat gambaran ideal sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, bersama-sama secara fisik maupun psikis. Oleh karena hal ini, anak akan mengalami guncangan jiwa psikologis, sehingga anak memiliki rasa kecewa, putus asa, malas, tidak semangat, diamana hal-hal tersebut dapat mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah.

Terdapat paradigma lama yang menyatakan bahwa anak adalah urusan ibu dan hanya ibu yang paling mengetahui tentang kehidupan anak.  Sementara ayah hanya bertugas untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup dan tidak perlu hadir dalam pengasuhan anak. 

Paradigma ini tidak hanya berkembang di Indonesia, melainkan juga negara-negara di dunia. Namun, belakangan di Amerika paradigm lama ini sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan paradigma yang baru, yaitu ayah kini menggambil peranan begitu besar dalam aktivitas rumah tangga bahkan terdapat pernyataan bahwa para pria yang akan menjadi seorang ayah sudah menyiapkan cuti kerjanya guna memberikan waktu lebih besar untuk anaknya, baik peran secara aktif membentuk perkembangan emosi anak, menanamkan nilai-nilai hidup, maupun kepercayaan dalam keluarga.

Fatherless dikenal juga dengan istilah father absence, father loss atau father hunger, dimana semuanya mendefinisikan ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak. 

Ketidakhadiran disini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya kematian ayah, kepergian dari perannya sebagai seorang ayah, perceraian, pemisahan karena masalah dalam hubungan pernikahan atau masalah kesehatan, hingga tuntutan profesi. 

Selain disebabkan kematian, sering kali ayah hadir secara fisik namun tidak menjalankan peran pengasuhannya sebagai seorang ayah. Lalu bagaimanakah cara untuk membangun pola asuh ayah ditengah faktor-faktor penyebab fatherless tersebut?

1. Memberikan Arahan kepada Anak

Sumber: thepragmaticparent.com via Pinterest
Sumber: thepragmaticparent.com via Pinterest

Memberikan arahan merupakan bentuk kontrol orang tua dalam pola asuh terhadap anaknya agar menjadi manusia yang berpribadi. Mengontrol berkaitan dengan cara mendidik orangtua terhadap anak. 

Mendidik sejatinya tidak hanya sekadar proses transfer knowledge saja, tapi juga terjadi proses transfer value. Mendidik adalah upaya memberikan pembinaan bagi anak, baik sikap mental maupun akhlaknya.

Mendidik anak secara keseluruhan meliputi aspek kognitif (pengetahuan), psikomotor (ketrampilan), dan afektif (sikap). Tentu hal ini bukan perkara yang mudah. Oleh karena itu perlu kerja sama yang baik antara ayah dan ibu untuk membangun pola asuh yang baik terhadap anaknya.


2. Menjalin Komunikasi Dua Arah

Sumber: wordfromthebird.blog via Pinterest
Sumber: wordfromthebird.blog via Pinterest

Maksudnya adalah antara ayah dan anak saling berkomunikasi mengungnkapkan ide, gagasan, perasaan dan sebagainya. Tujuan komunikasi ini adalah untuk menciptakan kehangatan hubungan antara ayah dan anak, tidak kaku, dan berlangsung harmonis.

Komunikasi ini dapat diisi dengan diskusi tentang aturan yang berlaku dirumah, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, jadwal harian, dan lain-lain.

Contoh:

  • Ayah harus bekerja selama weekdays (senin-jum’at) dari pagi hingga sore demi mencukupi kebutuhan keluarga.
  • Anak ingin berenang bersama ayah.
  • Kesepakatan, anak dapat bermain (termasuk berenang) bersama ayah setiap hari minggu (misal). Atau hari minggu adalah hari bermain ayah dengan anak, dimana ayah tidak boleh sama sekali menangani hal yang berkaitan dengan pekerjaan profesinya.

Harapannya diskusi ini dapat mencapai kesepakatan yang dapat ditaati antara ayah dan anak, atau dalam skala yang lebih besar adalah keluarga. Hal ini bermanfaat untuk melatih kedisiplinan dan tanggung jawab anak, dimana anak akan terbiasa berlaku tertib aturan. Dalam hal ini, konsistensi dalam penerapan aturan menjadi aspek terpenting dalam tercapainya karakter disiplin.

Adanya komunikasi dua arah akan menciptakan ikatan emosi antara ayah dan anak. Ketika anak merasa sedih, kecewa, atau perasaan lainnya, dengan adanya komunikasi dan kemudian orangtua memberikan dukungan, pelukan, dan sebagainya, anak akan merasa bahwa ayahnya selalu ada untuknya dalam kondisi apapun.  


3. Penerapan Reward and Punishment

Sumber: https://pin.it/69CMlGp
Sumber: https://pin.it/69CMlGp

Secara bahasa reward berarti hadiah (dapat berupa pujian, barang, dsb)  dan punishment berarti hukuman. Reward diberikan ketika seorang anak berhasil memperoleh suatu pencapaian sederhana atau ketika telah melaksanakan aturan yang berlaku. Sementara punishment diberikan ketika anak melanggar aturan yang telah dibuat dengan adanya batasan dalam memberikannya.

Punishment sebaiknya memberikan efek jera, namun masih dalam batas yang dapat diterima anak. Contoh: Ketika seorang anak melakukan hal yang tidak baik, ayah akan memberikan punishment berupa mengurangi kebebasan anak untuk melakukan hal yang dia senangi, seperti bermain gawai, dan sebagianya.


Sumber: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun