Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Bukan Deretan Angka-angka

17 Februari 2016   01:27 Diperbarui: 20 Februari 2016   04:22 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1.Tanggal 6 April 1582 – 12 Mulud 1504 Jawa

Keberatan mereka yang menolak angka tanggal 6 April 1582 sebagai Hari Jadi Banyumas  didasarkan atas dalil Sugeng Priyadi bahwa tanpa dokumen tak ada sejarah (hal 47) dalam artikelnya,”Sejarah harus ada sumbernya”.

Pernyataan itu sepenuhnya benar.Tetapi interpretasi dan implementasinya bisa keliru dan menyesatkan, jika orang menganggap sejarah hanyalah deretan angka-angka mati tanpa makna.  Dan ahli sejarah  tidak boleh melupakan bahwa sejarah juga adalah rekonstruksi peristiwa dan kejadian pada masa lalu ke dalam dimensi waktu dan ruang sehingga terbentuk fakta sejarah yang tertulis dalam dokumen.

Semua peneliti sejarah melakukan rekonstruksi sejarah. Dan semua penulis sejarah pun berusaha merekonstruksi peristiwa ke dalam dimensi waktu. Itulah sebabnya ada ilmuwan yang berpendapat bahwa sejarah adalah ilmu yang membicarakan masyarakat dari dimensi waktu dan ruang, dengan karakteristiknya yang khas: ada permulaan, ada perkembangan, ada akhir, ada perubahan dan ada pengulangan. Pasowanan agung dan perayaan garebeg Mulud pada jaman Kerajaan Pajang dan Mataram merupakan peristiwa sejarah yang berulang dirayakan setiap tahun. Perayayaan Garebeg Mulud sebagai fakta sejarah tak dapat dibantah.

Memang pada naskah Babad Banyumas R.Wiryaatmaja, belum ditemukan sejarah hari lahir kota Banyumas, karena Patih R.Wiryaatmaja belum memasukkannya. Tetapi Patih Purwosuprojo telah melakukan rekonstruksi tahun berdirinya Mataram dalam Babad Banyumas versi C yang ditulisnya sehingga muncul angka 1582 tahun Walandi sebagai tahun kelahiran Mataram, sekalipun salah. RMS. Brotodiredjo dan R.Ngatijo Darmosuwondo juga melakukan rekonstruksi tahun lahirnya kota Banyumas dengan mengikuti jejak Patih Purwosuprojo, sehingga muncul angka tahun 1582 dalam bukunya Naskah Babad Banyumas versi ISSB. Akhirnya Sukarto juga melakukan rekonstruksi lahirnya kota Banyumas, sehingga muncul tanggal 6 April 1582 sebagai hari lahir kota dan Kabupaten Banyumas dalam makalah hasil penelitiannya. Dokumen berisi fakta sejarah sesungguhnya merupakan proses panjang hasil rekonstrukis atas persitiwa pada masa lalu ke dalam dimensi waktu.

Cara, metoda dan teknik merekonstruksi data sejarah pada penulis historiografi tradisional sebagian besar memang belum sistimatis. Kebanyakan  hanya mengandalkan intuisi, imajinasi, daya nalar, yang bisa saja bersifat subyektip. Karena itu bisa dimaklumi jika hasil rekonstruksinya bisa benar dan bisa salah. Tetapi itu semua tidak mengurangi usahanya untuk melakukan rekonstruksi  peristiwa-peristiwa yang terjadi ke dalam dokumen yang ditulisnya.

Rekonstruksi hari jadi dalam Babad Banyumas, agak unik. Mereka saling menyempurnakan, dan melengkapi tanpa menyalahkan. Sebagai contoh rekonstruksi Patih R.Purwosuprojo tentang berdirinya Mataram  tahun 1582 jelas keliru.  RMS.Brotodirejo dan R.Ngatijo Darmosuwondo, memperbaikinya dengan mengganti Mataram menjadi Banyumas. Namun demikian BRM.Brotodirejo dan R.Ngatijo Darmosuwondo, belum berhasil menemukan bulan dan tanggal kapan kota Banyumas dan rumah Kabupaten didirikan.

Baru setelah datang Sukarto, karena dia menguasai metode penulisan historiografi modern, dia dapat merekonstruksikan tanggal dan bulan lahirnya kota Banyumas. Tampak disini bahwa hari jadi Banyumas 6-April-1582, bukan hanya karya satu orang, tetapi sebuah karya yang bersinambungan  yang sebenarnya sudah lama dipikirkan oleh para Pujangga penulis Babad Banyumas. Seharusnya wong Banyumas bangga kepada karya dan jerih payah mereka. Dan tidak mencampakkannya begitu saja tanpa alasan dan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Selanjutnya dalam artikelnya Sugeng Priyadi menyatakan bahwa tidak ada satu sumber pun yang berasal dari sumber lokal yang menyatakan bahwa Jaka Kahiman diangkat oleh Sultan Pajang menjadi Adipati Wirasaba ke tujuh pada tanggal 12 Rabiulawal ( hal 47 ).

Sesungguhnya tugas yang dibebankan oleh Pemda Kab.Banyumas pada Sukarto sebagai peneliti, bukan untuk menentukan hari apa dan tanggal berapa  Jaka Kahiman  diangkat Sultan Pajang sebagai Adipati Wirasaba VII. Tugas yang dibebankan kepada Sukarto sebagai peneliti adalah menentukan hari lahir kota dan Kabupaten Banyumas, tanggal berapa, bulan apa dan tahun berapa.

Kalau tahun pengangkatan Jaka Kahiman sebagai Adipati Wirasaba VII, dengan berpegang pada pendapat De Graaf dengan mudah dapat ditentukan, yakni tahun 1578, sebab tahun 1578 adalah tahun wafatnya Adipati Wirasaba VII dalam tragedi Sabtu Pahing. Tradisi lokal juga menceriterakan bahwa Jaka Kahiman diangkat sebagai Adipati Wirasaba VII, tidak lama setelah wafatnya Adipati Wirasaba VI dalam tragedi Sabtu Pahing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun