SERI 75
Sore itu, Kanjeng Adipati mondar-mandir di beranda ruang tamu Dalem Kadipaten. Sebentar lagi dia akan menerima tamu dua putra Kerajaan Pajajaran. Perasaan gembira, bahagia, dan cemas campur aduk jadi satu.
Kanjeng Ayu Adipati yang memperhatikan tingkah laku suaminya hanya tertawa saja.
“Tidak usah tegang dan gelisah, Kanda. Masa mau menerima calon menantu wajahnya tegang?” kata Kanjeng Ayu Adipati.
“Memangnya Kanda kelihatan tegang? Diajeng saja yang suka berpikiran negatip.”
“Diajeng tahu apa yang sedang Kanda pikirkan,” kata Kanjeng Ayu Adipati.
“Apa coba, kalau memang tahu?”
“Kanda wajahnya kelihatan gembira karena sudah memberikan surat jawaban lamaran yang dibuat Dewi kepada utusan dari Nusakambangan tadi pagi. Dan mereka telah pergi dengan perasaan senang karena lamaran mereka diterima. Kepergian mereka dari Kadipaten itulah yang membuat Kanda gembira, karena Kanda merasa telah terhindar dari beban berat.”
“Lho, yang menerima kan Dewi, Diajeng tahu sendiri tadi malam, bukan?”
“Betul Dewi yang menerima dan yang membuat surat jawaban. Tetapi bukankah yang menandatangani Kanda sendiri, bukan Dewi? Itu kan yang membuat Kanda gembira tapi campur bingung.”
Kanjeng Adipati tidak berkata sedikit pun.