Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (99)

31 Juli 2016   04:44 Diperbarui: 31 Juli 2016   08:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bagi Kadipaten Pasirluhur sumber utama thirtas adalah hulu Sungai Logawa, hulu Sungai Banjaran dan Sungai Ciserayu. Sungai Logawa dianggap tiruan Sungai Suci Yamuna, Sungai Banjaran dianggap tiruan Sungai Brahmaputra. Dan Sungai Ciserayu dianggap tiruan Sungai Gangga. Sungai Brahmaputra dan Yamuna bermuara di Sungai Gangga. Demikian pula Sungai Logawa dan Banjaran, pada akhirnya juga bermuara di Sungai Ciserayu. Ternyata baik Kadipaten Pasirluhur maupun Wirasaba sama-sama menjadikan Sungai Ciserayu sebagai sungai suci, sumber tirtha amerta. Memang Serayu berasal dari Sirrrahayu. Yang artinya jalan menuju keselamatan.”

Ki Demang Kejawar senang sekali bisa bertukar pikiran dengan Ki Sulap Pangebatan. Banyak titik-titik pertemuan dan persamaan pandangan di antara mereka berdua. Ki Demang Kejawar masih ingat ketika Ki Sulap Pangebatan menanyakan ritual Syiwa Ratri yang membuat Ki Demang Kejawar langsung tertawa.

“Tentang ritual Syiwa Ratri. Bagaimana  menurut pemahaman Ki Demang Kejawar, bisa dijelaskan?” tanya Ki Sulap Pangebatan.

“He..he..he..rupanya Ki Sulap sudah punya calon istri ya? Kapan Ki Sulap mau selenggarakan pesta perkawinannya? “ tanya Ki Demang Kejawar  sambil tertawa.

 “Ah, belum punya calon, Ki Demang. Masih pikir-pikir,” jawab Ki Sulap yang tentu saja berbohong. Saat itu Ki Demang belum tahu bahwa Ki Sulap Pangebatan adalah Kamandaka yang memang sedang berjuang untuk mendapatkan kekasih jantung hatinya, Sang Dewi.

“Orang yang menanyakan ritual Malam Syiwa Ratri, biasanya orang-orang yang akan jadi pengantin atau para pengantin baru. Malam Syiwa Ratri adalah malam ritual untuk memuja Sang Hyang Syiwa, yang bertepatan dengan Malam Purnama tanggal 14 atau 15. Biasanya dilakukan dengan membaca rontal yang memuja Sang Hyang Syiwa. Dan Sang Hyang Syiwa akan memberikan anugerah besar kepada orang yang memujanya dan memberikan bhakti pada malam Syiwa Ratri. Dan pada malam Syiwa Ratri, pasangan suami istri dilarang melakukan hubungan…maaf Ki Sulap, …. hubungan persanggamaan atau hubungan badan antara suami istri. Kalau malam berikutnya boleh,” kata Ki Demang Kejawar sambil tersenyum yang membuat Ki Sulap Pangebatan agak tersipu-sipu.

“Tadi Ki Demang menceriterakan riwayat Hari Raya Diwali yang bermula dari hari penyambutan yang diberikan rakyat Ayodya atas kemenangan Prabu Rama dan Dewi Shinta dalam peperangan melawan Prabu Rahwana. Kalau peringatan tahun baru 1 Saka, bukankah peringatan itu juga berawal dari India juga? Yaitu memperingati kemenangan bangsa Saka dalam perangnya melawan suku-suku di India yang lain yang juga gemar berperang?  Bagaimana sebenarnya peran agama di sini? Sebagai alat pemersatu atau pemecah belah?”

“Sebuah pertanyaan yang menarik. Karena Kerajaan Kediri dan Kerajaan Pajajaran sama-sama memeluk Hindu Syiwa. Tetapi mewariskan dendam akibat tragedi Bubat yang terus berlanjut. Bahkan Kadipaten Pasirluhur dan Wirasaba ikut-ikutan tidak saling sapa padahal keduanya sama-sama menganggap Sungai Ciserayu sebagai sungai suci, Sungai Gangganya lembah Ciserayu, bukan?

“Ki Demang berpendapat agama bukan alat pemecah belah. Buktinya antar sesama suku di India di Lembah Sungai Gangga, yakni suku : Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa dan Saka. Mereka memang beda suku, tapi satu agama.

“Ternyata mereka terlibat konflik dan permusuhan yang berkepanjangan, karena memperebutkan kekuasaan atau tahta. Suku-suku bangsa tersebut silih berganti naik tahta menundukkan suku-suku yang lain. Akhirnya suku bangsa Saka benar-benar bosan dengan keadaan permusuhan itu. Arah perjuangannya kemudian dialihkan, dari perjuangan politik dan militer untuk merebut kekuasaan menjadi perjuangan kesejahteraan, kemanusiaan dan kebudayaan.

“Ketika Dinasti Kushana dari suku bangsa Yuehchi memegang tampuk kekuasaan, dinasti itu terketuk oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka yang menggagas persatuan dan  tidak haus kekuasaan. Kekuasaan yang dipegang suku bangsa Saka  bukan dipakai untuk menghancurkan suku bangsa lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun