Seiring dengan perjalanan waktu, di tepi danau muncul komunitas penduduk yang leluhurnya berhasil menyelamatkan diri dari bencana besar letusan Gunung Tangkubanperahu.Â
Mereka adalah Manusia Prasejarah generasi penerus yang mampu beradaptasi dengan lingkungan baru, yaitu dari lingkungan Sungai Citarum dan anak-anak sungainya yang telah lenyap, menjadi lingkungan Danau Bandung.Â
Kebudayaan lingkungan sungai tidak banyak berbeda dengan kebudayaan lingkungan danau. Mereka tetap membangun pemukiman di depan gua, atau batu karang yang melengkung. Atau bisa jadi mereka mulai memikirkan untuk membangun rumah panggung yang oleh orang Sunda disebut ranggon.
Disamping untuk mencegah jadi mangsa binatang buas pada malam hari, juga untuk menyelamatkan diri bila air danau sewaktu-waktu meluap. Ketrampilan lain yang dikembangkan mereka adalah membuat alat transportasi danau, selain perahu lesung bercadik untuk menangkap ikan. Antara lain rakit dan perahu bercadik. Rakit dan perahu untuk alat transportasi danau rupanya diperlukan karena komunitas pemukiman Manusia Prasejarah sekitar Danau Bandung sudah tersebar di bagian utara, selatan, timur, dan barat.Â
Kebudayaan Neolthicum Manusia Prasejarah di sekitar Danau Bandung, lenyap setelah berjalan 3 ribu tahun akibat terjadi letusan Gunung Tangkubanperahu yang kedua kalinya.  Letusan kali ini mampu menjebol sumbat di dasar Danau Bandung, yang membuat air danau pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut itu surut seketika. Yang tersisa kemudian, muncul kembali Sungai Citarum dan anak-anak sungainya yang sempat terkubur di dasar  danau selama 3 ribu tahun.Â
Munculnya kembali Sungai Citarum, baik di hulu, tengah, dan hilir, bersamaan pula dengan mulai munculnya peradaban besar di pusat-pusat peradaban dunia, yakni peradaban di Lembah Sungai Nil Mesir, Lembah Sungai Tigris-Eufrat Mesopatamia, Lembah Sungai Indus India, dan Lembah Sungai Kuning-Yang Tse di Tiongkok.
 Di pusat peradaban dunia saat itu sudah muncul peradaban baru, yakni peradaban budaya bercocok tanam dan ditemukanna alat-alat dari bahan besi. Budaya berburu telah ditinggalkan, digantikan dengan budaya bercook tanam dan membangun pemukiman  permanen. Maka mulalah muncul desa dan kota dengan birokrasinya.
 Zaman batu Neolithicum di pusat peradaban dunia itu telah berakhir, digantikan zaman Perunggu. Tetapi di Lembah Sungai Citarum, penduduk masih harus bersabar menunggu sampai datangnya migrasi Manusia Prasejarah baru dari Lembah Sungai Menam dan Mekong di Vientam yang membawa peradaban perunggu.Â
Ahli-ahli anthropologi menyebut mereka sebagai suku Austronesia Muda atau Melayu Muda. Tetapi ahli Prasejarah Belanda, van der Meulen, menyebut  gelombang migrasi dari utara itu sebagai migrasi bangsa Galuh yang mendarat di Pulau Jawa dengan membawa kebudayaan Zaman Perunggu untuk  menggantikan kebudayaan lama Zaman Neolthicum.[02-10-2018]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H