Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (85)

17 Mei 2016   00:10 Diperbarui: 17 Mei 2016   10:48 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 “Kanjeng Ibu, Dewi mau pamit sambil pinjam kuda Kanjeng Rama. Dewi bersama Dinda Ratna Pamekas dan Dinda Mayangsari akan menemani Kanda Kamandaka, Dinda Silihwarna dan Dimas Arya Baribin meninjau rencana lokasi tempat pelatihan prajurit di Baturagung dan Kendalisada,” kata Sang Dewi seraya memeluk Kanjeng Ayu Adipati.

 “Baiklah Nduk Dewi, tapi sore hari harus sudah kembali ke Kadipaten. Jangan sampai bermalam di tempat lain ya Nduk Dewi,” pesan Kanjeng Ayu Adipati. Sang Dewi tersenyum sambil mengangguk.

 “Percayalah Kanjeng Ibu, Dewi bisa menjaga diri. Lagi pula Kanda Kamandaka tidak seperti Kanjeng Rama,”  kata Sang Dewi sambil menyindir Ibundanya.

 Kanjeng Ayu Adipati hanya tersenyum mendengar sindiran halus Sang Dewi. Tetapi air matanya sudah kering. Dia membenarkan sepenuhnya kata-kata putri kesayangannya itu. Dia pun bertekad untuk melaksanakan saran-saran yang disampaikan Sang Dewi kepadanya.

 “Benar juga Nduk Dewi, jika Kanda Adipati tak cepat dikendalikan, bisa-bisa nafsu untuk mencari daun muda akan terus berlanjut tak kenal berhenti. Oh, Kanda Adipati!!!” keluh Kanjeng Ayu Adipati kesal juga memikirkan adat suaminya itu.

 Sang Dewi segera bergegas menemui Raden Kamandaka yang dapat pinjaman satu ekor kuda dari Ki Patih.

 “Kuda Kanda Kamandaka biar dipakai Dimas Arya Baribin dengan Dinda Ratna Pamekas. Kanda Kamandaka pakai kuda Kanjeng Rama dengan aku. Dinda Silihwarna pakai kudanya sendiri dengan Dinda Mayangsari,” kata Sang Dewi yang langsung mengusulkan penggunaan kuda.

 “Tumenggung Maresi bawa kuda sendiri. Pinjaman kuda Ki Patih biar di pakai Jigjayuda”

 Usul Sang Dewi langsung disetujui Raden Kamandaka dan adik-adiknya.

 Jarak Kadipaten Pasirluhur ke Baturagung di lereng Gunung Agung memang tidak terlalu jauh. Matahari masih bersinar lembut dan angin gunung bertiup sayup-sayup ketika lima ekor kuda para ksatria dan punggawa  Kadipaten Pasirluhur itu tiba di tepi sebuah hutan yang lebat di lereng Gunung Agung. Wakil Tumenggung Jigjayuda selaku penunjuk jalan yang mengendarai kuda paling depan meloncat turun. Disusul kuda yang membawa Arya Baribin dengan Dyah Ayu Ratna Pamekas tiba pula di lokasi. Kemudian menyusul di belakangnya kuda Raden Silihwarna bersama Dyah Ayu Mayangsari. Kemudian tiba pula kuda Raden Kamandaka dengan Sang Dewi. Terakhir tiba di lokasi adalah kuda Tumenggung Maresi yang membawa perbekalan sambil mengawal rombongan.

 Raden Kamandaka dan Raden Silihwarna segera mencari lokasi yang nyaman untuk kelak dibangun tenda dan sebagai lokasi untuk tempat pelatihan prajurit. Setelah lokasi ditemukan, Jigjayuda disuruh menandai tempat itu sebaik-baiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun