“Bukan hilang, Kanjeng Ibu. Tetapi Kanjeng Rama telah melepasnya untuk mengawini istri barunya! Coba Kanjeng Ibu ingat-ingat, sejak kapan Kanjeng Rama jarang tidur dengan Kanjeng Ibu?”
“Kira-kira sejak tiga bulan yang lalu.”
“Sekarang Dewi panggil tukang perawat kuda Kanjeng Rama,” kata Dewi sambil melangkah keluar menyuruh seorang bujang untuk memanggil tukang perawat kuda menghadap Sang Dewi dan Kanjeng Ayu Adipati. Tak lama kemudian seorang perawat kuda yang sudah dikenal Sang Dewi menghadap.
“Patik, berapa kuda Kanjeng Rama?” tanya Sang Dewi kepada tukang perawat kuda disaksikan Kanjeng Ayu Adipati.
“Dulu ada tiga, kini tinggal dua. Tadi pagi dipakai Kanjeng Adipati satu. Titipan Ndara Kamandaka dan Ndara Silihwarna dua. Jadi sekarang di kandang kuda ada tiga ekor kuda,” jawab tukang perawat kuda.
“Kuda Kanjeng Rama berkurang satu?”
“Betul Ndara Putri?”
“Sejak kapan?”
“Kira-kira sejak tiga bulan yang lalu,” jawab tukang perawat kuda.
“Kanjeng Ibu, benar bukan? Sejak tiga bulan yang lalu?” kata Sang Dewi sambil menyuruh tukang perawat kuda kembali ke kandang untuk mempersiapkan tiga ekor kuda yang akan segera dipakai, termasuk kuda Raden Kamandaka dan Raden Silihwarna.Kanjeng Ayu Adipati diam saja. Bahkan akan menangis lagi. Sang Dewi kembali memeluknya.
“Sudahlah Kanjeng Ibu. Katakan kepada Kanjeng Rama pesan Dewi tadi. Dewi tidak ingin Kanjeng Rama punya istri muda lagi. Katakan kalau tidak segera dicerai, Dewi akan mengadakan pesta untuk merayakan perkawinan Kanjeng Rama dengan istri terbarunya, agar seluruh punggawa dan rakyat Kadipaten Pasirluhur tahu, bahwa Kanjeng Rama yang sudah sepuh itu, masih suka pada daun muda,” kata Sang Dewi kepada ibundanya.