Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengaruh Babad Tanah Jawi Dalam Naskah Kalibening(06)

4 Januari 2016   06:53 Diperbarui: 27 Januari 2016   07:08 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Tokoh yang dipuja dalam Babad Banyumas adalah Jaka Kahiman, Adipati Mrapat. Oleh karena itu, dengan mengutip adanya tokoh Kyai Tolih saja, sudah dapat diidentifikasi, bahwa Naskah Kalibening, bukan catatan sejarah. Tetapi memang ditulis sebagai sastra babad oleh si penulis yang biasanya anonim.

Kiyai Tolih dalam berbagai versi Babad Banyumas, diceriterakan sebagai seorang Patih Kerajaan Banakeling. Suatu ketika Penguasa Banakeling ingin menguji kesaktian Raja Brawijaya V, dengan cara menyuruh Kyai Tolih untuk membunuh Brawijaya V dengan keris pusaka Banakeling. Kyai Tolih segera berangkat dengan membawa keris pusaka Banakeling yang terhunus tanpa sarung dengan mengendarai burung Mahendra.

Usaha Kiyai Tolih gagal. Burung Mahendra berhasil dibunuh oleh putra Ki Patih yang bernama Raden Aryo Gajah dengan keris pusaka Majapahit Kyai Jangkung Pacar. Kyai Tolih bahkan dijebloskan ke penjara, keris pusaka Banakeling dirampas dan disimpan Brawijaya V.

Suatu ketika Brawijaya V memanggil Kyai Tolih untuk diperiksa. Tiba-tiba kuda Brawijaya V, Kyai Joyotopo terlepas, menjadi liar dan mengamuk. Para punggawa Majapahit langsung geger dan mencoba menangkap Kyai Joyotopo yang ngadat alias mbegod sambil ngamuk seperti kesurupan. Karena tak ada seorang pun yang berhasil menangkap kuda yang sedang ngamuk itu, padahal Kyai Joyotopo adalah kuda kesayangan Sang Raja, maka Kyai Tolih pun menawarkan diri. Sang Raja tak keberatan.

Dengan menggunakan tali kekang burung Mahendra yang telah almarhum, dengan mudah Kyai Tolih sukses menjinakkan Kyai Joyotopo. Rupanya kuda Sang Raja itu sedang mabuk karena kemasukan ruh burung Mahendra yang dibunuh Raden Aryo Gajah, putra Ki Patih. Setelah melihat tali kekang, ruh burung Mahendra keluar dari badan kuda Sang Raja. Kuda Sang Raja Brawijaya V, Kyai Joyo Topo pun langsung jinak.

Sang Raja Brawijaya V sangat gembira, Kyai Tolih diampuni bahkan ditawari jabatan di Kraton Majapahit, serta akan dicarikan istri yang cantik. Tapi Kyai Tolih menolak. Dia hanya minta sebagai upahnya, agar keris pusaka Banakeling yang disimpan Sang Raja, dikembalikan. Brawijaya V mengabulkan, keris pusaka Banakeling dikembalikan oleh Brawijaya V setelah diberi nama Kyai Gajah Hendra. Keris yang tanpa sarung itu diterima dan Kyai Tolih pun segera mohon pamit akan pulang ke Banakeling. Tetapi di tengah jalan, pikirannya berubah. Kyai Tolih berpikir untuk membuatkan sarung keris pusaka Kyai Gajah Hendra. Teringatlah Kyai Tolih kepada sahabatnya Kyai Sambarta yang ahli membuat sarung keris yang tinggal di Kejawar. Kyai Sambarta yang ahli membuat sarung keris itu terkenal dengan julukan Kyai Mranggi Semu.

Tibalah Kyai Tolih di tempat kediaman Kyai Mranggi Semu, dan diutarakan maksudnya. Tentu saja Kyai Mranggi menerima pesanan sahabatnya itu dengan senang hati. Tetapi ketika keris Kyai Gajah Hendra yang tidak punya sarung itu diserahkan kepada Kyai Mranggi, keris itu tiba-tiba lenyap.

Betapa terkejutnya dua Kyai yang saling bersahabat itu. Sekalipun kecewa berat, akhirnya Kyai Tolih pasrah kepada musibah yang menimpa dirinya. Kyai Tolih berpendapat, keris itu memang bukan haknya. Keris itu pusaka Banakeling, tentunya adalah milik Penguasa Banakeling. Kyai Tolih mengira keris pusaka itu pergi karena ingin kembali kepada tuannya, Penguasa Banakeling.

Tetapi ketika sedang berbincang bincang, tiba-tiba datang Jaka Kahiman, anak angkat Kyai Mranggi Semu yang sudah dijadikan anak angkat Adipati Wirasaba VI, bahkan dalam proses mengurus rencana pernikahannya dengan putri sulung Sang Adipati. Kyai Mranggi dan Kyai Tolih, gembira disamping heran, karena tiba-tiba Jaka Kahiman datang sambil menyerahkan keris Kyai Gajah Hendra yang baru saja menghilang.

Jaka Kahiman berceritera bahwa ketika dalam perjalanan pulang dari Wirasaba ke Kejawar, tiba-tiba di tengah jalan, ia merasa ada keris yang tahu-tahu sudah terselip di pinggangnya. Jaka Kahiman mengaku, sebenarnya dia senang dengan keris itu. Tetapi karena merasa bukan miliknya, dia ingin mengembalikan kepada yang punya.

Singkat ceritera keris pusaka Kyai Gajah Hendra diterima kembali oleh Kyai Tolih. Tetapi karena Kyai Tolih tahu Jaka Kahiman akan menikah dan akan menjadi menantu Adipati Wirasaba, Kyai Tolih memberikan keris yang belum punya sarung itu kepada Jaka Kahiman dengan pesan agar keris dipakai pada hari pernikahan Jaka Kahiman dengan Rr.Sukartimah, Putri Sulung Adipati Wirasaba VI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun