Pemilu 2019 telah sukses dilaksanakan, hasil perhitungan tengah dilakukan KPU. Secara peluang petahana akan kembali memimpin negeri ini, walau klaim kemenangan dari lawan gencar dilakukan. Bergeser pada pemungutan suara legislatif, hasil quick count menunjukan PDIP diurutan pertama disusul Partai Golkar lalu Partai Gerindra.Â
Melihat kemungkinan tiga besar, maka tak aneh rasanya jika diduduki oleh ketiga partai tersebut. PDIP dan Gerindra sebagai motor utama dalam Pilpres akan diminati para pemilih, sedangkan Golkar memiliki nilai historis yang sangat kuat di Indonesia.Â
Sementara di papan bawah, partai-partai baru ditambah Partai Hanura, PBB, dan PKPI masih berkutat untuk melewati ambang batas. Partai Hanura sebagai partai petahana menjadi tumbal dari parliamentary treshold, sementara PBB dan PKPI dari beberapa pemilu sudah terbukti sebagai figuran belaka.Â
Partai-partai baru pun nampaknya hanya menjadi cameo politik saja, dengan tampil sekilas dan minim bahkan tidak memiliki kursi di DPR. Dua partai baru yang boleh dikatakan fenomenal di Pemilu 2019 kali ini yaitu Perindo dan PSI, sepertinya harus merasakan ketatnya persaingan mencari suara rakyat.Â
Bahkan hasil hitung cepat Litbang Kompas menunjukan PSI yang digadang-gadang akan lolos ke Senayan dengan bermodal politikus muda nan idealis, suaranya kalah oleh Partai Beringin Karya besutan Tomi Soeharto yang menjual nostalgia rezim daripada bapaknya.Â
Begitu juga dengan Perindo yang telah sedari lima tahun lalu sang ketua umum berkampanye politik dengan media miliknya, belum aman di zona degradasi. Menarik untuk dianalisis mengapa kedua partai yang secara media populer tetapi tidak diminati oleh rakyat.Â
Perindo
Hary Tanoesoedibjo sebagai ketua umum Perindo telah memulai petualangan politiknya lebih dari lima tahun yang lalu, yaitu saat akan menghadapi Pemilu 2014. Hary Tanoe terlebih dahulu bersama Surya Paloh membidani ormas Nasional Demokrat, lalu ormas tersebut berubah menjadi partai dengan masih tetap dirinya menjadi bagian dari partai tersebut.Â
Namun seiring waktu kemesraan Hary Tanoe bersama Surya Paloh yang sama-sama raja media tidak berlangsung lama, entah angin apa yang akhirnya membuat Hary Tanoe hengkang dari Partai Nasdem. Tak lama, Hary Tanoe (HT) merapat ke Hanura untuk mendorong Wiranto sebagai calon presiden di Pilpres 2014, dengan imbalan dirinya sebagai cawapres.Â
Dan lagi-lagi harapan ini hanya mimpi belaka, Hanura tidak mendapatkan suara signifikan yang akhirnya pasangan capres dan cawapres ini tinggal cerita.