Mohon tunggu...
Ankiq Taofiqurohman
Ankiq Taofiqurohman Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Orang gunung penyuka laut dan penganut teori konspirasi. Mencoba menulis untuk terapi kegamangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memberikan Anak Gawai, Bagai Menawarkan Mereka Rokok

8 April 2019   19:23 Diperbarui: 8 April 2019   21:54 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadget atau gawai sudah menjadi piranti yang jamak dimiliki oleh generasi sekarang. Seorang balita yang baru tahu tentang sentuhan, terkadang sudah dikenalkan gawai oleh ibu bapanya, bahkan saat sikecil tidur pun tak jarang orang tua memutarkan alunan musik atau ayat-ayat suci melalui gawai. Selain dikenalkan secara langsung, anak kecil sebagai peniru yang baik akan mengikuti kebiasaan orang-orang disekelilingnya untuk menggunakan gawai. Dari mulai melihat, bertingkah menelepon, hingga bermain game dan mencari konten youtube pun sebagian balita sudah bisa melakukannya.

Gawai amatlah sederhana dan ringkas, namun efek yang ditimbulkan olehnya pada anak tidak seringkas bentuknya. Sebagaimana teknologi yang akan memberikan dua efek, pun gawai akan menghasilkan efek positif dan negatif, terutama bagi anak-anak yang belum memiliki kedewasaan untuk memilah efek dari teknologi. Namun jika dihitung untung rugi, nampaknya gawai lebih berpeluang memberikan dampak buruk daripada kebaikan bagi anak.

Adalah betul bila gawai dapat mempercepat proses stimulasi otak anak melalui permainan-permainan yang memancing kreatifitas. Setidaknya ada 4 manfaat teknologi yang difasilitasi telepon pintar untuk proses belajar anak, antaranya anak aktif belajar, dapat berkolaborasi, lebih mudah mendapat masukan dan berkesempatan terhubung dengan ahlinya. Tetapi jika ditinjau lebih dalam, bukankah manfaat-manfaat tersebut dapat diberikan oleh orang tuanya secara langsung, terutama ibunya. 

Secara alami, manusia termasuk kepada kelas Kingdom animalia, artinya manusia mempunyai sifat-sifat insting hewani. Namun manusia diberikan akal sehingga memiliki budaya untuk menekan insting hewani. Pada anak kecil, akal tersebut belum lah berkembang, sehingga lebih banyak menggunakan instingnya. Hewan yang tetap pada insting (tidak memiliki akal) mengajarkan bekal hidup bagi anak-anaknya untuk tumbuh dewasa melalui insting seorang induk secara langsung. 

Begitupun fitrah seorang ibu, harus mengajarkan bekal bagi anak-anaknya melalui insting dan akalnya. Bisa dibayangkan jika seorang ibu mempercayakan akal dan instingnya pada sebuah gadget. Kiranya kurang bijaksana bila seorang ibu lebih mengandalkan gawai untuk memberikan pengajaran dan pelajaran hidup bagi anaknya, terutama hal-hal yang berkaitan dengan bekal hidup kelak seperti agama dan budi pekerti.

Jika dilihat dari sudut pandang pesimistis, gawai sepertinya banyak memberikan pengaruh buruk bagi tumbuh kembang anak. Dari segi kesehatan, mata anak menjadi efek pertama yang terkena imbas dari kebiasaan menggunakan gawai. Otot-otot motorik anak pun cenderung menjadi pasif jika terus terpaku memperhatikan gawai. Dari segi kesehatan psikologi, anak jadi kurang pergaulan dan dapat menjadi apatis pada lingkungan. 

Efek yang paling berbahaya adalah jika gawai telah menjadi candu bagi si anak. Anak akan merasa kehilangan sebagian dirinya saat tak memegang gawai ditiap harinya, hingga lebih parahnya anak bisa menjadi agresif. Secara umum,  gadget berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental anak. 

Efek buruk lainnya dapat menjalar pada keadaan ekonomi orang tua. Sudah banyak kabar, bagaimana anak menghabiskan banyak uang untuk membeli kuota atau token-token sebagai kebutuhan dari game online yang mereka ikuti. Bila sudah menjadi candu, bukan tidak mungkin banyak cara dilakukan sang anak untuk memenuhi kepuasannya bermain game online.

Bila dirunut lebih jauh lagi, sepertinya efek negatif dari gawai nampak seperti keburukan rokok bagi anak. Seorang anak yang belum dewasa akan mencoba merokok dengan dimulai dari mencontoh kebiasaan merokok orang-orang terdekatnya. 

Setelah mencoba, akhirnya menjadi ketagihan dan terus menghabiskan uang untuk membeli rokok. Bila gawai memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik, begitupun juga rokok. Walau penggunaan gadget bisa lebih menguntungkan dari pada rokok, namun penggunaan telepon pintar tanpa pengawasan dan kebijakan, bisa memberikan dampak seperti rokok bagi anak.

Bukankan orang-orang tua dulu tidak mengenal gawai atau internet, tapi hidup mereka lebih berkualitas. Mereka tidak pernah merasa kehilangan saat tak ada sinyal internet. Tidak pula mengandalkan google atau youtube. Atau tidak merasa cemas saat tak ada gadget. Sungguh kenikmatan dari suatu pendewasaan saat mereka tumbuh dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun