Mohon tunggu...
Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pemberantasan Korupsi Melodramatik

8 September 2013   15:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:11 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1378627746177044765

Pemberantasan Korupsi Melodramatik

Oleh Anjrah Lelono Broto *)

Penyidikan kasus korupsi simulator SIM di kepolisian kita adalah satu dari sekian laksa aksi pemberantasan korupsi yang kian samar ujung dan pangkalnya. Penyidikan kasus tersebut bergulir dari terbukanya kembali front KPK vs Polri, penelusuran aset dan istri-istri Irjen (pol) Djoko Susilo, hingga kesaksian Nazaruddin tentang aliran dana ke beberapa anggoa DPR. Ibarat sebuah alur pertunjukkan seni, perkembangan penyidikan kasus simulator SIM ini berjalan dalam tangga dramatik yang melodius. Sehingga, tidak berlebihan kiranya jika pemberantasan korupsi di tanah air seperti halnya Melodrama Korea yang sarat dengan muatan emosi, intrik, dan pesona pelakon-pelakonnya.

Pemberantasan korupsi melodramatik memang mudah mengundang empati publik. Akan tetapi, besar kemungkinan mudah terlupakan karena ada bagian yang sengaja didramatisir, sementara yang lainnya justru dieliminir. Dalam pertunjukkan seni, bagian yang memikat bagi penonton didramatisir hingga emosi mereka dibuat hanyut sedemikian rupa. Sementara, bagian-bagian yang kurang memikat (meski vital) bisa jadi tidak ditampilkan secara utuh. Pada bagian inilah, pemberantasan korupsi terkesan tidak independen, memihak, tebang-pilih, dan memuja-mendiskreditkan golongan tertentu.

Alur cerita pun dikemas secara konvensional dengan happy ending. Kalaupun ada lanturan (dissemination) pada alur, sengaja dibuat mudah ditebak sehingga publik penonton tidak terlalu berat membagi perhatiannya. Dasar pemberantasan korupsi melodramatik adalah pembangunan karakter yang sengaja dilebih-lebihkan. Sosok-sosok protagonis versus antagonis dihadirkan dalam perilaku dan watak yang serbahitam-putih.

Era budaya media di masa kini menjadi alasan utama membudayanya pemberantasan korupsi melodramatik. Douglas Kellner dalam Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and the Postmodern (1995) berkata bahwa budaya media muncul dalam berbagai citraan, suara, dan tontonan yang memproduksi aturan kehidupan keseharian, menguasai waktu luang, membentuk pandangan politik dan perilaku sosial, serta menyajikan berbagai materi yang menjadikan masyarakat menciptakan identitasnya. Nilai moralitas maupun kejahatan, termasuk di antaranya kesadaran tentang pemberantasan korupsi, tak luput dari pengaruh budaya media. Dengan demikian, pemberantasan korupsi paling mudah disampaikan ke publik melalui kekuatan media massa.

Tayangan dan pemberitaan media massa adalah perangkat efektif untuk menciptakan konstruksi pemberantasan korupsi dalam benak publik. Sederet perangkat hukum pemberantasan korupsi, pembelajaran anti korupsi di lembaga pendidikan, maupun tausiyah anti korupsi para ustadz, sukar menggeser konstruksi pemberantasan korupsi yang diciptakan media massa. Mekanisme kerja media massa yang mengandalkan teknik pengerahan kecepatan citraan, tulisan, dan gambar menghasilkan simplifikasi masalah secara hitam-putih tapi memikat.

Televisi, sebagai salah satu media massa yang paling banyak dikonsumsi publik, merupakan medium yang berperan besar dalam konstruksi pemberantasan korupsi melodramatik. Fenomena ini dikuatkan Benedict Anderson dalam yang dimuat di Jurnal New Left Review (May-Jun 2001:42) menyebutkan bahwa televisi adalah ibu yang melahirkan wajah pemberantasan korupsi di masyarakat. Televisi menyampaikan dengan cepat citraan-citraan dan simbol-simbol melalui bahasa yang berbeda bagi beragam karakteristik publik. Publik pun dibiasakan untuk menikmati tayangan televisi tanpa harus melakukan mobilitas berlebih.

[caption id="attachment_277332" align="alignleft" width="238" caption="karikatur djoko susilo (copyright robby gandamana)"][/caption] Inilah sebentuk pemberantasan korupsi melodramatik yang menunjukkan kemujarabannya ketika dikemas sebagai tontonan dikotomis. Tentu saja, konstruksi pemberantasan korupsi melodramatik adalah konstruksi yang banal. Konstruksi pemberantasan korupsi seperti ini hanya bisa mengungkapkan aspek-aspek pemberantasan korupsi secara vulgar. Akting serius aparat penegak hukum, akting santun pelaku tindak korupsi, dan atau akting bijak keluarga pelaku tindak korupsi adalah menu wajib dalam drama pemberantasan korupsi di tanah air. Padahal, pemberantasan korupsi membawa kompleksitas persoalan yang terkait dengan mindset, kultur, dan perangkat hukum yang masih meraba-raba.

Apabila media massa setia menyajikan konstruksi pemberantasan korupsi melodramatik maka publik tanah air akan semakin tenggelam sebagai masyarakat penonton yang terpisah dari aksi pemberantasan korupsi itu sendiri. Padahal, tontonan itu adalah kepura-puraan yang menentukan titik pandangan dan kesadaran. Sehingga, pemberantasan korupsi di tanah air seperti halnya Melodrama Korea semata akan menjadi warisan kepada generasi emas Indonesia di masa mendatang.

************

*) Litbang Lembaga Baca-Tulis Indonesia, email: anantaanandswami@gmail.com.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun