[caption id="" align="alignnone" width="624" caption="Ridwan Saidi, Sumber: Kompas.com"][/caption]
Mungkin masih teringat di benak kita semua, saat Munarman menyiram seorang akademisi dengan air teh di depan saluran nasional TV One. Sikap tidak terpuji yang baru kali ini kembali mewarnai acara diskusi di TV One: Apa Kabar Indonesia Malam pada Jumat (14/03/2014).
Bincang-bincang menghadirkan empat narasumber. Tiga orang berasal dari anggota fraksi Partai yang berbeda: PPP, Golkar dan PDI-P. Orang yang ke-4 adalah BUDAYAWAN Betawi, Ridwan Saidi.
Seiiring berjalannya diskusi, terlihat jelas tiga dari narasumber selain dari kader PDI-P, menunjukkan sikap kontra atas pencapresan Jokowi. Ridwan Saidi khususnya menyatakan tutup telinga atas apapun yang diutarakan kader PDI-P dan hanya ingin mendengar suara narasumber yang lain. Alasannya karena berbeda dengan narasumber PPP dan Golkar, PDI-P disebutnya hanya datang untuk berkampanye bukan berdiskusi.
“Kalau PDI-P wajarlah karena mau kampanye, saya ga perlu denger, ucapnya.
Presenter TV One lalu memberi kesempatan pada Merry Hotma (anggota DPRD DKI Fraksi PDI-P) untuk menjawab argumen kontra pencapresan Jokowi. Namun dengan kasar, Ridwan Saidi mengintimidasi dan menghalangi Merry untuk berpendapat.
“Ape...Jokowi kenape...banjir kenape!” ucap Ridwan Saidi dengan ketus dan bentakan. Adapun presenter TV One terlihat tidak mengambil inisiatif untuk mendinginkan suasana, alih-alih menghentikan sikap agresif Ridwan.
“Duh diam dulu donk babe...” ucap Merry dengan risih. Namun ketika mulai berbicara...lagi-lagi Babe Ridwan memotong dengan sengaja.
Pada akhirnya, kader PPP, lalu mengambil kesempatan untuk memotong dan berbicara. Babe Ridwan pun akhirnya diam dan memberi sinyal tanda boleh bicara. Presenter TV One tidak menunjukkan indikasi untuk mengembalikan hak bicara pada Merry.
Pada akhirnya Merry sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menjawab ucapan kontra argumen pencapresan Jokowi hingga usai acara.
Catatan Penulis:
Mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa penulis memberikan “bold” pada kata BUDAYAWAN diatas. Title “BUDAYAWAN” biasanya identik dengan orang yang berbudaya. Dalam bahasa Inggris, orang yang berbudaya (Menurut Merriem-Webster Dictionary) artinya “CULTURED BEING” yang diterjemahkan menjadi orang yang terdidik dan memiliki budi pekerti yang baik.
Tapi sepertinya definisi di atas SALAH BESAR. Sebagai sosok budayawan dan representasi orang Betawi, definisi “BERBUDAYA” dan “MENJADI ORANG BETAWI” menurut Ridwan Saidi mungkin harusnya sepertiyang ditunjukkan di depan saluran TV One.
Ridwan Saidi sejak akhir 2013, secara misterius berubah sikap 180 derajat pada Gubernur DKI, Joko Widodo. Mendukung penuh Jokowi saat Pilkada DKI setelah jagoannya Alex Noerdin-Nono Sampono kandas di putaran awal Pilgub, Ridwan kini berbalik menjadi salah satu kritikus sentral.
Selain ketidakpuasan atas kinerja Jokowi, Ridwan secara personal tidak senang saat sang Gubernur memutuskan untuk membebaskan ibukota dari tukang topeng monyet. Yang menarik adalah komentar Ridwan yang berbau SARA.
"Saya curiga Jokowi ini punya kepercayaan monyet itu bikin sial dirinya, jadi bawa sial. ADA KULTUR JAWA, DIA KAN KEJAWEN, ya saya khawatir itu motivasi dia nyingkirin monyet," kata Ridwan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/10/2013) seperti dilansir oleh Liputan6.com
Tentu ucapan ini membuat orang mengernyitkan dahi mengingat “SANG BABE” adalah orang yang menentang segala permainan SARA dalam politik khususnya ketika badai tersebut menyerang Jokowi-Ahok saat Pilgub DKI.
Anda Mungkin Tertarik Baca:
1. Tanya Ketua MUI, Negara Mana Yang Jual Air Kemasan?
2. Israel, Palestina, 1948 FAQ
3. Rhoma Irama Profesor Atau Doctor Honoris Causa?
4. Belajar Dari Macau, Tak Selamanya Nasionalisasi Jadi Solusi
5. Jusuf Kalla: Agama Kristen Ada 300 Aliran, Islam Cuma Satu di Indonesia. Kurang Toleran Apa Kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H