Mohon tunggu...
Anjo Hadi
Anjo Hadi Mohon Tunggu... profesional -

"Politikus itu banyak. Tapi Negarawan itu sedikit."\r\n\r\nOnce worked as a journalist for OZIndo (Indonesian-speaking magazine in Australia) and Indomedia Australia.\r\n\r\nFollow me: https://twitter.com/AnjoHadi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar dari Macau, Tak Selamanya Nasionalisasi Jadi Solusi

4 Februari 2014   19:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 3707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_310121" align="aligncenter" width="433" caption="Casino di The Venetian Macao"][/caption]

Kota Macau selalu identik dengan glamornya perjudian dan kasino yang aktif selama 24 jam. The Venetian Macao, tempat penulis bersinggah adalah tempat kasino terbesar di jagad bumi. (Sumber: BusinessWeek.com) Dengan tinggi 40 lantai, tidak hanya kasino dan hotel, mall raksasa yang seolah tak berujung menampilkan berbagai barang bermerk.

[caption id="attachment_310125" align="alignnone" width="448" caption="Kanal Gondola "]

13914522921802247396
13914522921802247396
[/caption]

Untuk menampilkan unsur ala kota Venice, Italia, kanal-kanal buatan dibangun dan tersedia gondola-gondola yang dapat disewa pengunjung untuk menelusuri mall ditemani boatman yang ramah dan dapat bernyanyi dengan suara merdu.

[caption id="attachment_310137" align="alignnone" width="413" caption="Petunjuk Dalam Bahasa Portugis"]

13914531511666086255
13914531511666086255
[/caption]

Keluar dari zona nyaman “The Venetian”, penulis pun meluncur menyusuri kota Macau untuk mendapatkan “street experience” yang tak kalah menarik. Sepanjang jalan berbagai marka dan rambu-rambu dilengkapi dengan bahasa Portugis. Identitas peninggalan kolonisasi Portugis sangat masih kental meski Macau kini sudah menjadi bagian dari Cina sejak 20 Desember 1999. Portugis merupakan satu dari dua bahasa resmi (selain bahasa Kanton) di Macau.

Mata uang yang berlaku adalah Pataca Macau. Namun Hongkong Dollar juga diterima dalam setiap transaksi tanpa ada perbedaan kurs. Terkadang ada juga gerai makanan atau situs wisata yang memasang biaya masuk dengan dollar Hongkong. Tenang saja, mereka juga menerima Pataca Macau. Sewaktu memasuki Museu De Macau misalkan, terdapat plang biaya masuk $15 (Bukan MP). Penulis memberikan uang 14 MP dan HK$1. Uang diterima dan tiket pun diberikan.

1391454273718686401
1391454273718686401

Didalam museum, penulis menelusuri lebih dalam relasi politik antara kolonialisme Barat dan Cina di Macau. Sejak abad 16, kedatangan Portugis mengubah Macau yang awalnya hanya kota biasa menjadi pelabuhan komersial penting antara Barat dan Timur.

Tak hanya pusat ekonomi, Macau juga menjadi pusat aktivitas religius bagi para misionaris Katolik (Katolik adalah agama mayoritas bangsa Portugis). Ordo Jesuit merupakan yang mayoritas saat itu dan mendapat resepsi baik dari Kaisar Cina. Ada alasan menarik dibalik hal ini. Ordo Jesuit bukan sekumpulan orang yang hanya tahu Alkitab dan Yesus. Mereka juga adalah golongan terpelajar dan banyak yang diterima di pelataran Kaisar untuk menduduki jabatan iptek seperti Matematika dan IPA guna memajukan bangsa Cina saat itu.

1391454121407958807
1391454121407958807

[caption id="attachment_310257" align="alignnone" width="498" caption="Reruntuhan Gereja St. Paul di Macau. Berdiri Sejak Abad 16"]

1391516342295492999
1391516342295492999
[/caption] [caption id="attachment_310258" align="alignnone" width="624" caption="Ada Apa Dengan Pulau Jawa?"]
1391516706779159223
1391516706779159223
[/caption]

Faktor “East Meets West” juga mempengaruhi kuliner masakan Macau yang merupakan fusion antara masakan Chinese, Portugis, Afrika dan Melayu.

Tak Selamanya Nasionalisasi Jadi Solusi

Bagi penulis yang lahir di suatu negara dimana nasionalisasi berarti penghapusan budaya dan bahasa asing dari bumi tanah air, eksistensi bahasa Portugis yang berseliweran dimana-mana merupakan hal yang aneh. Apalagi Cina sendiri dikenal dengan arus politik komunisme-nya yang kental. Kultur gambling yang dibangun Portugis sejak tahun 1850 dibiarkan tumbuh dan bahkan didukung lebih giat oleh pemerintah komunis Cina ketika Macau sudah menjadi bagian teritorinya.

[caption id="attachment_310146" align="alignnone" width="280" caption="Indonesia di Mata Cina Masa Lampau"]

13914544161366971027
13914544161366971027
[/caption]

Bicara Macau mengingatkan penulis pada Timor Leste. Keduanya merupakan dua jajahan Portugal yang terakhir. Keduanya sama-sama lepas akibat faktor internal yang sama namun berakhir dengan kisah yang berbeda.

Pada tahun 1974, sebuah kudeta politik di Portugal menciptakan sebuah pemerintahan demokrasi yang baru. Aksi ini membuat cengkraman Portugal atas jajahannya di luar negeri melemah.

Ketika Indonesia melihat situasi ini sebagai kesempatan untuk melakukan invasi besar ke Timor Leste, Cina lewat Menteri Luar Negeri, Huang Ha justru malahan berdiplomasi dan memperbaiki hubungan kedua negara yang sejak lama tidak terlalu baik.

Berdiskusi dengan lihai, RRC tak hanya memenangkan hati Portugal, tapi juga dapat membuat Portugal memutuskan hubungan dengan musuh bebuyutan RRC, Taiwan pada 8 Febuari 1979. Baik Portugal dan RRC sepakat untuk mengakui Macau sebagai daerah teritori RRC, namun masih belum ada kesepakatan soal penyerahan Macau ke tangan RRC.

Sementara itu, Indonesia yang mengandalkan kekuatan militer dan dukungan Amerika Serikat dengan mudah menguasai Timor Leste. Dukungan barat terhadap Indonesia dikarenakan rasa takut Timor Leste dikuasai rejim komunis. Ingat, ini adalah masa Perang Dingin.

RRC sendiri masih harus bersabar. Namun hubungan diplomatik kedua negara membaik seiring dengan kunjungan delegasi kedua negara dari tingkat bawah hingga tingkat kepala negara. Pada 30 Juni 1986, pembicaraan resmi dua negara mengenai status Macau dimulai. Pembicaraan ini terdiri atas 4 sesi terpisah yang berakhir pada 23 May 1987. Lama bukan? Bisa dibayangkan betapa alotnya perdebatan yang terjadi.

Ketika Indonesia sibuk menutup mata dunia dari segala kejahatan perang di Timor Leste, Cina mulai memetik buah hasil kesabaran. Pada 13 April 1987, Sebuah perjanjian bernama “Joint Declaration on the Question of Macau” ditandatangani oleh RRC dan Portugal. Tertulis bahwa masa administrasi Portugal atas Macau berakhir pada 20 Desember 1999.

Dalam perjanjian ini Cina juga memperhitungkan faktor sosio-kultur yang sudah bertumbuh semenjak Macau dipegang Portugal selama ratusan tahun. Berkaca pada Hongkong yang menggunakan sistem “satu negara dua sistem,” Macau pun diberi status “Daerah Istimewa” atau Special Administrative Region.

Sistem kapitalis liberal dan sistem hukum berbasis Portugis yang sudah berkembang dibiarkan hidup dan Macau menikmati hak untuk menjalin hubungan kerja dengan negara atau organisasi internasional seperti WHO atau APEC layaknya negara independen. Macau juga memiliki bendera sendiri. Hanya keamanan Macau saja yang menjadi tanggung jawab militer RRC.

[caption id="attachment_310253" align="alignnone" width="1540" caption="Draft Perjanjian Portugal-Cina Mengenai Nasib Macau. Sumber: Government Printing Bureau, Macau SAR (Klik Kanan - View utk memperbesar)"]

1391513994817197713
1391513994817197713
[/caption]

Pada akhir milenia, Macau akhirnya kembali ke pangkuan Cina. Meski perjanjian “Daerah Istimewa” itu disebutkan berlangsung untuk 50 tahun dan tidak diketahui bagaimana nasib Macau setelahnya, setidaknya win-win solution telah terjadi. Baik Portugal dan RRC menyelesaikan status Macau dengan damai.

Sementara itu di tahun yang sama Indonesia hanya bisa gigit jari, tatkala rakyat Timor Leste menolak referendum unifikasi. Pemberian status “Daerah Istimewa” sudah terlalu terlambat dan terjadi hanya karena Indonesia terdesak dari faktor internal maupun eksternal.

Tamparan terberat adalah mengganti bahasa resmi dari Indonesia menjadi Portugis dan Tetum. Padahal dibawah okupasi Indonesia, bahasa Portugis dilarang karena dianggap sebagai bahasa penjajah. Ah kini siapa penjajah sebenarnya?

Indonesia yang dulunya pernah merasakah pahitnya dijajah, kini tercatat sebagai agresor dan bangsa penjajah tak ubahnya seperti Belanda. Ironis. Jas Merah Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah kata Bung Karno. Indonesia saja meraih kemerdekaan berkat diplomasi bukan kekerasan. Ingatlah akan kekuatan suatu diplomasi.

[caption id="attachment_310255" align="alignnone" width="480" caption="Bukan "Gong Xi Fat Chai" tapi "Kung Hei Fat Choi" di Macau"]

1391514195146732777
1391514195146732777
[/caption]

Anda Mungkin Tertarik Membaca:

1. Israel, Palestina 1948 FAQ

2. Kasus Atut Bukti Wanita Harus Lebih Dipersulit Berpolitik

3. Caleg PKS ini Janji Bisa Berantas Korupsi Dalam Setahun Asalkan.....

4. Jusuf Kalla: Agama Kristen Ada 300 Aliran, Islam Cuma Satu, Kurang Toleran Apa Indonesia?

5. Kontroversi Hak Paten Allah: Ketika Muslim Tidak Terlatih Menghadapi Kesamaan Ketimbang Perbedaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun