Lima tahun yang lalu, bertepatan dengan hari buruh Internasional gabungan karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) perusahaan kontraktor dan privatisasi di Timika melakukan aksi mogok kerja. Hal itu merupakan suatu bentuk protes terhadap kebijakan ketenagakerjaan dari PT Freeport yang merumahkan ribuan pekerja dengan berdalih pada program efisiensi atau forelock. PT Freeport mengambil langkah ini tanpa membahas terlebih dahulu dengan serikat pekerja karena ragu-ragu dengan masa depan operasional dan investasinya di Papua. Akhirnya para buruh menyikapinya dengan mogok kerja sebagai salah satu penerapan hak para buruh. Pengacara para buruh PT Freeport dari LBH Papua, Emanuel Gobay juga mengatakan bahwa pemogokan merupakan salah satu hak buruh karena menunjukkan bahwa mereka masih aktif sebagai buruh PT Freepot yang mana sesuai dengan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, permasalahan itu tak kunjung selesai dan menyebabkan ribuan buruh kehilangan pendapatan tanpa ada kejelasan mengenai gaji ataupun pesangon yang telah menjadi hak mereka. Menurut saya, permasalahan ini merupakan salah satu contoh mengenai teori konflik yang diusung oleh Lewis A. Coser. Yang mana dalam hal ini tergolong pada jenis konflik realistis karena adanya kekecewaan para buruh terhadap tuntutan PT Freeport dalam merumahkan pekerjanya.
Saya mengenal teori konflik Lewis A. Coser dari buku yang berjudul The Functions of Social Conflict (1956). Dalam buku ini, Coser lebih banyak mengkritisi gagasan dan pandangan tokoh-tokoh sebelumnya, seperti mengkritik gagasan-gagasan Parsons yang lebih menjaga keseimbangan dan konsensus dibanding mengupas konflik secara mendalam. Coser juga menuliskan pandangan Georg Simmel yang kemudian dikembangkan menjadi penjelasan-penjelasan tentang konflik yang menarik. Perhatian Coser disini terkait dengan fungsi dan disfungsi suatu konflik sosial. Menurut Coser, konflik tidak selalu bersifat negatif karena adanya konflik juga menyumbang pada peningkatan, adaptasi, dan penyesuaian, baik itu dalam hubungan sosial yang spesifik atau pada kelompok secara keseluruhan. Dalam membahas konflik, Coser membagi konflik menjadi dua, yaitu konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang terjadi yang karena adanya kekecewaan individua atau kelompok terhadap tuntutan-tuntutan khusus dari hubungan sosial. Sedangkan konflik non-realistis adalah konflik yang berasal dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan paling tidak dari salah satu pihak.
Teori konflik lahir pada abad 18 dan 19 sebagai bentuk reaksi atas berkembangnya teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu diperhatikan. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik sendiri adalah pemikiran dari Karl Marx. Lalu, banyak tokoh-tokoh sosiolog yang merumuskan teori konflik, seperti salah satunya Coser. Lewis Alfred Coser atau biasa disingkat Lewis A. Coser lahir di Berlin pada tanggal 27 November 1913. Dia berasal dari keluarga borjuis Yahudi. Semasa hidupnya, Coser pernah memberontak melawan atas kehidupan kelas menengah yang diberikan kepadanya oleh orang tuanya, Martin (seorang bankir) dan Margarete (Fehlow). Saat masa remaja, ia juga bergabung dengan gerakan sosialis. Kemudian, lahirnya pemikiran tentang teori konflik Coser ini pun berawal dari situasi intelektual, sosial, dan politik pada masa itu.
Referensi :
Andryanto, Dian. 2017. "SPSI Freeport: Mogok Kerja Mulai 1 Mei 2017". https://nasional.tempo.co/read/868036/spsi-freeport-mogok-kerja-mulai-1-mei-2017, diakses pada 27 September 2022 pukul 16.17.
Coser, Lewis. (1956). Â The Fungtions of Social Conflict. Free Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H