Bahasa Inggris adalah bahasa  universal karena digunakan sebagai bahasa utama di hampir seluruh  negara di dunia. Selain itu, bahasa Inggris merupakan  bahasa internasional yang sangat penting untuk dikuasai atau dipelajari. Beberapa negara, khususnya bekas jajahan Inggris, menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa kedua yang harus dikuasai setelah bahasa ibu. Meskipun  bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, namun tetap menempati  posisi  penting dalam kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Hal ini terlihat pada dunia pendidikan di Indonesia. Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa mulai dari sekolah dasar hingga universitas (PERMENKES 2016, 2016).
Model pembelajaran bahasa  mengalami perubahan sejak peralihan kurikulum 1984 ke kurikulum 1994. Perubahan ini ditandai dengan adanya perubahan fokus pembelajaran pada saat penerapan kurikulum 1984, pembelajaran terfokus pada penguasaan tata bahasa. Sementara itu, program tahun 1994 digantikan oleh program tahun 2004 dan diperbaiki pada program tahun 2006, sehingga pembelajaran harus berorientasi pada pengembangan 4 keterampilan berbahasa: mendengarkan (listening), membaca (reading), berbicara (speaking), dan menulis (writing). Orientasi pembelajaran  keempat keterampilan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan dan tulisan siswa (Idham, 2014). Metode pembelajaran bahasa Inggris memegang peranan yang sangat penting  dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris. Banyak siswa yang dapat mencapai hasil yang baik dengan belajar dengan metode pembelajaran bahasa Inggris yang tepat. Metode pembelajaran bahasa Inggris adalah kunci pembelajaran. Jika guru menerapkan metode yang tidak tepat dan membosankan, maka kursus akan berakhir. Rata-rata siswa  cenderung bosan dan membenci kelas bahasa Inggris yang berlangsung  hampir dua jam. Konsep pengajaran bahasa asing tidak dapat dipisahkan dari konsep pembelajaran. Meningkatnya pemahaman tentang hakikat perkembangan anak telah memunculkan pandangan konstruktivis tentang pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa, hal  yang paling penting untuk dipahami adalah bahwa pembelajaran bahasa merupakan proses pemerolehan yang bertujuan untuk memperoleh keterampilan komunikasi. Teori pembelajaran bahasa kedua (teori SLA) mengemukakan bahwa seorang anak belajar karena ia perlu dan  dapat memenuhinya melalui pembelajaran bahasa. Teori ini juga berpendapat bahwa keterampilan berbahasa berkembang secara bertahap, dari yang lebih mudah ke yang lebih kompleks (Yamin, 2017).
Kemampuan dan kemahiran dalam bidang apa pun, termasuk berbahasa, dapat dicapai melalui kebiasaan. Perolehan kebiasaan terjadi melalui mekanisme yang disengaja. Untuk membentuk suatu kebiasaan, pertama-tama Anda harus menyeimbangkan tekanan dan paksaan dengan penerapan sanksi secara konsisten. Demikian pula  dalam proses pembelajaran bahasa asing, pembentukan kebiasaan sangat diperlukan, agar bahasa asing  tidak lagi menjadi "bahasa asing" melainkan menjadi sesuatu yang mendarah daging dalam tradisi sehari-hari (Hasan, 2006).
Dalam praktek berbahasa asing terutama bahasa Inggris baik guru dan siswa masih menghadapi banyak masalah ketika proses pembelajaran. Berbagai respon dapat ditemui di kelas terkait masalah-masalah tersebut, khususnya pada sikap siwa selama mengikuti proses pembelajaran, hasil belajar siswa, dan partisipasi dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Untuk memiliki kemampuan bahasa Inggris yang optimal, diperlukan guru bahasa asing yang profesional untuk melatih siswa yang berkualitas. Selain itu, penguasaan materi dan praktik harus dilakukan secara seimbang. Namun, menemukan kursus bahasa yang ideal tidaklah mudah. Selain memiliki pengetahuan yang cukup tentang mata pelajaran, guru bahasa juga harus mengetahui tingkat  bahasa setiap siswanya. Dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi tentunya mendorong seorang guru atau instruktur bahasa agar lebih memperhatikan kondisi siswanya diikuti dengan kesiapan dalam pelaksanaan pembelajaran. Dengan memahami permasalahan yang dihadapi siswa, seorang pendidik dapat melakukan refleksi diri untuk mengatahui seberapa efektif keterlaksanaan proses pembelajaran di kelas dan untuk meningkatkan kualitas siswa. Permasalahan pada pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya ditemukan di level pendidikan dasar, menengah, dan atas, melainkan akan berlanjut sampai tingkat perguruan tinggi (Chen et al., 2016)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI