Mohon tunggu...
Anjelina
Anjelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Pernikahan Beusung di Desa Babai Berkaitan dengan Hukum Islam

27 Februari 2023   19:33 Diperbarui: 27 Februari 2023   19:39 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu tradisi yang kerap dilaksanakan disaat acara pernikahan di Desa Babai yaitu "Bausung" sebenarnya tradisi ini berasal dari Kalimantan Selatan yang dimana mayoritas di Desa Babai menganut suku Dayak Bakumpai. Hal tersebut membuat Dayak Bakumpai lebih bercerminkan pada kebudayaan Kalimantan Selatan. Namun, disisi lain ada juga yang tidak melakukan tradisi Bausung ini disaat melakukan pernikahan dikarenakan faktor ekonomi, atau bisa juga dia tidak punya garis keturunan yang ditetapkan untuk bisa melakukan acara Bausung.

Makna dari "Bausung" ini adalah untuk menyampaikan pesan, bahwa satu pasangan telah resmi menjadi suami-istri. Bausung biasanya dilakukan sebelum bersanding di pelaminan dan sebelum prosesi mandi-mandi atau siraman. Namun seiring waktu, banyak masyarakat yang melakukan Bausung tatkala menuju pelaminan. Selain itu untuk memeriahkan acara bausung tersebut ada beberapa atraksi yang ditampilkan diantaranya Pencak silat atau Kuntau, Manuping, anuman dan masih banyak lagi.

Sebelum proses acara bausung dilangsungkan sang mempelai laki-laki itu dibawa keliling kampung dalam artian rumah sang mempelai laki-laki harus berjarak minimal 2 km dari rumah sang mempelai wanita dikarenakan proses pengusungan tersebut harus diiringi dengan musik gambus guna mengingat akan kecintaan dengan kekasih yaitu baginda Nabi Muhammad saw juga para sahabat-sahabatnya.

Disisi lain ada juga pengaruh terhadap hukum islam karna ajaran pokok islam adalah untuk menghilangkan kepercayaan yang bersifat takhayul, khurafat, dan syirik, menuju keyakinan yang benar yaitu tauhid kepada Allah swt. Sehingga, bagi seorang muslim wajib

hukumnya menjauhi, meninggalkan, serta menghindari dari berbagai macam bentuk kesyirikan sebagai wujud implementasi dari pengakuannya (syahadat). Artinya, seorang muslim harus menerapkan hukum Islam bukan hukum yang dikatakan atau diterapkan oleh nenek moyang. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 170:

"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mengecam orang-orang yang mengabaikan hukum Allah dan justru mengikuti tradisi nenek moyang yang boleh jadi nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk.

Dari penjelasan ayat di atas dapat dipahami bahwa Islam bukanlah agama yang an sich terhadap tradisi atau adat budaya. Islam memiliki karakter dinamis, elastis dan akomodatif dengan budaya lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Artinya, kedatangan Islam tidak serta merta menghapus tradisi yang telah menyatu dengan masyarakat. Namun secara selektif Islam menjaga keutuhan tradisi tersebut selama hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Dikarenakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat adat yang menyangkut tujuan perkawinan tersebut serta menyangkut terhadap kehormatan keluarga dan kerabat yang bersangkutan dalam masyarakat, maka proses pelaksanaan perkawinan harus diatur dengan tata tertib adat agar dapat terhindar dari penyimpangan dan pelanggaran yang akhirnya akan menjatuhkan martabat, kehormatan keluarga dan kerabat yang bersangkutan.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 menyebutkan bahwa : "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketentuan Yang Maha Esa". bahkan dalam pandangan masyarakat adat, bahwa perkawinan itu bertujuan untuk membangun, membina dan memelihara hubungan keluarga serta kekerabatan yang rukun dan damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun