Di dalam mimpi, saya merasa tongkat itu adalah kunci. Tapi di sini, di dunia nyata, saya hanya bisa bersandar pada keyakinan saya, pada doa yang mengalir pelan dari bibir.
Suara desisan perlahan memudar, seiring dengan keyakinan yang mulai memenuhi hati saya. Saya berdiri, menarik napas dalam-dalam, dan memutuskan untuk tidak lari lagi. Saya menatap ke depan, berdiri teguh.Â
Ular dalam mimpi saya mungkin hanyalah simbol, wujud dari ketakutan atau keraguan yang selama ini saya abaikan. Dan saya tahu, satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah dengan berani, bukan dengan lari.
Saat saya melangkah keluar masjid, langit sudah mulai gelap. Namun, saya merasa lebih tenang. Mimpi itu, ular hitam yang mengejar saya, bukan lagi hal yang menakutkan. Saya menyadari bahwa mimpi itu adalah pengingat.Â
Pengingat untuk menghadapi rasa takut, dan mungkin, untuk kembali pada keyakinan saya yang selama ini mulai terlupakan.
Di masjid itu, saya menemukan kedamaian di tengah ketakutan, dan saya menyadari, kadang-kadang, yang mengejar kita bukanlah makhluk yang nyata, tapi ketakutan dalam hati kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H