Malam yang cukup panjang bagi David. Dia terjaga sepanjang malam, memikirkan tentang bagaimana hidupnya yang awalnya begitu pahit dan memuakkan, sekarang seolah-olah ada secercah harapan baginya. Dia teringat akan begitu frustrasinya dia sampai-sampai selfharm adalah satu-satunya jalan baginya untuk melegakan perasaan sakit tersebut. Sakit akan impian yang kandas, sakit akan tekanan di tempat kerja yang sungguh munafik.
David menggenggam selimutnya begitu kencang. Dia takut akan banyak hal. Dia takut tidak bisa membahagiakan Irene, wanita yang selama ini mampu menerima dirinya apa adanya. Namun, sampai kapan? Pertanyaan itu seolah-olah tidak kunjung hilang dari kepala David. Dia takut akan masa depannya yang tidak jelas. Dia ingin pergi dari tempat ia bekerja sekarang, tetapi lantas setelah itu apa? Itulah yang begitu membuat David begitu cemas.
David melihat ke arah jam dinding di kamarnya. Jam menunjukkan pukul setengah 1 malam. David masih tidak bisa memejamkan matanya rapat-rapat. Teringat akan suatu waktu dimana dia mencoba untuk mengakhiri semuanya. Sehingga David tidak akan lagi merasakan rasa sakit yang tiada hentinya tersebut. Hanya saja, semua itu gagal saat Irene berkunjung.
Dan hingga saat ini, perasaan tersebut masih menghinggapi David. Apakah perlu semua ini berakhir? Apakah masih ada asa untuk melanjutkan kehidupan yang kosong ini? Apakah masih ada kesempatan?
Tak terasa pertanyaan-pertanyaan memuakkan itu malah membuat David tidur terlelap.
Keesokan paginya, David menghampiri ibu pemilik apartemen dan memberinya uang.
"Gitu dong, jangan telat ya! Aku usir kau kalau sampai telat!"
Tanpa banyak bicara David meninggalkan ibu itu, dan lantas keluar menghirup udara di luar apartemen. Udara yang begitu busuk. Pemandangan yang sama tiap hari yang David temui. Sampah, tikus, orang menggelandang di sisi-sisi jalan. Seolah-olah kota ini tidak memiliki masa depan. Hanyalah bagai penjara busuk bagi orang-orang yang tidak beruntung.
David mengeluarkan secarik kertas dari saku bajunya. Dia baca baik-baik tulisan yang ada di dalam kertas itu. Kertas itu menunjukkan suatu alamat di sebuah restoran, yang mana sepertinya David belum pernah sambangi.
"Hei, David, sini!" suara Reutte menggema dari kejauhan. David berbalik arah dan melihatnya.