"Jangan lupa bayar tagihan bulan ini!"
Sahutan kencang dari ibu-ibu paruh baya itu dibalas dengan dentuman kencang dari pintu yang tertutup.
Decitan sepatu bergesekan dengan lantai yang licin, membuat suara bising yang bikin sebal pria tersebut. Ia mencantolkan jaketnya di dinding dan lantas mencopot sepatunya yang menyebalkan.
Pikiran kacau sedang menyelimuti isi kepala pria berambut pirang itu. Berulang kali dia menggaruk-garuk kepalanya tanpa sebab, berjalan kesana kemari tak tahu arah sambil mengerang kesakitan.
Padahal, tidak terlihat darah menetes daripada tubuhnya. Tetapi pria itu terus menerus mengerang tanpa sebab. Dia mencoba menahannya agar tidak terdengar dari luar, tapi isi pikirannya tak menggubrisnya.
Dia menendang nendang barang-barang di sekitarnya, dia membantingkan kepalanya ke sofa empuk yang ada di depannya. Dari balik bantal dia erangan kesakitannya masih cukup terdengar jelas. Ia lalu lantas mengigit bantal itu bak anjing kelaparan.
Lalu dia bangkit dan duduk sambil masih memegangi kepalanya. Pria itu tertunduk, lesu tanpa gairah. Serasa nyawanya sudah diambil oleh malaikat pencabut nyawa. Mukanya pucat pasi. Terbengong menatap ke tanah, hingga tak disadari olehnya air mata mulai menetes dari kepalanya.
Ia mengusap air mata itu dengan tangannya. Ia melepas sarung tangan dan melipat kaos lengan panjangnya. Bekas goresan-goresan yang begitu banyak muncul dari baliknya.
Pria itu termenung, terdiam dan hanya menatapi bekas luka tersebut. Lalu ia menutup kembali lengannya. Tiba-tiba dari luar kamarnya, terdengar suara riuh anak-anak. Suara itu memikat perhatian pria tersebut.
Pria itu lantas menghampiri jendela kamarnya, membukanya dan melongok keluar.
Tampak anak-anak itu sedang membully seorang pria tua yang berdandan layaknya badut kota. Badut kota berambut hijau yang sering ia liat mempromosikan toko-toko dengan papan yang seringkali ia bawa.