Mohon tunggu...
Anjas Prasetiyo
Anjas Prasetiyo Mohon Tunggu... lainnya -

Belajar dari Anda Semua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

The Journey Map, Karya Inovasi Media Pembelajaran Geografi bagi Siswa SD

27 Agustus 2013   23:21 Diperbarui: 4 April 2017   17:39 2291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Aku ingin semua anak Indonesia bisa bermain dan belajar dengan alat ini”

-Pesan tertulis seorang siswa kelas IV SDN Ngringin, Sleman-

[caption id="attachment_261895" align="aligncenter" width="1024" caption="Ceria bermain The Journey Map"][/caption]

Berawal dari Lomba Karya Inovasi Mahasiswa (LKIM) UGM

“Belajar itu menyenangkan”. Inilah pemikiran sederhana  yang mendorong saya beserta dua orang teman lainnya untuk menciptakan sebuah karya yang dapat membantu anak-anak SD dalam belajar geografi.  Namanya The Journey Map. Karya ini lahir dari pengamatan masih banyaknya anak yang kesulitan belajar geografi.  Kebingungan yang mereka alami dalam memahami peta dan karakteristik suatu kawasan membuat geografi menjadi pelajaran yang kurang menarik. Hal ini mengusik kami dengan sebuah pertanyaan, bagaimana anak-anak kita akan mengenal wilayahnya sendiri dengan baik bila geografi aja tidak bisa?

Semuanya berawal pada medio tahun 2004. Ketika itu Universitas Gadjah Mada (UGM) menginisiasi Lomba Karya Inovasi Mahasiswa (LKIM) bagi para mahasiswa terpilih yang mengikuti pelatihan kepemimpinan dan pengembangan diri dengan nama ‘Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pembelajaran (SP2MP)’. Tersedia 5 paket hibah dengan nilai yang cukup besar untuk diperebutkan. Sadar kesempatan ini dapat digunakan untuk menjawab kegelisahan di atas, saya beserta teman-teman pun tak menyia-nyiakan waktu untuk segera mendaftar.

Aspek kebaruan dan kegunaan secara luas memang menjadi titik berat dalam poin penilaian dalam lomba tersebut. Namun, tantangannya justru terletak pada syarat  inovasi yang akan dikerjakan. Karya yang dibuat haruslah merupakan hasil dari konvergensi ilmu yang masing-masing kami pelajari di bangku kuliah, yakni ilmu komunikasi, psikologi, dan geografi.  Sungguh menarik bukan?

[caption id="attachment_261887" align="aligncenter" width="819" caption="The Journey Map, gabungan puzzle, ular tangga, dan monopoli."]

13776177281725852381
13776177281725852381
[/caption]

Proses diskusi  panjang tentang karya inovasi kami tempuh. Konsultasi dengan dosen yang relevan kami lakukan. Akhirnya, sebuah konsep produk berhasil kami rumuskan. The Journey Map lahir dari inspirasi  permainan puzzle, ular tangga, dan monopoli yang telah dikenal luas oleh masyarakat.  Dalam konsep kami, ketiga permainan ini digabung sekaligus untuk digunakan sebagai media pembelajaran geografi yang atraktif bagi siswa-siswi SD. The Journey Map akan ‘membawa’ mereka  pada petualangan seru dari satu daerah ke daerah lainnya. Tapi tak terasa, mereka juga sudah belajar di dalamnya.

Alhamdulillah, tim kami akhirnya berhasil mengantongi hibah tersebut setelah menyisihkan banyak tim lainnya melalui seleksi presentasi proposal yang ketat. Tahap awal kami lalui dengan baik, tapi tes sebenarnya ada di tahap selanjutnya.

Antara kepingan puzzle, Ular tangga, dan Monopoli.

Perasaan takut gagal pernah menghantui saat kami memasuki tahap pembuatan alat. Terang saja karena kami belum berpengalaman sama sekali. Namun, keputusan untuk maju terus adalah pilihan bijak yang kami ambil. Bak gayung bersambut, kami kemudian bertemu dengan dua mahasiswa desain berbakat yang bersedia membantu dalam proses pengerjaan alat. Dari kerja sama ini, didapatkan pula jenis bahan yang cocok untuk alat ciptaan kami, serta visualisasinya yang  tepat agar dapat menggugah pemakainya. Rumah kontrakan kecil di bilangan Wirobrajan, Kota Yogyakarta menjadi bengkel pembuatan alat yang rutin kami sambangi sehabis pulang kuliah.

The Journey Map terdiri atas kepingan-kepingan puzzle yang mengikuti bentuk garis batas suatu wilayah atau bentuk sebuah pulau seperti yang tergambar dalam sebuah peta. Konsep ular tangga diaplikasikan dengan pemakaian kotak-kotak angka, serta prinsip naik dan turun dari satu titik ke titik lainnya. Sedangkan Monopoli sendiri meminjamkan prinsip penggunaan kartu, berisi pengetahuan geografi, terutama yang terkait dengan informasi suatu daerah, adat-istiadat, dan sumber daya alam.

Mari bermain The Journey Map

Lalu bagaimana memainkan The Journey Map?. Nah, inilah caranya. Dimainkan secara berkelompok, para pemain bersama-sama harus menyusun kepingan-kepingan puzzle bergambar peta suatu wilayah terlebih dahulu agar membentuk suatu wilayah yang lebih besar dalam kesatuan teritorial. Karya yang kami buat menyajikan peta Indonesia, sehingga  kepingan puzzle Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, serta wilayah lainnya harus disatukan untuk membentuk wilayah negara Indonesia yang utuh.  

Setelah tersusun menjadi peta Indonesia, pemain dapat bermain ular tangga karena pada gambar peta tersebut juga tercantum kotak-kotak bernomor urut dari 1 hingga 100 seperti yang ada dalam permainan ular tangga konvensional. Pointer atau penanda langkah bergambar tokoh kartun lucu dipilih. Dadu dikocok. Pemain menggerakkan penanda langkahnya ke nomor yang disebutkan oleh dadu. Mekanisme ini diulang-ulang sesuai dengan giliran main. Dengan berpindah dari satu kotak ke kotak lainnya, pemain seolah-olah berpetualang mengunjungi berbagai daerah. Informasi tentang suatu daerah yang bersangkutan juga kami sisipkan ke dalam peta, sehingga dapat menambah pengetahuan mereka.

[caption id="attachment_261889" align="aligncenter" width="819" caption="Bermain The Journey Map"]

1377618111234459317
1377618111234459317
[/caption]

Sampai pada kotak-kotak tertentu, pemain akan menemui gambar alat transportasi yang membuatnya boleh naik ke nomor yang lebih tinggi asalkan dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Misalnya, seorang pemain sampai di kota Kupang pada kotak nomor 14. Ternyata ia mendapat kesempatan naik ke Makassar pada kotak nomor 35 bila bisa menjawab salah satu nama suku yang mendiami Sulawesi Selatan. Pertanyaan beserta jawaban tertulis pada kartu bonus harus dibaca dengan lantang. Tujuannya, ia bersama pemain-pemain lainnya dapat menyerap pengetahuan yang tertulis pada kartu tersebut. Di sinilah, peserta dituntut harus mampu mengolah informasi. 

Kejutan lain akan pemain terima saat mendapatkan jebakan yang dinamai ‘bom’ di beberapa kotak. Pilihannya mati atau selamat. Untuk mengetahuinya, pemain yang sampai pada titik itu harus mengambil kartu pengetahuan yang dikocok oleh lawan mainnya terlebih dahulu. Lawan main ini bertugas membacakan pertanyaan seputar pengetahuan geografis yang tertulis pada kartu jebakan tersebut. Bila benar menjawab, maka sang pemain aman. Namun bila salah menjawab,  mau tak mau ia harus turun ke nomor yang lebih kecil sesuai yang diinformasikan di dalam kartu tersebut. Sebagai ilustrasi, jika pemain sampai di kotak nomor 48 di mana Papua Barat berada, maka ia akan ditanya hasil tambang dari Papua Barat. Jawaban benar berarti selamat. Namun, jika salah jawab, pemain harus turun ke kotak nomor 28.   

Sukses Uji Coba hingga Menyabet Juara

Pada saat uji coba alat di SDN Ngringin, Depok, Sleman, Yogyakarta tanggal 4 November 2004, The Journey Map mendapatkan sambutan yang sungguh luar biasa, baik dari murid maupun  guru yang mengajar di sana. Para siswa di sekolah ini merasa terbantu dalam belajar geografi dengan menggunakan alat ciptaan kami. Tak kalah penting untuk dicatat, proses belajar dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan  dapat tercipta. Ada harapan dari mereka bahwa karya kami bisa diproduksi segera, sehingga bisa digunakan secara luas. Meskipun tak dapat dipungkiri bila alat yang kami ciptakan ini masih perlu penyempurnaan lagi.

[caption id="attachment_261892" align="aligncenter" width="600" caption="Uji coba The Journey Map di SDN Ngringin, Sleman."]

13776189581182551153
13776189581182551153
[/caption]

Kerja keras kami akhirnya terbayar. Kami diganjar sebagai juara I Lomba Karya Inovasi Mahasiswa (LKIM) UGM 2004. Hadiah sebesar 3 juta rupiah kami kantongi. Satu momen yang tak terlupakan hingga kini adalah piagam penghargaan atas karya inovasi kami  diserahkan langsung oleh Prof. Dr. Bambang Soedibyo, menteri pendidikan pada waktu itu, kepada kami tepat pada malam perayaan dies natalis UGM yang ke-54.

Dengan torehan prestasi ini, kami mendapat kesempatan untuk memamerkan The Journey Map pada Pameran Hasil Penelitian dan Karya Inovasi UGM 2004. Bangga rasanya karya inovasi kami bisa bersanding dengan karya dan hasil penelitian lain dari civitas akademika UGM. Tak disangka, respon pengunjung begitu besar. Selama tiga hari pameran, booth kami selalu penuh sesak dengan pengunjung. Mereka rela antri untuk mencoba memainkan alat ciptaan kami dan bertanya banyak mengenai aplikasinya pada dunia pendidikan. Sepertinya, mereka tak sabar untuk segera memilikinya setelah beredar di pasaran.

The Journey Map, karya kami untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun