Mohon tunggu...
Anjas Prasetiyo
Anjas Prasetiyo Mohon Tunggu... lainnya -

Belajar dari Anda Semua

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menggali Makna Toleransi dari Romansa Dwi Wangsa Candi Plaosan

11 Februari 2018   20:27 Diperbarui: 11 Februari 2018   22:00 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Plaosan (Photo credit: Dian Pradita)

Bangsa ini tengah diuji dengan cobaan berat terhadap keragamannya. Bila dahulu, keragaman menjadi lem pelekat yang menyatukan banyak orang dengan latar belakang berbeda. Kini tak jarang fitrah bangsa tersebut malah menjadi garis yang memisahkan antar golongan. Faktanya, pemaksaan kehendak terhadap suatu kelompok masyarakat untuk menjadi sama dalam hal pandangan, keyakinan, dan prinsip hidup acapkali terjadi di beberapa daerah. Kita seolah lupa jika kejayaan masa lalu bangsa Indonesia, saat masih berbentuk kerajaan, sejatinya dibangun di atas fondasi keragaman.

Untuk menggali kembali ide tersebut, tak ada salahnya kita menyiarahi warisan masa lalu. Salah satunya adalah Candi Plaosan yang menyimpan ajaran keragaman. Meski tak setenar Candi Prambanan, bukan berarti Candi Plaosan tak layak dikunjungi. Justru dengan suasana sepi, kita bisa merenungkan eksistensi candi itu. Terletak di Dusun Plaosan, Klaten, Jawa Tengah, candi ini mudah sekali dijangkau. Bahkan kita bisa menyambanginya, setelah berwisata ke Candi Prambanan karena letaknya yang saling berdekatan. Kita hanya diwajibkan membayar tiket masuk  Candi Plaosan sebesar Rp5.000,00 per orang.

Melangkah 11 abad ke belakang, Candi Plaosan merupakan saksi hubungan harmonis dua agama; Hindu dan Budha. Adalah Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Pramodhawardani dari Wangsa Syailendra yang beragama Budha bekerja sama untuk membangun candi itu. Suami-istri ini, meski menikah karena alasan politis saat itu, tetap dianggap memberi teladan kerukunan dua penganut agama berbeda kepada rakyatnya.

Gerbang Candi Plaosan Lor (Photo credit: Dian Pradita)
Gerbang Candi Plaosan Lor (Photo credit: Dian Pradita)
Dari segi letak, Candi Plaosan berdekatan dengan Candi Prambanan yang berukuran jauh lebih besar. Di sini, terkandung pesan toleransi di mana tempat peribadatan dua agama berbeda dapat berdiri berdampingan. Bahkan di dalam komplek Candi Prambanan itu sendiri, terdapat Candi Sewu yang bercorak Budha.

Dipisahkan oleh sebuah jalan, Candi Plaosan terbagi menjadi Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Candi Plaosan Kidul merupakan kumpulan candi-candi berukuran lebih kecil. Sedangkan, Candi Plaosan Lor memiliki dua candi induk dengan ukuran besar. Masing-masing dikelilingi 116 stupa perwara 58 candi perwara. Hanya beberapa bangunan perwara yang masih utuh hingga kini. Kebanyakan sudah lapuk dimakan zaman. Sebuah bekas bangunan mandapa dengan arca Bodhisatwa yang berbaris rapi, ditemukan di sebelah kiri candi induk bagian utara. 

Arca Bodhisatwa Duduk pada Dinding Mandapa (Photo credit: Dian Pradita)
Arca Bodhisatwa Duduk pada Dinding Mandapa (Photo credit: Dian Pradita)
Tak hanya siapa pembangunnya, kerukunan diantara dua agama tersebut tercermin dalam arsitektur candi. Bila diamati, bangunan candi induk merupakan perpaduan gaya Hindu dan Budha. Gaya bangunan Hindu melekat pada badan candi yang bercirikan bentuk kubus. Sementara itu, puncak candi berbentuk genta yang merupakan ciri khas bangunan peribadatan agama Budha. Deretan candi-candi perwara yang mengiringi dua candi induk  juga mengusung arsitektur keduanya. Ada yang berantap lancip serupa candi-candi Hindu. Ada pula yang berbentuk stupa khas bangunan Budha. Mereka tersusun silih berganti seolah merangkumkan pesan harmoni.

Relief Laki-laki Terpahat pada Dinding Candi Induk (Photo credit: Dian Pradita)
Relief Laki-laki Terpahat pada Dinding Candi Induk (Photo credit: Dian Pradita)
Dua candi induk berada tepat di tengah tanah lapang yang kini ditumbuhi rerumputan. Untuk memasukinya, kita perlu melalui sebuah gapura Paduraksa. Begitu melewati gapura, nampak berdiri gagah dua candi induk dengan relief indah yang menempel pada dindingnya. Relief perempuan terukir pada dinding candi utara. Sedangkan, relief laki-laki menghiasi dinding candi selatan. 

Dengan relief yang menggambarkan gender berbeda ini, seolah Candi Plaosan hendak berkata bahwa manusia telah berbeda secara alamiah sejak mereka lahir. Ada perempuan. Ada laki-laki. Perbedaan ini adalah hakiki. Namun, keterpaduan diantara mereka berdua dengan peran masing-masing akan membuat hidup lebih bermakna. Memasuki ruangan candi, kita akan disambut oleh tiga arca Budha yang sedang duduk berderet di atas padmasana. Namun, sayangnya ada arca yang telah hilang dicuri.

Rupa Candi Plaosan dari bawah Pohon Bodi (Photo credit: Dian Pradita)
Rupa Candi Plaosan dari bawah Pohon Bodi (Photo credit: Dian Pradita)
Tempat favorit saya setiap kali berkunjung ke Candi Plaosan adalah pohon Bodhi. Terletak di pojok timur laut dari candi induk bagian utara, saya bisa duduk-duduk ngadem di bawah rindang dedaunannya. Dari titik ini, lanskap Candi Plaosan bisa ditangkap mata secara utuh. Dalam beberapa kesempatan, saat duduk di sana, sebuah renungan singkat selalu membawa saya pada pemahaman betapa jeniusnya nenek moyang kita. Mereka berupaya mewariskan pesan kerukunan kepada generasi penerus yang diabadikan melalui sebuah bangunan candi. Berkaca pada hal ini, sudah sepantasnya bila kita berupaya mewujudkan nilai itu dalam kehidupan sehari-hari.

~Salam Kerukunan~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun