Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo secara resmi melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo mengenai polemik pembangunan pabrik semen di Rembang. Surat tersebut berisi permintaan agar Presiden melakukan moratorium pabrik semen di Provinsi Jawa Tengah.
Melalui surat yang dikirim tertanggal 27 Desember 2016 itu, permintaan moratorium dilakukan Ganjar lantaran masyarakat masih terbelah menjadi kubu pro dan kontra terkait penambangan dan pendirian pabrik semen di Rembang.
Pada suratnya tersebut, Ganjar juga memberikan catatan penting mengenai isu kerawanan sosial yang terus menjadi perdebatan masyarakat, sehingga jika diteruskan akan mendatangkan konflik yang berkepanjangan.
Adapun yang menjadi tiga catatan penting Ganjar dalam surat tersebut: pertama, soal mayoritas potensi bahan baku semen di Jawa Tengah berada di wilayah Pegunungan Kendeng. Sementara masyarakat masih banyak yang mencintai kearifan lokal dari pegunungan Kendeng tersebut. Jika pabrik semen dibangun di sana, maka akan berpotensi menimbulkan konflik kontraproduktif.
Namun yang menarik, pabrik semen di Rembang ternyata tidak dibangun di kawasan pegunungan Kendeng. Zona pegunungan Rembang tidak termasuk pada zona pegunungan Kendeng, sehingga tidak akan merusak  kearifan lokal di Pegunungan Kendeng sebagaimana yang dikhawatirkan oleh mereka yang menolak pabrik dengan alasan merusak lingkungan pegunungan Kendeng.
Kedua, masyarakat di kawasan karst sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani yang memanfaatkan lahan di sekitar cekungan karst (doline) sebagai lahan pertanian yang dikelola masyarakat. Jika lahan tersebut diambil oleh perusahaan, maka kekhawatiran mereka juga akan memacu konflik, sebab takut tidak lagi memiliki mata pencahariaan.
Terkait catatan kedua tersebut, sekiranya perlu kita pahami bersama bahwa pabrik semen Rembang juga tidak akan menggali apalagi memanfaatkan karst yang sekiranya dapat menimbulkan kerusakan kawasan pegunungan. Jika dikatakan perusahaan akan mengambil lahan yang menjadi cagar budaya masyarakat sekitar tersebut, tentu hal tersebut itu tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan milik BUMN tersebut.
Terakhir, soal alih status kepemilikan lahan. Lahan yang ditambang merupakan milik perorangan atau masyarakat, menjadi milik swasta, membuat masyarakat tidak dapat memiliki tanahnya kembali.
Padahal, jika kita selidiki lagi, jauh sebelum pabrik Semen Indonesia datang ke Rembang, penambangan liar sudah sering dilakukan oleh oknum-oknum illegal bahkan juga perusahaan asing. Kekhawatiran yang diungkapkan oleh kubu kontra ini tentu tidak logis jika dibandingkan dengan peristiwa penambangan liar yang telah terjadi.
Oleh sebab itu, Gubernur Ganjar mengusulkan bahwa Presiden sekiranya dapat menerbitkan moratorium terkait pendirian pabrik semen di Provinsi Jawa Tengah dalam waktu tiga hingga lima tahun mendatang.
Surat tersebut tidak hanya ditujukan kepada Presiden Jokowi saja, namun juga akan ditembuskan kepada sejumlah menteri yaitu Menteri Perindustrian, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Badan Lingkungan Hidup Pemprov Jateng, Kepala Dinas ESDM Jateng, dan Kepala Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Jateng.