Pro kontra pembangunan pabrik semen Rembang, Jawa Tengah, milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk tidak kunjung usai. Sampai saat ini, semua pihak masih menunggu keputusan dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar operasional pabrik semen di Rembang bisa berjalan.
Sedikit kilas balik, berdirinya PT Semen Indonesia (PT SI) di Rembang sudah mendapat kecaman dari para penolak semen Rembang sejak tahun 2010. Berbagai proses hukum silih berganti dan telah dipenuhi oleh PT SI dalam upaya memenuhi segala tuntunan.
Namun, lagi-lagi para penolak semen Rembang tetap merasa tidak puas jika tuntutannya untuk menutup pabrik Semen Rembang yang nilai investasinya mencapai Rp4,97 triliun belum terealisasi. Para aktivis penolak semen Rembang menempuh berbagai aksi jalanan sebagai usaha untuk memenuhi kepentingan mereka.
Ada satu hal menarik di balik aksi para penolakan semen Rembang. Selain keliru menyoalkan isu lingkungan sebagai bentuk perlindungan Pegunungan Kendeng (padahal zona pabrik semen Rembang tidak berada di zona Kendeng, tetapi di zona Rembang), serta keberadaan pabrik semen Rembang ini dinilai berada di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT).
Padahal, saat ini setidaknya terdapat 15 perusahaan semen yang beroperasi di atas wilayah CAT di Indonesia. Perusahaan tersebut antara lain Indocement Pati yang terletak di Kudus, Holcim Cibinong di daerah Bekasi dan Bogor, Indocement Cibinong di Bekasi dan Bogor, Garuda di Karawang, Indocement di Palimanan Cirebon, Semen Bima di Cilacap, Semen Tuban, Holcim Tuban dan Lasem), Indocement di Tarjun Pagatan, Semen di Watu Putih Rembang, Semen Tonasa dan Semen Bosowa di Pangkajene Kepulauan, Semen Padang Solok, Semen CONCH di Palangkaraya Banjarmasin, hingga Semen Baturaja.
Hal yang lebih menariknya lagi, keberadaan pabrik milik PT SI yang dianggap berada di kawasan Pegunungan Kendeng (sekali lagi, sebenarnya ada di zona Rembang dan bukan termasuk sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) atau dikenal dengan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo yang meliputi Pati, Grobogan, hingga Blora), mendapat berbagai penolakan keras, khususnya dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Tetapi, ternyata ada PT pabrik semen lain yang kini sedang mempersiapkan kehadirannya di Pati, yakni PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), anak perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Sejak 6 Maret 2017 lalu, PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) telah mendapatkan izin MA dan akan melanjutkan proses perizinan usaha penambangan produksi dan perizinan lainnya dalam rangka pembangunan pabrik semen di Pati.
Di kutip dari Murianews.com, PT SMS sudah memperoleh ketetapan hukum dan akan melanjutkan ke proses perizinan usaha penambangan produksi dan perizinan lainnya. PT SMS hanya tinggal menunggu izin dari Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Gunretno sang dalang dibalik aksi penolakan pabrik semen Rembang.
Satu kesamaan persis dari PT SMS milik Indocement dan PT Semen Indonesia adalah merupakan perusahaan semen. PT SMS milik Indocement akan berdiri di Pati (kawasan zona pegunungan Kendeng), sedangkan PT SI di Rembang. Tetapi mengapa penolakan yang sangat massif dan agresif hanya dilempar pada PT SI? Padahal, jika isu utamanya karena merusak lingkungan, seharusnya hal tersebut berlaku bagi setiap perusahaan semen yang akan berdiri dikawasan tersebut.
Mengapa demikian? Sangat jelas keberpihakan para penolak semen Rembang dan menganak emaskan PT Indocement di Pati. Semoga para penolak semen Rembang dapat sadar bahwa perlakuan mereka tidak adil, dan semoga keadilan akan menegakan berdirinya PT Semen Indonesia di Rembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H