Gunretno, ketua Kelompok Kerja Forum Karst Sukolilo untuk penyelamatan Pegunungan Kendeng yang anggotanya terdiri atas para profesor dan doktor lima universitas. Gunretno, Jembatan Sedulur Sikep yang punya prinsip “senajan ora sekolah aja nganti kalah” (meskipun tidak sekolah, jangan sampai kalah). Gunretno, penolak keras berdirinya pabrik Semen Indonesia di Rembang namun juga mendukung perusahaan Asing Indocement di tanah kelahirannya, Pati.
Lalu, ada apakah dengan Gunretno sehingga ia mampu memimpin para doktor bahkan professor dari lima Universitas? Kenapa ia ngotot sekali untuk menang dan melawan pabrik semen di Rembang padahal pihaknya tidak mempermasalahkan adanya pabrik Indocement di Pati? Mari kita urai satu per satu.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah salah satu perusahaan yang memproduksi semen di Indonesia, namun bukan perusahaan milik negara Indonesia. Sekali lagi ditegaskan, bukan perusahaan milik negara. PT Indocement merupakan perusahaan semen milik Hiedelberg group, Jerman.
Sejak Desember 2016 lalu, saat Gunretno melakukan long march melawan pendirian pabrik semen Indonesia di Rembang, PT Indocement telah mengantongi surat izin lingkungan dari Kemenkuham. Jadi, apakah tindakan long march Gunretno ini merupakan pengalihan isu semata? Sebentar dulu, mari kita buka lagi keran informasi lainnya.
Hingga hari ini, perdebatan sengit terkait pendirian pabrik semen di Rembang masih berlanjut. Tentu kita semua tahu siapa yang menjadi tanda penolakan pabrik semen di Rembang ini. Betul, namanya masih Gunretno. Meskipun kita belum mengetahui siapa dalang yang ‘bermain’ di belakang Gunretno namun masing-masing dari kita ‘mungkin’ sudah punya list terduga.
Bebeberapa waktu lalu beredar foto pertemuan antara Gunretno dan Direktur PT Indocement Franky Welirang. Dari dokumentasi foto, antara Direktur Franky dan Gunretno tampak sangat akrab. Keduanya duduk bersila dan saling berhadap-hadapan, seperti ada pembicaraan serius yang sedang mereka bincangngkan.
Sekali lagi, ‘mungkin’ masing-masing dari kita sepintas sudah menyimpulkan ada apa diantara mereka. Gunretno yang selama ini mati-matian menolak pabrik semen di Rembang dengan alasan kerusakan lingkungan dan atas nama petani, namun ternyata memiliki hubungan akrab dengan petinggi perusahaan Jerman tersebut.
Melihat kondisi ini, tentu kita teringat dengan pertanyaan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Sama seperti kita, Gubernur Ganjar juga mempertanyakan kenapa perlawan terhadap pabrik Semen Indonesia, perusahaan milik BUMN itu begitu kencang, sedangkan perusahaan yang jelas milik asing dipersilakan. Jika alasannya merusak lingkungan, tentu mestinya kedua pabrik ini sama-sama akan merusak lingkungan, atau paling tidak ada dampak kerusakannya. Meskipun lebih lanjut kita tidak bisa menakar ukuran dampak dari keduanya, yang jelas, sekali lagi jika alasannya adalah kerusakan lingkungan, Gunretno juga perlu menolak adanya pabrik Indocement di Pati. Apalagi Pati sebagai kampong kelahirannya. Bukankah sebagai orang yang ‘dianggap’ sebagai pejuang rakyat dia juga harus menyelemarkan daerah dan rakyatnya? Semoga ada kabar baik dari Gunretno soal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H