Mohon tunggu...
Anjar Supriyono
Anjar Supriyono Mohon Tunggu... -

Dudu bondho dudu rupo, Mung atine dadi tetaline. Guyub rukun kadyo, Pepindhane mimi lan mituno

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Mbok, Maafkan Anakmu yang Lama Tidak Menyapamu

21 Desember 2013   05:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Le Njar, sik ngati-ngati yo kerjo neng Jakarta, simbok wis ora iso ngrawat kowe, kowe wis gedhe kudu biso mandiri. Ojo lali yo Le, suk nek nikah simbok di kabari, Sing gede pangapuromu y0 le, simbok ninggalke kowe” ucap simbok sambil sesenggukan memlukku saat aku mengantarnya pulang ke kampung halamanya.

Dan itu adalah momen terakhir aku melihat wajah simbok secara langsung.

---

Kerja di Ibukota membuatku seakan hidup ini hanya untuk kerja dan kerja terus. Kesibukan itulah yang membuat aku lupa menanyakan kabar simbok. Kadang simbok yang menghubungiku, via telepon, tapi entah karena kesibukanku atau ketika sedang capek-capeknya aku tidak mengangkat telepon simbok. Waktu itu mungkin aku berpikir, paling-paling simbok cuma nanyain gimana kabarnya, sudah makan belum. Mbok, aku sudah besar gak usah diingatkan untuk makan, nanti juga makan sendiri.

Mungkin waktu itu aku merasa sudah bisa mencari uang sendiri, sudah bisa ngirimin uang simbok,  dan gak merasa berkewajiban untuk ngobrol dengan simbok.

Libur lebaran pun tiba, saatnya mudik ke kampung halaman, dan bertemu dengan simbok. Kurang 3 hari lebaran aku sudah sampai di kampung. aku merasa ada yang disembunyikan simbok, karena sikapnya agak lain dari biasa. Kadang terdiam sendiri di depan ruang tv, melihat tv tapi seakan pandanganya kosong. Entah apa yang ada di benaknya saat itu.

Lebaran kurang 1 hari lagi, tapi simbokku sudah repot sendiri mengemasi barang-barangnya. Aku yang penasaran pun langsung bertanya sama simbok.

“Mbok, ajeng tindak pundi kok pakaiannya di lebetne tas gedhe-gedhe sedanten?”

Simbok pun dengan terbata menjawab pertanyaanku,”Le Njar, saiki wis waktune le, wektune simbok meninggalkan rumah ini, meninggalkan kamu dan semua kenangan dirumah ini. Wis 3 tahun simbok sendiri hidup di kampung setelah kepergian bapakmu”

Aku tercekat mendengar jawaban simbok, tiba-tiba bibir ini terucap tanpa suara. Aku teringat apa yang pernah diucapkan simbok dulu setahun setelah kepergian bapak, simbok bilang kalau sudah lewat 3 tahun kepergian bapak, mau kembali ke kampung halamanya untuk merawat orang tuanya. Aku gemetar, bulir-bulir air  pun mulai jatuh dari sudut mataku. Dengan lirih aku menimpali jawaban simbok

“Mbok, Simbok kok tega ninggalin aku sendirian mbok, dulu dirumah ini kita hidup bertiga, bapak, simbok sama aku, setelah bapak meninggal simbok tinggal dirumah sendiri dan aku pergi merantau ke jakarta”

“Le Njar, simbok sebenernya gak tega ninggalin kamu, tapi bagaimana lagi, simbok mung simbok kuwalon, bapakmu wis ora ono, simbok pingin bali ne kampung wae ngurusi simbahmu wis sepuh” Simbok pun berderai air matanya.

Aku peluk simbok dengan eratnya, aku gak mau kehilangan orang yang aku sayangi lagi.

“Mbok, senajan simbok bukan ibu yang melahirkan ku, tapi simboklah yang telah merawatku hingga dewasa sekarang mbok, Simbok jangan pergi mbok, kalau simbok pergi aku sama siapa mbok, aku kesepian dirumah ini” dengan sesenggukan aku peluk erat tubuh simbok.

---

Sekarang sudah 1 tahun berlalu setelah kepergian simbok dari rumah, rumah yang dulu ramai walau cuma tinggal bertiga, sekarang dibiarkan kosong. Tiada lagi aura kehidupan disana, hanya perabotan berdebu dan dinding-dinding dingin yang menjadi saksi bisu kehidupan kami dulu.

Simbok sekarang entah dimana, sejak kepergiannya aku belum sempat menyapanya, Menjenguknya dan memeluknya. Mungkin nanti Januari 2014 aku pulang aku sempatkan untuk menemui simbokku. Mbok maafkan anak mu ini yang mungkin melupakanmu.  Mbok, Maafkan Anakmu Yang Lama Tidak Menyapamu. Kudoakan Simbok tetap sehat, agar bisa menjagaku dalam setiap doa selesai sholat dan bisa dipertemukan lagi.

Walau bukan ibu kandungku  tapi simboklah yang telah mengurus, mendidik, dan menemaniku tumbuh. Pelajaran hidup yang simbok berikan dengan ketulusan kasih sayang yang diberikannya tidak kalah dengan kasih sayang seroang ibu kandung. Kehadirannya simbok adalah hikmah dari Alloh SWT atas ketentutan yang telah digariskan kepada ku. Ditinggal ibu kandung, diganti dengan seseorang yang mencintai dan menyayangi kami dengan tulus.

Sampai hari ini, dan kapanpun aku tentu tidak akan mampu membalas segala kebaikannya. Hanya doa, sujud dan tetes air mata di sepertiga malam terakhir semoga menjadi bagian dari baktiku kepadanya. Teriring harapan semoga segala kebaikannya diberi balasan setimpal, di akhirat kelak.

Peluk jauh dariku.

Aku sayang Simbok, kemarin, hari ini, dan selamanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun