Mohon tunggu...
anjal kahfi
anjal kahfi Mohon Tunggu... -

selalu ingin berproses

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Anak Rembulan (1) #harus mengulang di titik nol#

26 September 2014   01:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di sebuah kota kecil, Probolinggo. di sanalah kisah ini bermula. Di tengah ganasnya matahari yang melahap sebagian permukaan bumi, lahir lah bayi mungil. Dengan bau anyir darah yang khas dia menangis saat keluar dari dinding rahim ibunya. 24 juli 1990 pada saat itulah Tuhan menjanjikan kehidupan yang baru bagi bayi tersebut,. Tidak lupa pula tuhan membekali segala sifat yang di takdirkan menjadi hak manusia. Sang bidan yang mahir menangani kelahiran dengan sigap langsung memisahkan bayi tersebut dari orang tuanya untuk di bersihkan. Kejernihan air menyeka pori – pori kulitnya, mengusir bau anyir yang mengitari tubuh mungil itu. Dengan sabar dan telaten bidan tersebut membersihkan jasad bayi merah itu.Setelah selesai membersihkan, bidan tersebut membalutnyadengan kain jarik. Langkah yang tegas dan sigap di ambil untuk segera kembali dan menyerahkan bayi itu pada orang tuanya. Sang ayah menyambut dengan kedua tangannya. Wajah sumringah, dansenyum seribuceria mewarinai kelengkapan hidup ayah, demikian juga ibu merasakan hal yang di rasakan oleh ayah, mereka berdua kini sudah secara sah menjadi sebagai seorang ayah dan ibu. Dengan bukti bayi yang baru saja di hasilkan dari benih cinta mereka berdua.

Kemudian ayah mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telingah kiri. Sebagai bentuk tradisi dalam ajaran agama yang mereka anut. Tujuannya agar sang anak bisa mengenal siapa Tuhannya dan apa agama yang telah di wariskan dari orang tua. Suara lantang dengan nada lirih menghujam di telinga bayi tersebut. Air mata kasih sayang ayah jatuh tanpa di sadari. Suasana menjadi syahdu. Semuanya yang berada dalam bilik tersebut terdiam.Setelah selesai melakukan tradisi dalam ajaran agamanya, ayah memberikan bayi tersebut kepada istrinya

“ anak kita laki – laki bu” gumam ayah saat menyerahkan bayi mungil itu pada istrinya.

“ laki – laki atau perempuan sama saja mas. Inikan anak pertama kita, jadi harus kita syukuri saja kepercayaan dan amanah Tuhan yang telah di berikan kepada kita untuk merawat dan menjaga anak ini.” Sahut ibu.

“ iya istriku, kamu benar. dan yang paling penting anak dan ibunya selamat dalam proses kelahiran” timpal ayah.

Kemudian bu bidan meminta ijin untuk pergi keluar. “ ya sudah, kalau begitu. Saya mau pamit keluar dulu. Nanti jika bapak butuh sesuatu, anda bisa hubungi saya lagi. Permisi”

Dengan senyum yang ringan sepasang suami istri menjawab “ iya bu, terima kasih atas bantuan dan tawarannya. “

“Kita beri nama siapa ya mas bayi mungil ini?” Tanya ibu.

“Bagaimana kalau kita beri nama Muhammad Alif. ?” itu tawaran yang di berikan pada sang istri.

“ bagus juga mas namanya. Mulai sekarang nama kamu Muhammad alif. “ sambil tangan lembut sang ibu membelai dahi anaknya.Senyum kebahagiannya tak terbendung lagi dari mulut ibu.

Hari – hari di lalui oleh keluarga kecil tersebut. Waktu yang tak kenal kompromi terus saja berjalan. Berteman kesunyian bayi tersebut tumbuh menjadi kanak – kanak. Alif harus hidup dalam himpitan sunyi dan sepi di karenakan sang ayah mendapatkan kepercayaan dari perusahaan tempatnya bekerja untuk menjalankan salah satu aset perusahaan organda. Dengan imbalan fasilitas yang sederhana, sang ayah menggunakannya dengan amanah.Ayah alif memiliki pekerjaan ganda, jika pagi hingga sore dia harus bekerja di kantor perusahaan organdanya, namun setelah pulang ke rumah ayah alif tidak berdiam diri. Dia harus menerima dan menjaga uang hasil setoran yang di berikan oleh sopr – sopir untuk kemudian di setorkan kepada pemiliknya. Bisa dikatakan ayah alif sangat sibuk sekali jika berada di rumah maupun di luar rumah. Sedangkan sang ibu hanya menjadi ibu rumah tangga yang mengurus segala keperluan rumah dan mengurus anaknya.

Tiga tahun sudah terlampaui. Yang dulunya hanya bayi merah kini menjadi kanak – kanak. Dalam usia tersebut kedua orang tuanya sudah mampu menghadiahkanseorang adik perempuan. Semenjak alif mempunyai adik, kesunyian yang menemaninya telahpulang dalamperaduan.Hari – harinya selalu ramai jika berada di samping sang adik. Kesepian yang selama ini setia, kini telah pergi tanpa pesan. Keikhlasan seorang kakak untuk menemani adiknya telah mengubah kehidupan dan kesendiriannya.Jika saja alif meninggalkan adiknya sejenak. Ibu langsung mengingatkan alif. Layaknya anjing yang mencium aroma tak dikenalnya, maka secara otomatis dia akan menggong – gong. Sebab sang ibu selalu berpesan kepada alif.

“ jangan sampai dan jangan pernah kamu mencoba untuk meninggalkan adikmusendirian, adik mu masih butuh teman untuk menjaga dan menemaninya. “ kata – kataitu selalu di ulang setiap hari oleh ibunya.

Rupannya alif mengerti dengan apa yang dikatakan orang tuanya. Namun yang namanya kanak – kanak dia masih mempunyai sifat semaunya sendiri. Suatu saat alifmelihat burung yang terbangnyasarmasuk kedalam rumahnya.Dia berusaha mengusir burung itu walau kemungkinannya sangatlah tipis sekali. Sebab tubuh alif masih terlalu kecil. Dia hanya bisa melompat – lompat saja dengan mendongakkan kepalanya ke atas.

“ Hai burung, jangan masuk kerumah alif. Huush ,,hussh,,,husssh,,ayo keluar burung.” Sambil mengejar burung tersebut yang berputar – putar di dalam.

Awalnya alif mungkin merasa sanggup mengusir burung itu sendirian tanpa bantuan dari ibunya. Tapi, lama – kelamaan alif menyerah. Dan akhirnya dia meminta bantuan juga kepada ibunya..

“ ibu, ibu, . . ada burung masuk ke dalamrumahini….” Dengan segala daya dan upayanya dia tetap berusaha mengusir burung tersebut.

Ibu pun datang dengan tenang. “ oalah alif. Kok gak bilang dari tadi. Ya sudah sini ibu bantu buat mengusir burungnya.”

Akhirnya alif dan ibunya bekerja sama untuk mengusir burung yang salah masuk. Cukup lama mereka berdua untuk mengusirmakhluk yang mahir terbang tersebut. Namun upaya kerja sama mereka berdua membuahkanhasil juga.Hewan itu berhasil mereka usir dan bisa terbang bebas kembali pada alamnya. Alif menghela nafas panjang. Mungkin dia merasa lelah karena baru saja mengusir hewan bersayap itu. Namun sepertinya aliftidak menghiraukan rasa itu, buktinya dia langsungmenemui adiknya lagi dan mengajaknyabersendau gurau.

Suatu hari alif mempunyai niat jail kepada adiknya. Dia ingin menggoda adiknya sampai menangis. Keusilan si sulung ini memang bukan main, akhirnya dia menjalankan aksinya. Alif menggoda adiknya dengan cara merebut mainan dari tangannya.Dengan wajah meledek dan menjulurkan lidahnya , si kakakmasih tetapmenggodanya.Dia menunggu moment dimana adiknya harus menjerit dengan iringan tangisan. Tak lama kemudian usaha alif sukses berat.Adiknya menangis dengan lantang.Jika sudah menangis demikian, alifsegera mengembalikanmainan yang sudah di rebut.Sungguh senang bercampur bangga saat itu di hati alif.

Namun ibu yang mendengar suara jerit tangis anaknya yang ke dua, dengan cepat menghampiriya.

“ Kenapa adik mu nak?” tanya ibu dengan wajah bingung menatap adik.

Lantas ibu pun menggendong dan berusaha mendiamkan adik.Alif hanya diam, dengan wajah penuh ketakutan alif hanya diammembisu. Kepalanya tertunduk takluk.Kemudian ibu mencoba menebak diamnya alif.

“ jangan – jangan kamuya yang membuat adik mu menangis. ? pertanyaanibu kepada alif dengan nada lirih.

“ Kalau tidak mengaku,nanti ibu laporkan pada ayah mu loh….”

“ hayo, ngaku saja tidak apa – apa kok nak.Dari pada nanti ibu bilang sama ayah, terus alif kena marahi ayah. “

Alif semakin resah dengan desakan pertanyaan ibu. Sebab dia sangat takut pada ayahnya. Karena jika ayahnya sedang marah, sorot tajam mata sangayah mapu membekukan kenakalan alif.

Akhirnya tanpa pikir panjang dia pun langsung menjawab pertanyaan ibu. “ iya bu maaf, adik menangis gara – gara alif. Alif sengaja merebut mainan adik supaya adik menangis.” Dengan kepala tertunduk dan bibir yang manyun alif mengatakan demikian. Namun ibu tidak langsung memarahi alif. Karena perempuan itu tahu dimana dia harus menghargai kejujuran seorang bocah yang masih berusia 3 tahun. Sebenarnya dalam hati sang ibu, dia merasa bangga dengan kejujuran anaknya, ya walaupun harus dengan sedikit ancaman. akhirnya alif meminta maaf pada ibu.

Dengan rengekan khas anak kecil dia menyampaikan permintaan maaf kepada ibu. Sambil memainkan kedua tanganya dia berkata “ maafkan alif bu, alif sudah nakal sama adik.”

Ibu pun menerima permintaanmaaf alif dengan syarat,alif tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. “ ya wes, ibu maaf kan alif. Tapi kalau sampai alif mengulangi lagi, ibu akan langsung bilangsama ayah soal kenakalan kamu nak. “

Dengan sedikit menggerutu alif pun mengiyakan syarat yang di berikan oleh ibu. “ enggeh -enggeh bu. Alifjanji gak bakal nakal lagi kok bu.”

Mendengar perkataan alif ibupun langsung menyuruh laif untuk menemani adiknya lagi. Sebab ibu meninggalkan cucian yang lumayan banyak.

Alif pun kembali bermain bersama adiknya. Untuk hari ini dia sudah tidak berani lagi mengerjai adiknya.Namun yang namanya anak kecil masih saja mempunyai pola pikir yang liar. Mereka ingin tau dan mencoba hal baru tersebut. Keesokan harinya alif memulai lagi keusilannya terhadap adiknya tanpa menghiraukan teguran ibu yang di lontarkan kemarin padanya. setiap hari alif menjalankan kesuilannya terhadap adiknya. Walaupun tiap aksi alif mendapat teguran dari ibu, namun si sulung tidak mengindahkan teguran tersebut. Akhinya kejengkelan ibu pun memuncak. Merasa pitamnya sedang di pancing oleh putranya sendiri, ibu merasa geram. Tanpa disadari alif ayahnya pulang kerja labih awal. Berbeda dengan alif, ibu yang mengetahui kepulangan suaminya, langsung mengadu kepada suaminya yang baru saja pulang dari kerja.. Dengan tenangnya ibu berbicara dengan ayah.

“ Yah, alif itu loh sekarang kok hobi banget membuat nangis adiknya, coba ayah nasehati dia ” dengan dingin ayah menanggapi pembicaraan ibu.

“ yah wajar toh bu kalau anak kecil itu akrab dengan keusilannya. Ya sudah coba ayah yang menegur alif sekarang.” Sambil melonggarkan pakaian kerjanya.

Langkah santai mengiringi kaki yang sedang berjalan masuk ke dalam rumah. Aliftercengang melihat ayah yang sedang berdiri di hadapanya. Dengan wajah yang penuh ketakukan dia hanya diam saja.Suasana jadi hening, hanya tangis adik yang mewarnai keheningan tersebut.Bagai tersambar petir, alif sangat ketakutan mendengar ayahnya bicara.

“kenapa le kemau kok ganggu adik mu sampai bisanangis begini. ?” si sulung hanya diam tak berdaya mendengar pertanyaan ayahnya.

Dia masih tetap diam dan menundukkan kepala, dia tidak berani menatap wajah sang ayah. Kerutan di dahi semakin memperjelas ketakutan nya saja. Lama menunggu jawaban dari putranya, tangan ayah pun langsung menggendong putrinya yang sedang menangis. Sambil berusaha mendiamkan putrinya,

laki – laki kepala rumah tangga itu tetap berdiri di hadapan si sulung dan berkata “ jawab toh nak? Kalau kamu gak mau menjawab, nanti ayah gak masih kasih uang lagi sama kamu.”

mendengar kata uang alif sangat tergiur dan berniat untuk menyelesaikan diamnya. “ aku cuma main – main sama adik dan meminjam mainannya, tapi tidak diberikan. Ya sudah, terpaksa aku merebut darinya.”

mendengar jawaban dari putranya, ayah hanya menggelengakan kepala saja. “ kamu ini mbok ya ngalah sama adik mu sendiri toh le. Sebagai kakak, kamu harus ngerti.”

Akhirnya alif langsung meminta maafpada ayahnya. permintaan maaf pun diterima. Tangan si sulung langsung di raihnya dan mengajaknya untuk keluar berjalan – jalan sejenak. Dari kejauhan senyum ibu terpancar, wanita itu senang jika ayah sama ankanya bisa rukun seperti itu. Mereka pun akhirnya keluar untuk menghirup udara segar.

Hari – hari semakin indah di keluarga itu. Kini si sulung sudah berusia 4 tahun, di angka tersebut orang tuanya memasukkan alif di sekolah taman kanak – kanak. Awal mulanya dia sangat gembira melihat lingkungan sekolah. Si sulung seperti menemukan dunia yang baru dalam hidupnya. Alif memiliki sedikit kelebihan yang jarang sekali di punyai anak berusia 4 tahun. Sebab semua teman – temannya ketika ke sekolah, rata – rata selalu di temani orangtuanya hingga mereka pulang sekolah, kenyataan itu sangat terbalik dengan alif. Sewaktu berangkat sekolah, hanyalah tukang becak saja yang mengantarkan kepergiannya. Bahkan pulang pun juga demikian. Dalam hati kecilnya sebenarnya dia iri melihat kemesraan teman – temannya di sekolah bersama orang tuanya. Namun secara spontanitas dia sadar, bahwa di rumah masih ada adiknya yang harus di jaga sama ibu. Begitulah hari – hari si sulung ketika dia berangkat sekolah. Namun dia memiliki hari yang spesial diantara hari yang lainya. Hari itu adalah hari minggu. Di mana pihak sekolah memberi kebijakan untuk para siswanya belajar di rumah alias libur.

Namun pada faktanya bocah kanak – kanak itu tidak memanfaatkan hari liburnya untuk belajar dia lebih senang menghabiskan masa libur bersama adiknya. Minggu menjadi berkesan di mata alif.

Sudah 6 bulan berlalu yang jalani oleh si sulung dalam dunia pendidikan. Suatu hari sang ibu memberi kabar kepada putra sulungya kalau dia sebentar lagi bakal mempunyai adik lagi. di perutnya sudah ada jabang bayi yang berusia sekitar 7 bulan.Si sulung menyambutnya dengan senang sekali. Ueforia ala kanak – kanak menghisai tubuh bocah itu. Hanyalah senyum manis yang diriingi ibunya. Ketika ayahnya pulang dari kerja alif memberi tahukan kabar ini kepadanya. Lelaki itu berusaha mengimbangi keceriaan putranya. Sebab dia sudah tahu lebih dulu perihal kehamilan istrinya. Keceriaaan pun berlanjut.

Keceriaan putranya di berlanjut lama, di hari minggu yang biasanya penuh kemesraan untuk keluarga, ssat ini bertolak belakang. Entah apa yang ada di benak ibunya. Siang itu semua anggota keluarga sedang asyik berkumpul di kamar. Mereka besendau gurau dengan lepas. Tak ada tanda – tanda yang mencurigakan dari wajah – wajah familier itu. Di tengah gurauan itu,tiba – tiba ibu beranjak. Sontak suaminya melemparkan pertanyaan pada gesture tubuh istrinya.

“ mau kemana bu? “ sambil membalikkan kepalanya dengan sisa – sisa senyuman yang masih ada.

“ gak kemana – mana kok yah, aku cuma mau ke kamar mandi saja.” Jawab wanita itu sambil berjalan menuju pintu kamar.

Namun hal yang tak lazim di lakukanoleh istrinya adalah kenapa dia keluar harus dengan menutup pintu. Karena sejak dari tadi mulut pintu di biarkan menganga. Tapi hal itu tidak di sadari oleh semua yang ada di dalam kamar dan tetap asyik di atas ranjang. Tak lama kemudian tercium bau yang sangat khas. Aroma gosong menyibak hidung sang ayah. Aroma itu masuk melalui celah pintu yang masih kosong. Respon cepat di berikan lelaki paruh baya itu. Dengan gegas dia membuka pintu kamar.

Dengan mata terbelalak dia melihat kobaran api yang bersumber dari tumpukan baju yang sengaja di bakar. Alif langsung menyusul di belakang ayahnya. Kepala rumah tanggaitupun juga terhenyak melihat si jago merah sedang bertamu dirumahnya. suasana berubah menjadi mencekam. Kepanikan melanda alif dan ayahnya. Yang lebih mencengangkan lagi, ternyata sumber masalah itu berasal dair istrinya sendiri. Hal itu terbukti oleh kedua bola mata suaminya sendiri yang melihat istrinya sedang mengimbal baju yang tertata rapi di dalam lemari dan di taruh dalam kobaran si jago merah. Hal itu membuat suaminya semakin bingung dan dan tak tahu harus berkata apa. Apalagi istrinya sedang dalam kondisi hamil 7 bulan.

Akhirnya sang ayah berusaha mengevakuasi kedua anaknya untuk keluar rumah. Sesampainya di halaman depan. Lelaki itu langsung mencari bantuan keluar, untung saja rumah mereka tidak jauh dari bibir jalan, sehingga memudahkan untuk mencari bantuan. Di pinggir jalan tersebut ada beberapa orang tukang becak.

“ tolong , tolong, tolong….tolong “ dengan nafas tersengal di meminta pertolongan. Aksi cepat tanggap di berikan oleh para tukang becak tersebut.

“ ada apa pak? Kok kayaknya sedang dalam masalah. “ dengan wajah polos tukang becak tersebut bertanya.

“ di rumah saya ada kebakaran pak.” Dengan sisa – sisa nafas sang ayah berusaha memberi tahu soal kejadian yang ada di rumahnya.

“ apa pak, kebakaran…ya sudah, ayo kita padamkan apinya sama – sama.” Dengan langkah panjang para tukang becak tersebut menuju rumah alif.

Sumua yang ikut serta dalam aksi sosial itu berupaya untuk menjinakan si jago merah. Kemudian sang ayah berusaha mendekap istrinya agar tidak bisa meneruskan aksinya lagi. Dengan meronta – ronta perempuan yang dalam dekapan lelaki itu memberontak tak meminta melepaskan dekapan suaminya.

“Lepaskan aku mas, lepas. . . . . “ sambil berteriak – teriak tak karuan dan berusaha melpaskan dekapan suaminya. Entah setan atau iblis mana yang bersemayam dalam tubuh istrinya saat itu. Tak lama kemudian perlawanan perempuan dari dua orang anak dan bayi yang sedang ada dalam rahimnya itupun berhenti. Dia terbujur lemas di atas tanah. Entah tenaga nya sudah habis atau merasakan penyesalan atas perbuatannya yang merusak hari minggu putra sulungnya yang selalu indah.

Si jago merah berhasil takluk di tangan para pengemudi becak. Dan semuanya membantu untuk membersihkan sisa – sisa bekas kobaran api. Tuan rumah pun ikut serta untuk membersihkan sis rumahnya. Namun kali ini alif hanya di perbolehkan untuk melihat saja sambil menjaga sang adik dalam pelukannya. Dengan mata telanjang si alif menyaksikan kerja bakti yang tak pernah ada di dalam rumahnya. Sang ibu masih terkapar di atas tanah. Kemudian ayahnya masih tetap membersihkan.

Isi rumah pun sudah bersih dari puing – puing kain yang terbakar. Sedikit demi sedikit orang pun meninggalkan kediaman alif. Hanya tersisa dua orang yang masih ada di kediaman alif dengan membawa kendaraan kerjanya. Namun bocah 4 tahun itu tidak bisa mengusir air mata yang mengalir dari matanya dan mata sang adik. Dengan keadaaan terheran – heran ayah berjalan menghampiri tubuh istrinya. Dan di belakang nya ada dua orang yang menemani. Ternyata ayah alif ingin membawa ibunya kembali pulang ke rumagnya. Kebetulan ibu alif asli orang kota itu. Tanpa pikir panjang suaminya langsung membopong istriunya naik ke atas becak. Dan memulangkannya kermuah orang tuanya. Alif dan adiknya ikut pula menaiki becak yang satunya. Secarta beriringan mereka sekeluarga menuju rumah nenek alif.

Sesampainya di sana, dengan penuh amarah, lelaki kepala rumah tangga itu langsung mengembalikan istrinya ke pangkuan orang tuanya.

“ bu, aku sengaja memulangkan anak mu karena kelakuannya sudah tidak di bisa aku toleril lagi. hampir saja dia membakar seluruh isi rumah.” Dengan nada yang teramat kesal laki – laki berbicara pada mertuanya.

Sambil memeluk anaknya, dia pun menanyakan hal itu pada anaknya. “ apa benar yang dikatakan oleh suamimu itu ndok?” dengan helaian penuh kesabaran pertanyyan itu terucap dari bibir orang tuanya.

Namun bukan jawaban yang terucap, hanya teriakan – teriakan yang terlontar dari bibir anaknya. Suara itu memicu para tetangganya untuk berkumpul melihat keadaan yang sedang terjadi. Dalam sekejap rumah itu sudah ramai oleh kerumunan tetangganya. Rasa penasaran yang besar menimbulkan pertanyaan kecil di bibir mereka. Saling tanya satu sama lain membuat kicauan – kicauan ringan yang memeberi corak dalam masalah rumah tangga di keluarga alif. Hentajkan suara yang cukup keras memecah kicauan kalangan tetangga yang menonton di halaman rumah.

“ sudah, mulai sekarang aku kembalikan dia kepadamu bu. Aku sudah tidak sanggup lagi mengurusnya. Dan talak ke 3 langsung aku jatuhkan kepada anak mu ini. Keputusan ku untuk bercerai denganya sudah bulat. “ kini amarah lah yang menguasai suaminya. Imajinasinya gelap. Nuraninya sudah tertutup. Pintu maaf sudah terkunci rapat. Kegelapan sudah benar – benar berkuasa atas dirinya.

Tanpa pikir panjang dia meninggalkan rumah itu dan dengan membawa alif. Anak ke dua dari hasil perkawinan mereka berdua. Ia tinggal di rumah itu. Alif pulang dengan ayahnya, dengan penuh rasa sesal di dalam hati sang ayah, dia hanya bisa memeluk buah hati sulungnya dalam perjalanan. Air mata tak henti- hentinya mengucur dari mata ayah. Hingga akhirnya suara kanak – kanak alif memecah suasana.

“ ayah, kenapa ibu sama adik kok gak ikut pulang?”ucap alif pada ayahnya.

“ ibu sama adik ingin menginap di rumah nenek. “ jawab ayah dengan kebingungan memberikan penjelasan kepada putranya.

“ kalau begitu alif juga pengen ikut nginep di rumah nenek juga ya ayah?” sahut alif.

“ kalau alif mau nginep di rumah nenek, alif nginepnya di rumah nenek yang satunya saja. Biar adil ya nak.” Jelas ayah yang bermaksud menitipka anaknya pada orang tuanya sendiri.

“ ow, nenek yang rumahnya sangat jauh itu ya ?”

“ benar sekali nak. Besok alif akan di jemput sama nenek. Kamu mau kan nginep di rumah nenek?” lelaki itu berusaha memberikan tawaran terhadap putranya.

“ mau kok yah. “ jawab alif dengan gembira.

Keesokan harinya, nenek pun datang kerumah alif. Sedangkan ayah sudah menyiapkan segala keperluan anaknya selama di titipkan kepada orang tuanya. Akhirnya alif pun di bawa oleh neneknya. Dia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada kedua orang tuanya. Sebab sang ayah tak punya ejaaan yang pas untuk menjelaskan masalah yang sedang merundung. Perjalanan pun berlangsung antara alif dan neneknya. Selama kurang lebih sekitar satu jam mereka habiskan di atas kendaraan. Setelah sampai di terminal kota yang di tuju, mereka berdua turun. Sekarang mereka beralih kendaraan. Becak adalah alternati yang ideal untuk menjagkau ke rumah nenek.Selama 15 menit mereka habiskan di atas roda tiga dengan tenaga manusia.

Sekarang sampai lah mereka di tempat yang di tuju. Kaki yang belum turun dari becak, teriakan seorang perempuan sudah menyambut alif. Dengan rasa penuh keheranan di dalam otak alif melihat orang itu. Sebab dia terasa asing dalam kehidupan alif.

“ Aliiiiiiiif…….? Teriak wanita itu.

Sayangnya alif hanya diam saja. Alif merasa bingung dengan lingkungan barunya yang dimana itu adalah kampung halaman ayahnya sendiri. Setelah turun dari becak dan nenek pun membayar ongkos becaknya. Kini suasana baru yang di jajaki oleh alif. Babak kehidupannya pun menjadi lain. Namun di situlah awal dari kehidupan alif yang sebenarnya. Awal dari kebutaan seorang anak yang tidak tahu menahu masalah orang tua. Awal yang di mana dia hidup tanpa adik. Dan akhir dari keegoisan ayah dan ibunya.

Apakah alif dan adiknya adalah tumbal kebijaksanaan sikap dan keputusan kedua orang tuanya?

##bersambung##

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun