Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan telah dibagi beberapa aspek pendidikan sebagai penunjang belajar mengajar. Salah satunya adalah pendidikan Islam guna untuk mengembangkan nilai-nilai keislaman seseorang. Pendidikan Islam ini sangat dibutuhkan untuk masa depan tiap orang, mengapa? Karena, pendidikan Islamlah yang mengajarkan tentang akhlak-akhlak dan budi pekerti seseorang. Ya, akhlak dan budi pekerti sangatlah penting, karena itu adalah hal pokok yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan. Akhlak yang baik dan budi pekerti luhur, menjadikan seseorang tersebut menjadi sosok yang mampu berfikir dan bersikap bijak. Seperti, akhlak yang baik untuk menghargai seseorang. Siapapun yang mau menghargai orang lain, nanti ia pun akan dihargai oleh orang lain juga.
Pembahasan
 Pendidikan Islam akan melahirkan insan-insan yang mampu menyeimbangkan antara kemampuan emosional, intelektual, dan spiritual. Selain itu, juga membentuk individu muslim yang mampu mengajarkan nilai-nilai keagamaannya kepada orang lain. Al-Qur'an dan Hadis dijadikan sebagai sumber dari pendidikan Islam, agar pendidikan Islam menjadi terarah sesuai dengan nilai-nilai keislamannya. Segala aspek kehidupan manusia sudah dijelaskan di dalamnya. Dalam segi pendidikan, sesorang harus mampu mengimbangi antara ilmu dan agama. Keduanya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, karena mereka saling melengkapi satu sama lain. Muncul sebuah pernyataan bahwa, "Ilmu tanpa agama, buta. Dan agama tanpa ilmu, pincang". Salah satu contoh dari pernyataan tersebut adalah dengan adanya penyalahgunaan ilmu. Dimana ada sesorang yang berpendidikan kemudian menjadi pejabat tinggi Negara, namun ia melakukan korupsi. Seseorang yang mampu menyeimbangkan ilmu dan agama akan mengerti kemana arah yang harus ia tuju tanpa adanya persimpangan dalam menempuh pendidikan yang sesungguhnya.
 Ada 3 jenis pendidikan yang berkembang di Indonesia. Pertama, Sekolah umum yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Nasional (Diknas). Kedua, Madrasah yang berada di bawah naungan Departemen Keagamaan (Depag). Dan yang ketiga, Pondok Pesantren. Sekolah umum dan madrasah merupakan pendidikan formal, sedangkan pondok pesantren merupakan pendidikan non formal. Sekolah umum lebih cenderung mendalami pengetahuan umumnya. Madrasah mengajarkan imbang antara pelajaran umum dan pelajaran keagamaan. Sedangkan pondok pesantren, cenderung mempelajari tentang kajian-kajian keagamaan. Biasanya, dengan menggunakan kitab-kitab kunimg yang kemudian diberi arti dan dijelaskan isinya oleh kyai yang biasa dikenal dengan istilah Ngaji wethon dan sorogan.
Potensi pondok pesantren yang cukup besar dan dinilai mampu untuk dikembangkan sistem pendidikannya, menjadikan beberapa pondok pesantren yang dengan niat tekadnya membangun perguruan tinggi di lingkungannya. Misalnya, Universitas Hasyim Asy'ari (Tebu Ireng Jombang), Universitas Wahab Hasbullah dan Institud Agama Islam Bani Fattah (Bahrul Ulum Jombang ), dan Institut Pendidikan Darussalam (Gontor). Di dalam pesantren, terdapat sebutan khusus untuk guru dan muridnya, yakni "Kyai" sebutan untuk guru (Mu'allim) dan "Santri" untuk Murid (Muta'allim). Selain itu, ada juga panggilan khusus untuk putra dan putri kyai, yakni gus (untuk putra kyai) dan ning (untuk putri kyai). Di era global saat ini, ada jenis-jenis pesantren yang berkembang di Indonesia. Diantaranya, pondok pesantren salaf, pondok pesantren modern, dan pondok pesantren salaf modern. Dari masing-masing pondok pesantren tersebut pasti memiliki perbedaan.
Pondok Pesantren Salaf merupakan nama lain dari pondok pesantren tradisonal. Pesantren salaf ini masih kental ajarannya seperti awal mula berdirinya pesantren di zaman walisongo. Diantara cirinya adalah: (1) Rasa hormat, patuh, dan tunduk terhadap guru masih sangat kental. Misal ketika ada guru yang lewat di depan murid, maka murid tersebut berhenti dan menunduk menghadap guru tersebut. (2) Proses pembelajarannya masih menggunakan metode tradisional. (3) Yang dikaji hanya ilmu-ilmu keagamaan dengan sarana kitab kitab kuning. (4) Cara berpakaian yang masih sangat tradisional, yakni dengan menggunakan sarung misalnya. (5) Siapapun bebas masuk tanpa seleksi. Salah satu contoh pondok pesantren salaf ini adalah Sidogiri Pasuruan dan Lirboyo Induk Kediri.
Di era globalisasi seperti ini pastinya dunia semakin maju, baik dalam hal pendidikan dan IPTEKnya. Di pondok pesantren modern ini mengikuti pada kemajuan zaman. Diantara cirinya adalah: (1) Di lingkup pesantrennya memiliki pendidikan formal, seperti SD/MI, SMP/MTs, SMK/SMA/MA. (2) Mengedepankan metode bahasa dan IPTEK dalam pembelajaran. (3) Pendaftarannya dengan sistem seleksi dan dengan biaya yang tidak murah pula. (4) Kurang adanya penguasaan mengkaji kitab kuning tetapi mengajarkan kebahasaan. (5) Tidak ada batasan dalam cara berpakaian seiring berkembangnya zaman. Tapi bukan berarti mereka membuka aurat. Hanya saja berbeda dengan santri salaf yang cenderung memakai sarung. Salah satu contoh pondok pesantren modern adalah Gontor.
Pondok pesantren salaf modern merupakan perpaduan antara pondok pesantren salaf dan pondok pesantren modern. Tak ada yang ditambah dan yang dikurangi dari keduanya, namun pondok pesantren ini justru menggabungkan keduanya. Diantara cirinya adalah: (1) Memiliki pendidikan yang bersifat formal seperti SD/MI, SMP/MTs, SMK/SMA/MA, bahkan perguruan tinggi. Dan juga pendidikan yang bersifat non formal seperti madrasah diniyyah. (2) Bermetodekan bahasa dan IPTEK dalam proses pembelajarannya. (3) Pendaftaran menggunakan sistem seleksi. (4) Pengkajian kitabnya juga tak kalah dengan pesantren salaf. (5) Cara berpakaian masih ada yang memakai sarung meskipun tidak semua. Di pondok pesantren salaf modern ini, selain mendalami pendidikan formal seperti sekolah juga masih kental dalam mendalami kajian kitab-kitab kuning. Salah satu contoh pondok pesantren salaf modern adalah Bahrul Ulum Jombang.
Kesimpulan
Paparan tersebut menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan salah satu pendidikan yang kental akan keislamannya. Sistem pendidikan Islam di dalamnya dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Sudah terbukti bahwa tidak hanya orang yang sekolah umum saja yang mampu menjadi pejabat-pejabat tinggi Negara, tetapi santri juga bisa menjadi pejabat tinggi Negara. Contohnya seperti KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menjabat sebagai presiden Indonesia ke 4, Bapak Dr. H. Imam Nahrawi, S.Ag. M.KP sebagai mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang masa mudanya adalah seorang santri. Selain itu, ada juga mantan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, yaitu Bapak M. Hanif Dhakiri, S.Ag., M.Si dan KH. Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden Indonesia saat ini. Bukan berarti santri hanya bisa mengaji, mengaji, dan mengaji, mereka juga belajar pengetahuan-pengetahuan yang lain meskipun tidak di sekolah formal. Dari berkah mengaji itulah seorang santri mampu menjadi orang sukses, mendapatkan apa yang di cita-citakan, bahkan apapun yang tak akan pernah terduga. Dengan adanya pendidikan Islam yang diberikan kepada anak didik diharapkan mampu memunculkan penerus bangsa yang adil. Selain itu mencetak generasi yang berakhlakul karimah dan berbudi pekerti luhur. Seperti kata Gus Dur, bahwasannya di zaman yang semakin maju ini, kita harus pandai dalam memadukan pendidikan Islam klasik dan pendidikan barat modern yang sesuai dengan ajaran Islam dengan tetap mempertahankan nilai-nilai ajaran Islam.