Orang-orang harus menyadari bahwa AS dan India adalah bekas jajahan Inggris serta negara demokrasi multikultural. Kedua negara berbagi banyak nilai, dan tantangan yang sama seperti terorisme dan perubahan iklim dan tentunya ingin bekerja sama untuk mengatasinya. Ada tingkat ketegangan dan ketidakpercayaan antara kedua negara.
India ingin mempertahankan otonomi strategisnya dalam hubungan internasional, Memiliki kebijakan tersendiri terhadap Rusia, yang berbeda dengan AS. Merupakan satu-satunya negara di dunia yang aktif di Shanghai Cooperation Organization (SCO), Brazil, Russia, India, China dan Afrika Selatan (BRICS) serta G20. Tahun ini, India akan menjadi tuan rumah keketuaan SCO dan G20.
Para ahli memperkirakan India berada di pusat perpecahan global yang pahit, terutama terkait perang Rusia di Ukraina. Tapi ini juga kesempatan bagi India untuk memposisikan dirinya sebagai suara Global Selatan dan sebagai mediator potensial antara Barat dan Moskow.
India diperkirakan akan mengadopsi sikap netral terhadap Ukraina, seperti yang telah dilakukan di masa lalu. Namun, pejabat senior kementerian luar negeri mengatakan baru-baru ini bahwa India bertekad untuk fokus pada isu-isu yang "sama pentingnya" seperti kenaikan inflasi, tekanan utang, kesehatan, perubahan iklim, serta ketahanan pangan dan energi di negara-negara berkembang.
"Saya benar-benar percaya bahwa India memiliki peluang terbaik dari semua negara untuk mencoba mengadakan negosiasi perdamaian antara Rusia dan bukan hanya AS, tetapi sebenarnya Barat," ujar Derek Grossman, seorang analis yang berfokus pada Indo-Pasifik di RAND Corporation, kepada kantor berita Associated Press.
Baru-baru ini, hubungan antara AS dan India telah meningkat pesat. Keduanya adalah anggota grup QUAD dan bekerja erat di kawasan Indo-Pasifik. India dapat menjadi negara penting bagi AS untuk melawan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.
Beberapa organisasi dan media Barat memiliki bias anti-India.
Menurut Indeks Kebebasan Pers Dunia 2022 , peringkat India turun dari 133 menjadi 150 dari 180 negara.
The Economist menyebut India sebagai "demokrasi yang cacat", sementara pada tahun 2021 Institut V-Dem menganggap negara ini sebagai "otokrasi elektoral".