Karena pertumbuhan ekonominya yang mengesankan, China telah muncul sebagai pemberi pinjaman terbesar di dunia untuk negara-negara berpenghasilan rendah.
Utang negara-negara miskin kepada kreditur Paris Club telah menurun dari 28 persen pada tahun 2006 menjadi 11 persen di 2020. China, yang bukan anggota Paris Club, gencar menawarkan pinjaman kepada negara-negara miskin dengan syarat mudah.
Akibatnya, banyak dari negara-negara ini meminjam sejumlah besar dari China melebihi kapasitas mereka untuk membayar pinjaman tersebut. Negara-negara ini berutang kepada China 18 persen dari total utang mereka pada tahun 2020, lompatan besar dari hanya 2 persen pada tahun 2006.
China memiliki kelebihan uang tunai, kapasitas dan tenaga kerja. Jadi China sering menawarkan beberapa proyek infrastruktur, yang tidak berguna atau menguntungkan, kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan negara-negara berkembang. China selalu bersikeras membawa material dan tenaga kerja sendiri untuk proyek-proyeknya di luar negeri.
China membangun pelabuhan internasional Hambantota, yang secara ekonomi tidak layak, di Sri Lanka pada tahun 2016. Sri Lanka tidak dapat membayar utangnya yang diambil untuk proyek pelabuhan dari China dan terpaksa memberikan pelabuhan tersebut ke China dengan sewa 99 tahun pada tahun 2017.
Hal yang sama terjadi di Pakistan. China telah membangun beberapa proyek infrastruktur yang tidak banyak membantu masyarakat lokal di Pakistan. Mereka kebanyakan membantu China dan perusahaan-perusahaannya. Akibatnya, China menjadi kreditur terbesar Pakistan. Negara Asia Selatan ini berada di ambang kebangkrutan akibat utangnya yang besar.
Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Indonesia adalah contoh lain bagaimana sebuah negara bisa berutang ke China tanpa banyak keuntungan. Sebagian besar kereta berkecepatan tinggi mengalami kerugian besar di China setiap tahun akibat kurangnya penumpang dan biaya perawatan yang tinggi.
Menurut banyak ekonom Indonesia, jika selesai, proyek kereta cepat ini tidak akan mencapai titik impas hingga 30-40 tahun karena jaraknya yang pendek yang hanya 142 kilometer dan biaya perawatan yang tinggi. Proyek ini akan menambah lebih banyak utang luar negeri bagi Indonesia.
Banyak ekonom menuduh China mengejar diplomasi jebakan utang. Banyak negara telah jatuh ke dalam perangkap utang China sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).
Laos, korban utang China
Seperti China, Laos adalah negara komunis, yang diperintah oleh Partai Revolusi Rakyat Laos (LPRP), tanpa oposisi. LPRP memerintah Laos sejak tahun 1975.