Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Gejolak Politik, Kerapuhan Ekonomi dan Ancaman Teror Menghantui Pakistan

23 Maret 2022   05:20 Diperbarui: 24 Maret 2022   07:21 1593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak ada masa depan yang cerah bagi anak-anak Pakistan yang paling miskin. | Sumber: www.humanium.org

Oleh Veeramalla Anjaiah

Kita memiliki sekitar lebih dari 2 miliar Muslim di seluruh dunia, atau sekitar 25 persen dari populasi dunia yang berjumlah 8 miliar orang.

Apa keunikan Indonesia di dunia Muslim?

Tentu semua orang tahu dengan jumlah penduduk 278 juta jiwa atau 87 persen dari total penduduk, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemeluk Islam terbanyak di dunia.

Pakistan, sebuah negara di Asia Selatan, mengklaim memiliki populasi Muslim terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Populasinya saat ini adalah 228 juta orang. Muslim merupakan 96.50 persen dari total populasi.

Hari ini (23 Maret), Pakistan secara resmi merayakan Hari Pakistan atau Hari Republik. Pakistan merayakan dua peristiwa: Resolusi Lahore Maret 1940 yang menyebabkan lahirnya Pakistan. Pakistan lahir pada tanggal 14 Agustus 1947 setelah berpisah dari British India berdasarkan agama. Pakistan menjadi Republik Islam pada 23 Maret 1956 dengan Islam sebagai agama negara.

Mayoritas orang Pakistan sekarang tidak dalam suasana hati yang bahagia untuk merayakan Hari Pakistan.

Mengapa?

Orang-orang Pakistan pesimis dan tidak senang dengan apa yang terjadi di negara mereka.

"Setelah hampir 75 tahun berdiri, negara Pakistan masih terjebak dalam berbagai konflik --- ketidakstabilan politik yang terus-menerus, kesenjangan ekonomi dan ketidakharmonisan antara pusat dan provinsi, terorisme, militansi, kasus skandal dan korupsi, perdebatan tanpa akhir tentang motif sebenarnya dari penciptaan Pakistan, perburuan atas nama ideologi dan peran laki-laki dalam khaki di politik, adalah beberapa di antaranya," tulis Huzaima Bukhari, seorang advokat dan penulis Pakistan, dan Ikramul Haq, seorang advokat di Mahkamah Agung Pakistan, dalam artikel Op-ed baru-baru ini di situs Global Village Space.

Mengomentari visi para pendiri Pakistan, seorang mantan diplomat mengungkapkan rasa frustrasinya karena negara tersebut menghadapi "ketidakpastian politik dan kerapuhan ekonomi".

Minggu ini Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menghadapi mosi tidak percaya dari partai-partai oposisi atas kegagalannya dalam menangani penderitaan rakyat Pakistan. Imran menjadi Perdana Menteri pada tahun 2018 melalui bantuan militer Pakistan dengan mencurangi pemilihan, kata partai-partai oposisi. Rupanya, Imran tidak lagi disukai oleh militer.

"Tantangan yang dihadapi negara tetap menakutkan. Sebagian besar saling berhubungan dan memperkuat satu sama lain dalam siklus yang tak terputus. Diantaranya adalah krisis struktural ekonomi, erosi kapasitas kelembagaan negara, defisit pendidikan, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, degradasi lingkungan dan, tentu saja, tumbuhnya intoleransi di masyarakat," tulis Maleeha Lodhi, mantan duta besar Pakistan untuk PBB, di surat kabar Dawn pada tanggal 21 Maret.

"Saat ini negara ini kekurangan optimisme tentang masa depan sementara visi para pendiri negara tetap tidak terpenuhi."

Dulu Pakistan adalah salah satu dari 10 ekonomi dengan pertumbuhan tercepat tetapi sekarang telah menjadi "orang sakit" di Asia Selatan dengan stagflasi, kombinasi dari tingkat pertumbuhan yang rendah dan inflasi yang tinggi.

"Saat ini, negara ini menghadapi tingkat inflasi dua digit yang melonjak 13 persen secara year-on-year [Januari 2022] yang tertinggi dari rata-rata regional Asia Selatan sebesar 5.6 persen. Pakistan secara konsisten mengalami defisit transaksi dan perdagangan berjalan --- karena pengeluaran pemerintah serta pengeluaran berulang dan modal yang lebih besar dari yang dibutuhkan, rezim perpajakan yang tidak tepat, ekonomi yang didorong oleh konsumsi dan ketidakmampuan untuk mengekspor secara tepat ke pasar regional dan global," tulis Amer Zafar dan Huddo Najeem Luni baru-baru ini di Global Village Space.

Rupee Pakistan jatuh tajam dan cadangan devisa juga menurun.

Pakistan telah jatuh jauh ke dalam perangkap utang. Total utang dan liabilitasnya saat ini mencapai AS$289 miliar jauh di atas Produk domestik bruto (PDB)-nya. Pakistan harus meminjam uang untuk membayar utang dan bunganya. Tidak ada uang yang tersisa. Negara tersebut bertahan hidup dari pengiriman uang dan pinjaman.

Pemerintahan Imran mengambil pinjaman baru sebesar $35 miliar hanya dalam waktu tiga tahun dari China, Arab Saudi, Dana Moneter Internasional dan lembaga keuangan internasional lainnya untuk membayar kembali pinjaman dan membiayai impor.

Menurut World Bank, rasio kemiskinan di Pakistan sekarang adalah 39 persen dan 24 persen orang tinggal di bawah garis kemiskinan. | Sumber: Dawn
Menurut World Bank, rasio kemiskinan di Pakistan sekarang adalah 39 persen dan 24 persen orang tinggal di bawah garis kemiskinan. | Sumber: Dawn

Pakistan sekarang memiliki 22 juta anak putus sekolah, tertinggi kedua di dunia. Jumlah 24 persen penduduk Pakistan tinggal di bawah garis kemiskinan. 

Alasan utama untuk semua masalah Pakistan ada dua. Yang pertama adalah militernya dan yang kedua adalah elit politik penguasa yang korup dan tidak kompeten.

Sejak tahun 1947, militer menjadi kekuatan yang dominan di Pakistan. Para jenderal militer menciptakan masalah Kashmir dan konfrontasi yang tidak logis dan tidak setara dengan India untuk memiliki anggaran militer yang besar dan kontrol penuh dalam pemerintahan. Selama 75 tahun, diktator militer secara langsung memerintah Pakistan selama lebih dari tiga dekade, membunuh demokrasi dan kebebasan sipil dan sisa periode mereka memerintah Pakistan secara tidak langsung melalui proksi.

Negaranya paling miskin tapi tentara Pakistan, khususnya para jenderal, paling kaya. | Sumber: Twitter/@developingpak 
Negaranya paling miskin tapi tentara Pakistan, khususnya para jenderal, paling kaya. | Sumber: Twitter/@developingpak 

Bisakah Anda bayangkan sebuah negara yang miskin dengan utang besar dan tidak ada ekspor besar, investasi asing dan turis bias memiliki senjata nuklir? Pakistan menghabiskan miliaran dolar untuk membeli senjata modern dan untuk mempertahankan kekuatan militer yang besar di negara yang tidak memiliki jalan, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang cukup. 

Penguasa militer dan jenderal, banyak dari mereka menjadi multi-jutawan, telah kolusi dengan pemimpin agama radikal dan teroris untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Mereka menciptakan aturan mereka sendiri untuk mempertahankan kekuasaan mereka.

"Negara ini [Pakistan] memiliki tiga konstitusi; tiga aturan militer; tiga fase sistem presidensial; sebuah kaleidoskop demokrasi parlementer Westminster dirusak dan dicurangi belasan kali untuk menyesuaikan keseimbangan kekuatan antara tentara dengan politisi," tulis Syed Talat Hussain, seorang jurnalis terkemuka Pakistan, beberapa waktu lalu di Gulf News.

Terlepas dari persenjataan militer dan modern yang besar, militer Pakistan gagal melindungi sebagian besar wilayahnya, yang didapat secara legal, pada tahun 1971 ketika orang-orang di Pakistan Timur memberontak melawan aturan militer yang brutal dan mendirikan negara mereka sendiri yang disebut dengan Bangladesh.

Hanya dalam waktu 50 tahun, Bangladesh telah membuktikan bahwa mereka dapat makmur dan berkembang jauh lebih cepat daripada bekas negaranya, Pakistan. PDB Bangladesh saat ini adalah sebesar $372 miliar dan telah menjadi pengekspor garmen dan barang-barang lainnya. Sementara PDB Pakistan hanya $261.72 miliar. Dalam per kapita PDB pun Pakistan kalah dengan Bangladesh. Dengan per kapita PDB $1.254, Pakistan jauh ketinggalan dibanding dengan per kapita PDB Bangladesh yang saat ini mencapai $2.227.  

Militer mengobarkan tiga perang melawan India atas Kashmir, yang secara hukum bukan milik Pakistan atau tidak pernah menjadi bagian darinya. Kashmir atau Jammu dan Kashmir adalah negara merdeka yang memutuskan untuk bergabung dengan India melalui jalur hukum pada tahun 1947. Pakistan kalah dalam semua perang dengan India.

Melalui mesin propagandanya, militer Pakistan telah menciptakan harapan palsu di antara orang-orang Pakistan tentang Kashmir selama 75 tahun terakhir.

Militer Pakistan dan agen mata-mata Inter-Services Intelligence (ISI) mengubah negara tersebut menjadi pusat global bagi teroris dan radikal agama dengan menyediakan uang, senjata, pelatihan dan tempat berlindung yang aman. 

Keduanya memainkan peran kunci dalam membantu Mujahidin di Afghanistan, menciptakan kelompok-kelompok teror seperti Taliban, Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Mohammed dan menyediakan perlindungan bagi para pemimpin tinggi al-Qaeda. Meskipun ada penolakan dari Pakistan, pasukan Amerika membunuh Osama Bin Laden di Abbottabad, Pakistan, pada tahun 2011.

Karena banyaknya serangan teror dan ancaman dari kelompok separatis, tidak ada investor asing yang mau berinvestasi di Pakistan kecuali China. Beberapa kali, orang China pun menjadi sasaran separatis dan teroris di Pakistan.

Pakistan harus belajar dari negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh dan Iran.

Banyak dari kita tidak menyadari bahwa Indonesia memiliki ekonomi terbesar di antara 57 anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). PDB kita saat ini adalah $1.19 triliun dengan PDB per kapita $4,372. Kita adalah ketua grup G20 saat ini.

Indonesia bukanlah negara teokratis seperti Pakistan. Berkat ideologi negara Pancasila dan Islam moderat, setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, Indonesia sekarang menjadi demokrasi yang dinamis, ekonomi yang tumbuh dengan pesat dan masyarakat yang toleran. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri bekerja sama dengan pemerintah dan tokoh agama untuk menjaga kerukunan, perdamaian dan keamanan umat beragama. Indonesia adalah negara yang paling damai dan stabil.

Indonesia adalah panutan bagi Islam moderat (Islam Nusantara) dan demokrasi penuh.

Seperti Indonesia, Iran baru-baru ini bergabung dengan klub ekonomi triliunan dolar, mengejutkan negara-negara mayoritas Sunni seperti Arab Saudi, Turki dan Mesir. 

Iran adalah negara yang mayoritas penduduknya Syiah dan merupakan negara teokratis. Iran telah menghadapi sanksi ekonomi yang berat dari AS dan sekutunya selama beberapa dekade akibat program nuklirnya. Namun Iran telah mencapai kinerja yang luar biasa dengan ekonomi senilai $1.10 triliun.

Pakistan memiliki potensi untuk menjadi ekonomi 1 triliun di masa depan. Pertama, mereka harus berdamai dengan India, yang akan menghemat miliaran dolar setiap tahunnya. Uang tersebut dapat digunakan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. 

Pakistan harus mengambil tindakan tegas terhadap semua kelompok radikal dan teroris. Penegakan hukum, keamanan, demokrasi, kebebasan berekspresi, kerukunan umat beragama, toleransi, pemberantasan korupsi, otonomi daerah, pendidikan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama. Militer harus kembali ke barak. Investor dan turis akan membanjiri Pakistan, mengakhiri isolasi regional dan internasional Pakistan. Jika ini terjadi, Pakistan pasti akan makmur.

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun