Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

FATF Menempatkan Turki dalam Daftar Abu-Abu karena Pencucian Uang dan Pendanaan Teror

30 Oktober 2021   11:51 Diperbarui: 1 November 2021   05:45 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Veeramalla Anjaiah

Turki, anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan G20, dimasukkan dalam daftar abu-abu Gugus Tugas Aksi Keuangan atau Financial Action Task Force (FATF) pada tanggal 21 Oktober atas pencucian uang dan pendanaan teror.

Ini merupakan sebuah tamparan terhadap wajah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang ingin menjadi pemimpin global untuk Umat. 

FATF yang berbasis di Paris mengadakan pertemuan pleno di Paris sejak tanggal 19 hingga 21 Oktober dan menyatakan bahwa Turki, Yordania dan Mali masuk dalam daftar abu-abu untuk pertama kalinya. Artinya, jika mereka tidak mengambil tindakan yang tepat, mereka dapat dimasukkan dalam daftar hitam FATF di masa depan.

Ketiga negara ini dikategorikan oleh FATF sebagai "Yurisdiksi di bawah Pemantauan yang Ditingkatkan", atau negara-negara yang harus bekerja untuk menghilangkan kekurangan strategis dalam sistem mereka untuk melawan pencucian uang, pendanaan teroris dan proliferasi. 

Saat ini, ada 23 negara yang masuk dalam daftar abu-abu. Sangat mengejutkan melihat kehadiran tiga anggota ASEAN -- Filipina, Kamboja dan Myanmar -- dalam daftar tersebut.

Apa itu FATF?

FATF adalah pengawas pencucian uang dan pendanaan teroris global. Badan antar-pemerintah ini menetapkan standar internasional yang bertujuan untuk mencegah kejahatan terorganisir, korupsi dan terorisme.

FATF didirikan pada tahun 1989 dengan 37 negara dan dua organisasi regional sebagai anggota. Indonesia bukan anggota FATF tetapi berstatus sebagai pengamat.

Dengan lebih dari 200 negara dan yurisdiksi berkomitmen untuk menerapkannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun