Oleh Veeramalla Anjaiah
Dengan nada damai, Presiden China Xi Jinping telah menyerukan untuk kembali ke multilateralisme dan mendesak peningkatan kerjasama global dalam menanggapi pandemi COVID-19, dalam pidato utamanya pada tahun 2021 hanya beberapa hari setelah Presiden baru Amerika serikat (AS) Joe Biden menjabat.
"Lembaga multilateral, yang menyediakan platform untuk menerapkan multilateralisme dan yang merupakan arsitektur dasar yang mendasari multilateralisme, harus dilindungi otoritas dan efektivitasnya. Hubungan antar negara harus dikoordinasikan dan diatur melalui institusi dan aturan yang tepat," kata Xi pada 25 Januari di acara virtual Agenda Davos.
Meskipun ia tidak secara khusus menyebutkan baik negara AS Â maupun kebijakan "America First" mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump, tetapi ia mengecam unilateralisme dan kebijakan persenjataan yang kuat.
"Yang kuat seharusnya tidak menggertak yang lemah. Keputusan tidak boleh dibuat hanya dengan memamerkan otot yang kuat atau melambaikan tangan. Multilateralisme tidak boleh digunakan sebagai dalih untuk tindakan unilateralisme. Prinsip harus dipertahankan dan aturan, setelah dibuat, harus diikuti oleh semua," ujar Xi.
"Multilateralisme selektif seharusnya tidak menjadi pilihan kami".
Berpidato di acara virtual Agenda Davos, Xi meminta negara-negara "untuk meninggalkan prasangka ideologis dan bersama-sama mengikuti jalan hidup berdampingan secara damai, saling menguntungkan dan kerjasama win-win."
Acara tersebut diselenggarakan oleh World Economic Forum (WEF). Presiden Xi, yang juga Sekretaris Partai Komunis China sejak tahun 2012, telah memerintah Komunis China sebagai Presiden sejak tahun 2013. Ini adalah pidato keduanya sejak pertama kali berpidato di WEF di Davos pada tahun 2017. Saat itu pidatonya hanya beberapa hari sebelum pelantikan Trump. Kali ini beberapa hari setelah pelantikan Biden.
Selama empat tahun terakhir, Trump mengadopsi kebijakan permusuhan terhadap China dan menyatakan perang dagang serta menjatuhkan sanksi terhadap beberapa pejabat China, yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Muslim Uighur di provinsi Xinjiang China.