Banyak orang di Eropa, Asia dan Amerika Serikat menyatakan bahwa kesalahan sederhana dari China telah menyebabkan kematian lebih dari 1 juta jiwa hanya dalam 10 bulan di seluruh dunia.
Lebih dari 33 juta orang terinfeksi COVID-19 sejak novel coronavirus pertama kali muncul pada bulan Desember 2019 di Wuhan, China.
Bagian yang paling tragis adalah sekitar 200 juta orang kehilangan pekerjaan dan lebih banyak lagi kehilangan pendapatan sehari-hari serta miliaran orang tidak dapat hidup dengan normal.
Orang mengatakan bahwa China, sebagai negara yang bertanggung jawab, tidak memberi tahu dunia tentang sifat dan tingkat keparahan penyakit COVID-19 pada tahap awal pandemi. Beberapa negara menuntut penyelidikan internasional tentang penanganan COVID-19 di China selama tahap awal pandemi. Beberapa orang memiliki kecurigaan terhadap data COVID-19 China.
China, tampaknya, tidak berbagi dengan negara-negara sahabat, termasuk Indonesia, rahasia tentang bagaimana mengontrol COVID-19.
Berdasarkan situs worldometers.info, per 29 September, China hanya memiliki 85,384 kasus dan hanya 4,634 orang meninggal akibat COVID-19. Angka tersebut jauh lebih rendah dari Indonesia.
Pada tanggal September 29, Indonesia melaporkan 282,724 kasus COVID-19 dan 10,681 kematian.
Tanpa vaksin dan obatnya, mengapa China, negara yang mempunyai penduduk paling banyak di dunia, memiliki jumlah kasus dan kematian COVID-19 terendah? Apa rahasianya?
Tapi China telah menolak semua tuduhan dan melancarkan serangan informasi besar-besaran melalui para diplomatnya, yang sekarang dikenal sebagai "prajurit serigala [wolf warriors]".
Para pejuang ini berusaha keras untuk mempertahankan kepentingan dan reputasi China bahkan dengan mengorbankan nuansa diplomatik. Tetapi keraguan tetap ada di seluruh dunia tentang China dan perannya dalam pandemi COVID-19.
Selain virus corona, kita memang memiliki beberapa masalah di Laut China Selatan (LCS). Terlepas dari situasi yang tragis, China telah mengintimidasi, memaksa dan menindas Vietnam, Filipina, Malaysia, Taiwan dan negara non-penuntut seperti Indonesia untuk mengejar klaim ambisiusnya di LCS berdasarkan peta Sembilan-Garis-Putus yang kontroversial.