Dalam sebuah keputusan penting bulan Juli 2016, pengadilan internasional yang berbasis di Den Haag menyebutkan bahwa Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) menolak dengan tegas sembilan garis putus-putus China beserta hak historisnya karena China merupakan salah satu penandatangan UNCLOS dan harus menghormati peraturan serta pranata maritim internasional. Dikatakan dengan jelas bahwa klaim China terhadap LCS tidak memiliki dasar hukum. Namun China menolak keputusan Den Haag.
Presiden Duterte, yang memasukkan isu LCS ke dalam agenda KTT ASEAN, harus memasukkan keputusan PCA dan keputusan tersebut harus didiskusikan dalam KTT ASEAN di Manila dan juga di KTT ASEAN ke-31 di Clark, Filipina, bulan Nopember tahun ini.
Lagipula, Filipina lah yang mengajukan arbitrase internasional terhadap dangkalan Pamatag (Dangkalan Scarborough) di Laut Filipina Barat (nama di Filipina untuk LCS) setelah China mendudukinya secara ilegal pada tahun 2012.
Tanggung jawab besar Duterte sebagai ketua ASEAN adalah untuk mengawasi keputusan awal Kode Etik yang sangat ditunggu-tunggu, yang akan membawa perdamaian serta stabilitas di wilayah ASEAN. Dengan penandatanganan COC, China, sebuah negara besar global yang sedang bangkit, bisa dapat citra yang baik. China bisa juga dapat kehormatan dari dunia internasional dan dapat meredam ketegangan yang sedang meningkat di wilayah ini.
Tidak akan ada pemenang, menurut Presiden Vietnam Tran Dai Quang, dalam konflik bersenjata atas perselisihan di LCS. Banyak ahli setuju bahwa semuanya akan kalah dalam perang atas LCS. ASEAN harus mengadopsi tindakan-tindakan pencegahan konflik seperti COC.
China tidak boleh melihat persatuan ASEAN sebagai ancaman terhadap kepentingan-kepentingannya di LCS. China tentu merupakan partner dagang terbesar ASEAN serta penyedia wisatawan dan investasi utama. Kedua belah pihak saling membutuhkan.
Terakhir, sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar untuk bekerjasama dengan Duterte serta pemimpin-pemimpin ASEAN lainnya untuk menempa persatuan dan solidaritas ASEAN. Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo ingin isu LCS diselesaikan secara damai berdasarkan peraturan internasional.
“Indonesia terus terlibat secara aktif dalam mendukung penyelesaian perselisihan Laut Cina Selatan melalui negosiasi dan upaya-upaya damai mengikuti keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag pada isu ini,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Jokowi akan mengadakan pertemuan bilateral dengan Duterte pada tanggal 28 April untuk membahas baik permasalahan ASEAN maupun isu-isu bilateral di Manila. Jokowi dan Duterte harus kerjasama untuk menghasilkan persatuan ASEAN (ASEAN Unity) dan segera mempersiapkan COC. Negosiasi mengenai COC tak boleh berlarut-larut.
Tahun ini ASEAN juga merayakan hari jadinya yang ke-50 pada bulan Agustus. Ini waktunya bagi ASEAN untuk merubah diri untuk menjadi keluarga ASEAN yang satu.
Penulis adalah seorang wartawan senior dan pemerhati hubungan internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H