Mohon tunggu...
Dalvin Steven
Dalvin Steven Mohon Tunggu... Akuntan - Positif Realistis

Dalvin Steven, lulusan Ekonomi Akuntansi yang mencintai karya tulis, memiliki mimpi #IndonesiaBersatu.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kelemahan Bulutangkis Indonesia

17 Juni 2017   10:42 Diperbarui: 17 Juni 2017   10:47 1896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peraih Medali Emas Olimpiade 2016, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir. (Sumber : https://www.google.co.id/search?q=kevin+gideon&source=lnms&tbm=isch&sa=X&sqi=2&ved=0ahUKEwiJ3dLi-sPUAhVBQY8KHRt3C-wQ_AUIBygC&biw=1247&bih=601#tbm=isch&q=liliyana+natsir+dan+tontowi+ahmad&imgrc=mW2RL9OL3IsGQM:)

Artikel ini adalah pandanganku terhadap bulutangkis di Indonesia. Bukan berarti aku lebih hebat daripada para atlet bulutangkis kita yang berjuang mati-matian di setiap ajang bergengsi. Aku menghargai dan mengapresiasi jerih payah setiap mereka yang mengorbankan stamina serta fisik mereka untuk berjuang bagi lambang Bendera Indonesia di dada. Namun, aku pribadi menilai dan melihat ada beberapa kelemahan mendasar yang hinggap di kubu perbulutangkisan Indonesia saat ini dibanding dengan negara-negara lain.

Stamina
Stamina menjadi masalah mendasar bagi para atlet khususnya bulutangkis Indonesia. Tim Garuda seringkali kalah dalam hal stamina serta kebugaran fisik. Bisa dilihat ketika para atlet kita harus menghadapi rubber game, yang terjadi adalah kalahnya stamina kita menghadapi lawan dari negara lain. Jelas terlihat, Korea Selatan, Jepang, serta raksasa badminton Tiongkok, apalagi kekuatan fisik para pemain Eropa, menjadi momok menakutkan bagi para pemain kita ketika menghadapi match hingga rubber game.

Mental dan konsentrasi
Para  atlet Tanah Air seringkali gugup ketika menghadapi lawan yang rankingnya lebih tenar atau lebih baik di peringkat klasemen BWF. Bahkan, bermain sebagai tuan rumah pun masih tetap seperti itu. Kehilangan fokus dan konsen. Seringkali kesalahan-kesalahan mendasar dilakukan para pemain kita sehingga memberi poin percuma kepada lawan. Hal itu aku rasa adalah akibat dari menurunnya mental bertanding karena takut kalah duluan.

Taktik bertanding.
Aku tidak menyalahkan struktur organisasi atau pun tim pelatih. Aku juga tidak menyalahkan para pemain yang sudah bekerja keras di lapangan hingga titik keringat penghabisan. Namun, aku rasa, taktik atlet Indonesia seringkali monoton sehingga mudah dibaca lawan, dan menjadikan sasaran empuk bagi para pemain lawan. Apalagi, jika perolehan poin mulai tertinggal. Bermain terlalu berhati-hati sehingga menjadi bumerang bagi kubu sendiri.

Secara keseluruhan, pemain kita jelas tentu bisa mengimbangi level pemain-pemain kelas dunia. Banyak atlet bulutangkis kita menjuarai event-event terbuka di seluruh dunia. Namun, seringkali kita kehilangan kendali (out of control) akan permainan kita sendiri sehingga menyebabkan bumerang dan menghancurkan diri sendiri.

Mari, kita tetap doakan dan dukung terus bulutangkis Indonesia, supaya bulutangkis Indonesia boleh mentereng kembali di kancah Internasional seperti era Ci Susi Susanti dan Kak Taufik Hidayat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun