Mohon tunggu...
Dalvin Steven
Dalvin Steven Mohon Tunggu... Akuntan - Positif Realistis

Dalvin Steven, lulusan Ekonomi Akuntansi yang mencintai karya tulis, memiliki mimpi #IndonesiaBersatu.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jangan Ada Berita Menyimpang untuk Pilkada DKI 2017

12 Agustus 2016   22:59 Diperbarui: 12 Agustus 2016   23:47 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gegap gempita Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 sudah terasa saat ini. Ajang yang diselenggarakan untuk mencari pemimpin bagi ibukota Republik Indonesia ini sudah terasa panas walau saat ini waktu masih menunjukkan pertengahan tahun 2016. Partai-partai sibuk mempersiapkan calon gubernur yang akan dijagokan dalam pilkada nanti. Bahkan saling serang pun sudah terjadi antar calon walau hanya secara kasat mata.

Gubernur aktif DKI saat ini, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok, yang awalnya bersikeras untuk maju sebagai calon independen, akhirnya memilih untuk mengikuti pilkada lewat jalur partai juga. 3 partai raksasa tanah air mengusung dirinya untuk maju di pilkada nanti, yaitu NasDem, Golkar, dan Hanura. 

Selain Ahok, beberapa nama juga sudah mempersiapkan diri dan dipersiapkan untuk menantang Ahok di pilkada nanti. Sebut saja Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, bahkan nama mantan menteri, Anies Baswedan pun disebut-sebut maju dalam pilkada DKI 2017. Dan yang sedang panas, yaitu Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, atau bu Risma. Nama - nama tersebut disebut-sebut menjadi calon penantang yang cukup berat bagi Ahok yang notabene merupakan calon gubernur petahana.

Disitulah keanehan muncul. Bagaimana tidak, Pilkada DKI jakarta 2017 seharusnya bertujuan untuk mencari pemimpin yang siap kerja dan tentunya dianggap mampu memimpin kota Metropolitan yang merupakan pusat dari bangsa Indonesia. Namun, saat ini, yang terjadi adalah para calon gubernur tersebut seakan - akan diadu domba satu sama lain. Berita - berita melenceng, tanpa bukti kuat, isu SARA, saling menjatuhkan, seperti menghilangkan makna dasar dari sebuah pemilihan gubernur. 

Seperti akhir - akhir ini, salah satu kasus, yaitu Ahok dengan bu Risma, dimana beberapa pihak menyebutkan pernyataan Ahok adalah tantangan untuk bu Risma sebagai manuver politiknya, dan kasus tersebut semakin panjang hingga sekarang. Padahal, mungkin kenyataan yang terjadi sebenarnya masalah tersebut tidak sebesar yang beredar di media massa. 

Ya, terkadang beberapa media terlalu membesar-besarkan sebuah intrik lalu dikembangkan menjadi masalah besar, demi memuat berita yang update, khususnya di area berita politik DKI ini. Sehingga seakan - akan para calon gubernur itu sedang saling serang, saling menjatuhkan, saling mengejek, menghina, untuk mengalahkan satu sama lain. 

Seharusnya, media menggiring masyarakat untuk mengerti makna pilkada yang benar, membantu masyarakat mengetahui latar belakang calon - calon gubernur, sehingga pada saat Pilkada nanti, masyarakat tahu siapa yang akan mereka pilih, bukan sebaliknya, yaitu mengadu domba para calon gubernur yang akan maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti.

"Jadilah media yang menuntun masyarakat mengetahui fakta, bukan membuat intrik untuk mengadu domba."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun