“Nah, bagaimana dengan Desain Grafis, Sissy? Saya lihat dalam formulir aplikasi yang kamu isi minggu lalu, kamu menulisnya sebagai pilihan pertama,” kata Ibu Susan seraya membuka map berkas yang tertulis namaku di depannya.
“Memang itu pilihan saya, Bu.”
“ITB ya? Pilihanmu cukup berat, namun melihat data nilaimu semenjak kelas 10, saya rasa tak ada masalah. Peringkat 5 besar sejak awal masuk. Prestasi yang bagus.”
“Iya,” kataku datar, nyaris tanpa ekspresi.
“Mengapa? Apakah ada masalah? Kamu kelihatan tidak terlalu antusias. Apakah kamu berubah pikiran?” Ibu Susan menatap mataku lekat-lekat. Membuatku sedikit tidak nyaman dan lidahku kelu.
“Tidak, Bu.”
“Hmm.. Bagaimana jika saya usulkan kamu untuk ikut jalur undangan saja? Tahun ini sekolah kita mendapatkan undangan bagi murid-murid terbaik untuk mengikuti seleksi non-tes di ITB. Jurusannya beragam, saya rasa Desain Grafis ada.”
“Jalur undangan, Bu?”
“Iya, Sissy. Kamu akan diseleksi berdasarkan prestasi akademis dan non-akademis selama kelas 10 dan kelas 11. Raportmu bagus, kamu pernah menjadi pengurus OSIS, dan kamu aktif di ekstra kurikuler melukis. Kamu kandidat yang tepat.” Ibu Susan kembali membuka berkasku.
“Tapi, Bu...”
“Ah, rupanya kamu juga pernah menang lomba pidato bahasa inggris tingkat kota tahun lalu! Saya hampir lupa pada yang satu itu,” kata Ibu Susan. Matanya tak beranjak dari berkasku. Seolah ada foto Ryan Gossling atau Chris Evans di dalamnya.