Kendati Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi pasar untuk  menahan depresiasi rupiah,volume cadangan devisa negara tetap dalam takaran aman.Â
Per April 2018, posisi cadangan devisa negara tercatat  124,9 miliar dolar AS atau terjadi penurunan dari posisi Maret 2018 yang  masih berjumlah 126 miliar dolar AS. Penyusutan cadangan devisa terjadi  karena digunakan BI untuk intervensi pasar.Â
Namun, sisa cadangan devisa  itu masih mampu membiayai 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor plus  pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Perekonomian Indonesia pernah menghadapi situasi yang jauh lebih  berat, yakni pada krisis moneter 1998. Namun, berkat pengelolaan ekonomi  yang bijaksana lagi prudent, Indonesia bisa lolos dari situasi sulit saat itu. Negara ini tidak bangkrut.
Atau, masih ingat situasi sulit yang dihadapi Yunani beberapa tahun  lalu. Puncak krisis yang dialami Yunani pada 2015 menyeret negara itu di ambang kebangkrutan. Toh, Yunani tidak punah. Jelang akhir Januari 2018 diberitakan bahwa perekonomian Yunani mulai pulih dan bisa mencicil utangnya.
Jadi, baik depresiasi rupiah saat ini maupun fluktuasi utang luar  negeri Indonesia jangan diasumsikan sebagai benih-benih kebangkrutan  negara. Bukankah pemerintah dan otoritas moneter terus bekerja menjaga  keseimbangan?
Memang, untuk menjaga posisi rupiah pada level yang moderat, semua  elemen masyarakat berhak atau harus mengkritisi pemerintah dan otoritas moneter agar keduanya tidak lengah. Namun, kritik atau kecaman itu  hendaknya proporsional, dan didukung data kekinian.
Ragam PencapaianÂ
Sekadar untuk menghadapi gejolak nilai tukar saat ini, daya tahan  Indonesia lebih dari cukup sebagaimana tergambar dari data-data yang diumumkan BI itu. Namun, publik beberapa kali sempat menyimak pernyataan dari sejumlah orang yang cenderung mengejek bangsanya sendiri. Ada yang  menista dengan menyebut Indonesia sebagai bangsa bodoh. Lainnya  menggambarkan negara ini dalam keadaan kritis. Namun, tidak jelas benar apa pijakan mereka untuk mengejek bangsa ini.
Kalau mau dikaitkan dengan fakta tentang jumlah warga miskin, memang  tidak salah. Tetapi, patut diakui juga bahwa negara terus menggelar sejumlah program untuk memerangi kemiskinan itu. Ada progresnya walaupun  boleh saja dinilai tidak signifikan.Â
Menurut Badan Pusat Statistik  (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 tercatat 25,95  juta orang. Jumlah ini memperlihatkan penurunan 633,2 ribu orang dari  sebelumnya yang 26,58 juta orang per September 2017. Maka itu,  persentase kemiskinan per Maret 2018 tercatat 9,82% ata u pertama  kalinya Indonesia mencatat angka kemiskinan satu digit.
Pengangguran pun diakui masih menjadi masalah. Pada Februari 2018, Â BPS mencatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami perbaikan, berada di level 5,13% atau turun dibandingkan Februari 2017 Â yang berada di level 5,17%.Â