Pergantian tahun, senantiasa dipenuhi secercah harapan untuk mengapai kehidupan lebih baik. Namun, terkadang apa yang kita harapkan ternyata jauh dari kenyataan yang ada. Saat ini, berbagai media baik cetak maupun elektronik menyiarkan pemberitaan terkait kecelakaan yang melibatkan anak dari Menkoperekonomian Hatta Rajasa.
Diberitakan sebelumnya, dua orang tewas dalam kecelakaan yang terjadi pada pukul 05.45. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, Selasa siang, mengungkapkan, Daihatsu Luxio F 1622 CY yang dikemudikan Frans Joner Sirait (37) . Luxio ditabrak dari belakang oleh BMW B 272 HR yang dikemudikan M Rasyid Amirulloh (22).
Hasil pemeriksaan awal terhadap para saksi dan penelitian di lokasi kejadian, kecelakaan terjadi akibat pengemudi adalah pengemudi BMW B 272 HR, yang mobilnya melaju dari arah utara ke selatan di lajur 3, mengantuk. Lalu mobilnya menabrak Daihatsu Luxio F 1622 CY dari belakang.
Dua korban tewas dalam kecelakaan itu adalah Harun, warga Cibodas Sari, Tangerang, dan M Raihan (14 bulan), Mekarjaya, Sukabumi. Tiga orang yang luka-luka dan dibawa ke RS Polri adalah Nung (30) dan Moh Rifan. Seorang lagi dibawa ke RS UKI yakni Supriyati (30).
Secara manusiawi saya memandang, setiap manusia yang hidup di bumi ini, tak mengiginkan dirinya tertimpa musibah ataupun mengalami permasalahan yang pada akhirnya menyulitkan dirinya. Dalam menjalani kehidupan tak satu manusiapun yang tak pernah luput dari sebuah cobaan, bahkan ketika mengalami cobaan dengan bersemangat kita ingin melaluinya.
Bagi mereka yang tak terkena musibah, merekayasa dan melebih-lebihkan permasalahan memang tak terasa menjadi beban. Tetapi, bagi yang tertimpa musibah, sebuah ucapan yang menyangkut permasalahan akan terasa menyakitkan, bahkan menjadi beban yang mendalam bagi dirinya. Terkait permasalahan yang dialami Keluarga Besar Hatta Rajasa dan Keluarga Besar korban kecelakaan, penulis secara pribadi mengucapkan "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun", bagaimana pun juga sebuah musibah yang menyebabkan hilangnya anggota keluarga yang kita cintai untuk selama-lamanya terasa amat berat.
Rasa simpatik mendalam penulis terhadap permasalahan ini adalah, ketika secara langsung menyaksikan sikap ksatria yang di tunjukan Hatta Rajasa. Dengan tegas, Hatta mengakui kesalahan yang dilakukan oleh anaknya. Selama ini terpampang setiap permasalahan yang melibatkan anak pejabat maupun mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh cukup kuat, terkesan ditutup-tutupi dan menggunakan pengacara sebagai juru bicara untuk dalil pembelaan.
Namun, perbedaan yang jelas justru di tunjukan Hatta Rajasa dengan Sikap tanggung jawab dengan mendahulukan kepentingan korban dan keluarga serta menyerahkan kasus anaknya pada proses hukum.
Bukan itu saja, Hatta dengan sabar meski dengan wajah terpukul dirinya tetap tegar berdiri Selain berbelasungkawa, dan minta maaf dirinya mengakui sebuah kesalahan yang dilakukan anggota keluarganya. Kesabaran ini lah yang saya kagumi, apa lagi sikap sabar merupakan menahan diri daripada segala apa yang dibenci (al-habsu li an-nafsi ‘alaa maa takrahu). Sikap inilah yang ditunjukan Hatta menghadapi musibah yang menimpa keluarganya dengan berpedoman pada hukum.
Apa yang di sampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa pemimpin harus memiliki sifat ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, dan tut wuri handayani, yang artinya seorang pemimpin harus dapat menempatkan diri sebagai teladan, penasihat, pembimbing dan penyemangat bagi rakyatnya, tampaknya tertanam dalam diri Hatta Rajasa.
Meski dirinya sebagai pejabat tinggi, Hatta tidak memanfaatkan posisi dirinya untuk membela anaknya dengan menggunakan kekuasaannya. Apa lagi Hatta merupakan seorang pejabat yang memiliki posisi strategis, tak hanya seorang menko, namun sekaligus ketua umum partai dan besan presiden. Dirinya justru merasa, permasalahan yang dihadapi dirinya merupakan cobaan yang harus dilaluinya, dan dirinya mengikhlaskan anaknya yang merupakan darah dagingnya sendiri untuk diproses hukum oleh polisi.
Kesalutan sikap politisi PAN ini pun diamini oleh politikus PKS Aboebakar Alhabsy dalam keterangan resminya, Rabu (2/1/2013). Aboebakar, yang juga anggota Komisi III DPR ini menilai sikap dari keluarga Hatta yang patuh dan mengikuti proses hukum, perlu dicontoh. Apalagi posisi Hatta yang sebagai petinggi negeri, bisa saja mengaburkan proses ini.
Dalam menegakan hukum yang bertujuan tercapainya keadilan terlihat jelas ketua umum partai berlambang matahari tidak pandang bulu, tidak melihat latar belakang. Tidak melihat apakah anaknya atau bukan. Orang yang dekat dan dicintai Hatta tidak menjadi jaminan untuk lolos dari hukuman.
Rasa bersalah bukan sebatas diungkapkan melalui pernyataan pers dirumahnya semata. Namun, Hatta langsung mengunjungi keluarga korban sebagai bentuk tanggung jawab, menengok korban luka lainnya akibat kecelakan tersebut di RS UKI Cawang. Bahkan ia langsung menjadi imam saat menyolatkan jenazah dan mengatakan akan menanggung semua biaya pengobatan korban lainnya. Khusus anak korban meninggal, Hatta siap menjamin pendidikan hingga perguruan tinggi.
Kekuasaan pada diri pria yang berjuluk rambur perak ini, tidak digunakan secara semena-mena. Hatta justru tidak mencampuri permasalahan yang berhubungan dengan ranah hukum. Termasuk darah dagingnya sendiri yang ia cintai.
Kesadaran seperti ini menunjukkan patriotisme seorang pemimpin, dimana kepentingan penegakan hukum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi atau keluarga. Sepahit apapun konsekuensi yang dihadapi Hatta dan keluarga, dirinya telah memilih untuk mendahulukan kepentingan keluarga korban dan penegakan hukum.
Seandainya pemimpin dinegeri ini mencontoh apa yang dilakukan Menteri Perekonomian ini, negeri ini akan terasa indah. Hukum akan berjalan dengan seadil-adilnya, penegakan hukum tak pandang bulu. Sikap yang ditunjukan Hatta dalam mewujudkan penegakan hukum dinegeri ini menunjukan kesadaran dan kepatuhan dirinya terhadap hukum. Penilaian penulis, inilah sosok pemimpin sejati dan profesional, mempunyai sikap tegas dalam memutuskan suatu perkara. Bukan saja istikaomah serta memegang teguh aturan-aturan Illahi, tetapi mampu mengakui sebuah kesalahan.
Sikap bertanggungjawab dengan mendahulukan kepentingan korban dan keluarga serta menyerahkan kasus anaknya pada proses hukum menunjukkan sikap humanis dan negarawan yang secara spontan ditunjukkan Pak Hatta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H