Mohon tunggu...
Clara Anita
Clara Anita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

justanordinaryperson

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Indonesia itu Bertelanjang Kaki

19 Mei 2011   09:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi benar hujan sudah mengguyur kota kecilku. Tanpa hujan saja kota ini sudah berhawa dingin, dan saat ini dingin itu harus bersanding dengan basah. Cuaca yang kurang bersahabat itu pun nyaris meluruhkan semangat saya untuk melintas kota menuju sebuah sekolah di pinggir kota tempat saya mengabdi. Namun demikian, akhirnya saya sambar juga payung mungil saya dan mulai bergegas ke tempat angkot nomor 9 biasa mangkal di pagi hari. Saya tidak tahu kejutan apa yang menanti saya di rute angkot ini. Pemandangan yang dengan jelas memotret wajah negeri ini.

Pemandangan apakah itu? Yang pasti bukan gambaran keindahan alam bak lukisan yang biasa saya lihat di kalender.Bukan pula paras molek bak sosok di sinetron Indonesia yang sepertinya hanya mau menayangkan wajah-wajah ayu dan tampan.

Potret Indonesia itu saya saksikan dalam sosok beberapa pelajar berseragam biru putih. Dari tanda di bahunya, saya mengenali mereka sebagai siswa yang menuntut ilmu di tempat saya bekerja. Seorang putri dan dua putra berusia sekitar tiga belas tahun itu sekilas memamerkan senyum manisnya pada saya. Rambut mereka basah terguyur tetesan hujan, demikian pula kemeja putih mereka. Namun yang membuat saya tertegun adalah kaki mereka.

Ya, mereka bertelanjang kaki menuju sekolah. Kaki-kaki mungil mereka menapak aspal yang basah dan dingin, sementara speasang sepatu mereka tersimpan di dalam kantung plastik yang mereka jinjing. Ah, pasti mereka takut sepatu yang mungkin hanya satu pasang itu basah kuyup sehingga mereka tidak dapat bersekolah keesokan harinya. Tak apalah, kaki-kaki telanjang itu gemetaran menanggung basah dan dingin hari ini; yang penting esok mereka masih bisa melewati gerbang sekolah dan belajar.

Saya menanggapi senyum tanda sapa mereka dengan balas mengangguk dan melengkungkan senyum pada sahabat-sahabat kecil saya itu. Di balik senyum itu, benak saya bergejolak dan nyaris melonjak memberi hormat pada semangat anak-anak negeri itu. Apa pun rintangan yang ada hari ini semangat tak boleh luntur.

Dari balik jendela angkot yang berembun, saya memandang keluar. Tampaklah beberapa ibu berkain batik menggendong bakul bambu juga berjuang melawan hujan. Bapak-bapak pengayuh becak pun tak mau kalah menggenjot si roda tiga yang sarat muatan. saya berharap semangat yang saya lihat dari balik jendela mungil angkot yang penuh sesak itu dapat menular ke semua yang ada di negeri ini. Dengan semangat itu, niscaya negeri ini tak perlu menunggu lebih lama lagi untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

Sejenak saya berdecak kagum, dan berseru lantang dalam hati, "Saya bangga menjadi bagian negeri pekerja keras yang penuh semangat ini."

Esok pada tanggal 20 Mei kita memperingati hari kebangkitan Nasional. Bila pada tahun-tahun sebelumnya saya biasa memperingatinya dengan sekedar berupacara bersama sahabat-sahabat kecil saya, tahun ini saya akan memaknainya dengan cara yang berbeda. Pemandangan dari balik jendela mungil dan berembun itu telah mengubah pandangan saya mengenai negeri ini. Lain kali bila ditanya apa yang paling Indonesia, jawaban saya pastinya kaki-kaki mungil telanjang yang tidak pernah berhenti melangkah.

MERDEKA

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun