Mohon tunggu...
Anita Theresia
Anita Theresia Mohon Tunggu... Insinyur - God is Great!

I'm a Civil Engineer. I'm an Entrepreneur. I'm an Author. I'm a Christian. I love to read books, and also I love to write books. a Member of Civil Engineering & Earthquake Engineering Association. Follow me on: 1. www.facebook.com/anitatheresiatanuwidjaya 2. www.twitter.com/anitatheresia91 3. www.instagram.com/anita_the9 4. www.linkedin.com/in/anita-theresia-8a1422105

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Inspiratif Ujung Tombak Keberhasilan Pendidikan Indonesia

2 Desember 2019   11:20 Diperbarui: 2 Desember 2019   11:20 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ref. Foto: edukasi.kompas.com / hadapi revolusi industri 4.0

Beberapa hari yang lalu anak-anak kita yang bersekolah merayakan "Hari Guru Nasional".  Perayaan hari guru ini cukup penting karena tanpa guru yang "hebat", tidak akan ada generasi penerus (calon) pemimpin yang hebat. Jika guru berkualitas, maka siswa dan sekolah pun berkualitas. Kalau sekolah di suatu daerah berkualitas, maka pendidikan di daerah tersebut juga pasti berkualitas. Jadi poinnya adalah semua perubahan dalam bidang pendidikan dimulai dari guru. 

Guru disebut hebat jika ia menjadi sumber inspirasi. Jika hanya punya kemampuan mengajar saja, itu namanya guru biasa-biasa saja. Sayangnya di Indonesia seperti yang kita ketahui, masih kekurangan guru hebat yang dapat menjadi sumber inspirasi. Hal ini dikarenakan terlampau banyaknya kewajiban administrasi guru, tertulis secara detail dalam undang - undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Kewajiban itulah yang menjadi hambatan memproduksi guru-guru hebat, mayoritas guru dipaksa untuk mengikuti aturan administratif daripada menemukan metode ajar yang lebih kreatif, inovatif, dan efektif untuk anak - anak didiknya.

Padahal dalam undang - undang juga tertulis definisi guru yang amat mulia, yakni: pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi anak - anak didiknya. Namun sayangnya, kemuliaan guru tersebut baru sebatas teks, guru belum diberi kebebasan penuh dalam menemukan cara baru untuk menjadi pendidik yang kreatif dan inovatif.

Persoalan di lapangan ini sudah ditangkap dengan jeli oleh Mendikbud Nadiem Makarim, dalam pidatonya yang diunggah pada akun resmi mendikbud pada tanggal 22 November lalu. Ia berjanji untuk memperjuangkan kemerdekaan belajar, hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang mengutamakan kemerdekaan berpikir anak - anak didiknya. 

Dalam perspektif membimbing dan mengarahkan siswa menjadi manusia merdeka itulah guru hendaknya menjadi sumber inspirasi. Guru diharapkan lebih kreatif, lebih flexible, lebih inovatif, dan lebih menyenangkan siswa. Dimana, kemajuan tekhnologi telah membawa perubahan besar, yaitu kelas bukan menjadi satu - satunya tempat untuk mencari pengetahuan, namun para siswa juga bisa leluasa memanfaatkan kemajuan tekhnologi dengan memperluas wawasan menggunakan internet / digital.

Di era revolusi industri 4.0 ini, para guru dituntut sanggup menularkan sikap dan budaya kreatif kepada para siswa. Dengan demikian, guru tidak dapat digantikan dengan robot / mesin secanggih apapun. Karena guru harus memiliki kemampuan responsif terhadap perkembangan tekhnologi serta mampu menularkan budaya dan sikap kreatif tadi. Selain itu, perlunya dukungan peran dari berbagai pihak, misal: 

1. Eksekutif untuk memastikan wajib belajar 12 tahun dengan memanfaatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat terlaksana dengan baik dan efektif.

2. Legislatif untuk merevisi menyeluruh Undang-Undang terkait dengan pendidikan. Tanpa revisi undang-undang, janji kemerdekaan belajar hanyalah pesan kosong. Karena sistem pendidikan yang diterapkan adalah berdasar undang-undang yang berlaku saat itu.

3. Keluarga untuk membangun pondasi awal pendidikan generasi penerus bangsa, baik dari segi akademik maupun non-akademik perlu diperoleh dari rumah terlebih dahulu (strong from home).

Tidak kalah penting adalah keteladanan para elite di ruang publik. Sudah saatnya para elite harus satu kata dengan perbuatan mereka, contoh: para siswa diajarkan untuk "jangan korupsi" di kelasnya, namun di ruang publik mereka melihat orang-orang yang harusnya menjadi "teladan" malah mencontohkan yang tidak baik seperti itu. Negeri ini butuh banyak penebar prestasi dan inspirasi. Selamat berkarya dan jadilah terang. 

Salam kasih dari pulau dewata,

-Anita Theresia-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun