Kasus kematian yang menimpa Brigadir Joshua semakin melebarkan noda di kesatuan POLRI. Padahal, tak sedikit para polisi yang berharap menjadi ksatria, berjibaku meneruskan teladan Pak Hoegeng dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Â
Tapi, rekayasa besar-besaran yang sesungguhnya gagal ini, akhirnya secara perlahan memperlihatkan para aktor yang berperan. Paling tidak, satu tahap syukur sudah diraih. Skenario yang menghabiskan dana besar ini sangatlah disayangkan. Selain mudah ditebak, adegannya banyak yang tak masuk akal. Sangat berantakan! Jauh dari praduga jika ini adalah besutan bintang dua. Dalam kaca mata jelata, tidak sulit untuk menyelidiki kasus ini. Apalagi kalau analisa netizen +62 sudah mengudara. Jangan macam-macam! Upaya telisiknya tak perlu diragukan lagi. Meski tak berseragam, keahliannya bahkan melebihi kepiawaian Shinichi Kudo dalam membongkar kasus.
Untungnya, satu persatu kancing atasan mulai terbuka. Sehingga, di tengah cuaca panas ini, angin segar bisa masuk dengan seksama ke dalam rongga. Perlahan, hati yang tertutup mulai terbuka. Sampai akhirnya memberi ruang untuk kejujuran mengudara. Â Pasalnya, apabila skenario fatal ini diteruskan, justru semakin memalukan. Tidak terbayang apabila para pecundang ini turun dalam sebuah perang. Kemudian, mengatur strategi dan akhirnya, justru melucuti pasukannya sendiri.
Selagi menyimak perkembangan kasus ini, tiba-tiba hal mengejutkan terjadi. Tepat pada siaran langsung program kontroversi di Metro TV, tiba-tiba pengacara Bharada Eliezer, Deolipa Yumara, mendapat pesan masuk yang berisi pencabutan kuasa hukum sepihak. Surat yang diketik rapih dengan rangkaian tulisan ciamik meragukan Sang pengacara atas keabsahan surat tersebut.
Sungguh aneh tapi nyata. Imajinasiku tentang suasana di dalam jeruji pun tiba-tiba berwarna. Apa mungkin Bharada E sedang menonton siaran ini? Lalu khawatir jika pengacara offside? Kemudian dengan gegasnya ia meminta izin sipir untuk pergi ke warung kelontong dengan alasan membeli materai? Sesampainya di penjara, Ia lanjut menerobos ruang kerja polisi dan mengambil alih komputer hingga membuat petugas di sekitar terngaga? Ah, rasanya imajinasiku terlalu liar.
Hmmm, apa mungkin jika ada orang lain yang gerah memantau program ini, lalu ketar-ketir seandainya Bharada E benar-benar memutuskan menjadi justice collaborator? Entahlah! Waktu menunjukkan lewat jam 12 malam. Namun, aroma dibalik jeruji besi begitu menyengat. Perutku yang tadinya kenyang, kini mulai tergoncang. Ah, lebih baik aku tidur!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H