Kala ia datang, biasanya aku riang.
Meski langit terlihat muram, aku bahkan tetap senang.
Seraya menyambut datangnya dari ketinggian.
Begitu jauh dari jangkauan.Â
Tempatku sering memandang, berkhayal, lalu simpul senyum mengakhiri.
Apakah rupanya sekedar gerimis atau deras?
Ah, aku tidak begitu peduli.
Hanya saja, kuselipkan harap,
agar turunnya menjadi berkah.
Namun, di suatu malam, aku terpaksa menghindar.
Bukan karena sudah tidak suka, bosan, atau geram.
Tapi waktu itu sugestiku sedang buruk.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!