Saya tidak begitu mengenal Coki pardede. Melihat akun instagramnya saja baru dua kali. Pertama karena penasaran saat timbul di halaman pencarian. Kedua, saat tertangkap. Sempat beberapa kali melihat videonya yang tersebar di media sosial. Sayangnya, tidak kuat sampai habis. Mungkin saya tidak begitu bisa mengikuti lawakannya. Pasalnya, kok justru dia yang seringkali tertawa daripada saya. Padahal saya mencari tawa dalam videonya. Ah, mungkin selera humor saya hanya pada Komeng, Cak lontong, dan Kiky saputri.
Dalam beberapa youtube channel yang menampilkan Coki, hanya satu yang saya bisa tonton sampai habis yaitu di akun Opini id dalam tajuk memahami isi kepala orang agnostik. Cara pandangnya menguliti agnostik cukup memukau. Tanpa mengenyampingkan adanya Tuhan, saya sepakat tentang bagaimana Ia memaknai kehidupan.
Di sisi lain, konten yang menurutnya dark comedy terutama yang menyinggung soal agama, rasanya kurang cocok ditampilkan untuk masyarakat luas. Mungkin ada yang menganggapnya lucu. Tapi, ada pula yang merasa penyampaiannya di luar tata krama. Meski berada di luar jalur kepercayaan yang diakui, sebaiknya Coki bisa menjadi panutan penganut alirannya tanpa harus menyinggung kepercayaan lainnya.
Melihat apa yang terjadi saat ini, semoga bisa dijadikan pelajaran hingga berbuah sadar dan benar-benar memaknai apa yang Ia katakan dalam video opini.id "Di situlah keindahannya hidup. Di saat kita tau kita hidup cuman dalam waktu terbatas, berarti kita tau setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari itu meaningful. Dan kita harus melakukan yang terbaik".Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H