Uniknya, setiap saya mampir, ada saja yang bertanya perihal selulernya. Satu persatu menyampaikan masalahnya. Mulai dari aplikasi yang perlu di-download, suara yang tiba-tiba hilang karena salah pencet, bagaimana melihat jadwal transportasi publik, dan hal lainnya. Â Mungkin bagi generasi saya, hal ini tidaklah sulit tapi bagi mereka, cukup sulit. Istilah-istilah yang salah sebut, membuat kami terbahak-bahak. Misalnya, "Ibu ga ngerti nit! Mungkin hafainya ga nyala."Â
Saya pun tertawa, "Waifai (wifi) Bu bilangnya".Â
Terus ada lagi, "Bu, ini harus di-install dulu aplikasinya, baru ibu bisa lihat."
Ibu pun coba merespon, "Iya, tolong deh itu komplikasinya nit!" Kami pun tertawa terus seraya membenarkan istilah yang kurang familiar baginya.
Sungguh kebahagiaan yang sederhana. Bersyukur bisa bertemu dengan para Ibu-ibu tangguh ini. Darinya, saya belajar banyak hal. Mulai dari perjuangan masa muda dan bahkan untuk keluarganya yang berada di tanah air.Â
Meski telah tua, semangat mereka tidak pernah sirna. Walau telah renta, mereka tak henti memberi. Bahkan, menjadi kepala keluarga untuk anak cucu mereka. Walau terdengar agak miris, tapi mereka melakukan dengan penuh suka cita.
Umumnya kita berpikir, sudah tua tapi kok masih kerja? Ke mana keluarganya? Anak-anaknya? Apa iya mereka sibuk masing-masing? Ternyata, hal itu tidak berlaku untuk mereka. Justru mereka senang punya aktivitas dan apalagi, dihargai.Â
Beruntung, mereka bekerja untuk orang-orang yang peduli dan baik hati. Walau hidupnya telah memadai, tak menghentikan langkahnya untuk berbagi. Semoga terus berkah usianya dan bermanfaat, serta menjadi rahmat untuk banyak orang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI