Mohon tunggu...
anita rosalina
anita rosalina Mohon Tunggu... -

mahasiswi Komunikasi FISIP UI 2007

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Watching The Watchdog

19 Desember 2010   06:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:36 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengguna blog mungkin kita tidak tahu sejarah mengenai teknologi yang seringkali memfasilitasi keinginan kita bereskapisme. Mengaku sajalah?  Pasti kita hanya menggunakannya tanpa tahu apa hakikatnya teknologi ini dibuat (caelahhh). Saya pun baru tahu setelah dituntut untuk menyajikan presentasi bersama kelompok dengan tema “THE OPOSITTIONAL FRAMING OF BLOGGER”.

Blog hadir pada Desember 1997 dari tangan seorang tokoh bernama Jorn Barger. Kemudian dengan gurauan, Peter Merholz menuliskan dalam blog pribadinya “we blog”. Sejak saat itulah weblog yang lebih panjang dikenal dengan blog. Perkembangan blog baru mulai terlihat di tahun 1999. Saat itu blog masih difungsikan sebagai fungsi paling primitif, jurnal harian (baca: curcol). Di tahun ini pula blogger.com dirilis oleh Evan Williams and Meg Hourihan yang kemudian bergabung dengan google di tahun 2003. Pada tahun 2002 fungsi blog menjadi sesuatu yang lebih menarik dari sekedar curhat colongan, blog mulai digunakan untuk aktifitas politik. Pada perang Irak saat itu blogger mulai menyoal politik kanan-kiri sebagai spektrum politik. Pada tahun 2002 pula blogger berhasil men-shapingpandangan Lott, seorang senator Amerika Serikat yang sepakat tentang segregasi rasial, padahal saat itu media mainstream lainnya tidak menyoroti pandangan Lott. Peran blog makin bertambah, di tahun 2004, blog dipilih sebagai alternatif media baru bagi para politisi yang sedang bersaing dalam praktik politik untuk menyampaikan ide dan gagasannya edisi lengkap. Lebih dari itu politisi juga bisa lebih berinteraksi dengan konstituen secara langsung dengan layanan kolom komentar yang disedikan oleh blog. (available on wikipedia) Media Mainstream Charles Right boleh berkata media adalah pilar keempat dari demokrasi, setelah kekuasaan ekseskutif, legislatif, dan yudikatif. Media menurut Charles Wright juga sebagai survaillance. Dalam hal ini Wright melihat media tidak ubahnya sebagai watchdog yang siap menggongong ketika disekelilingnya terjadi keonaran. Sebagai contoh, dalam film Across The Universe, scene awal sekali ditunjukkan potongan koran sebagai watermark dari gelombang di laut. Ini merupkanbricolage yang menunjukkan power media itu besar. Media mampu mempengaruhi jalannya pemerintahan. Saat itu, media menggiring opini masyarakat AS untuk penghentian perang AS dan Vietnam yang sedang berkecamuk. Namun, pertanyaannya apakah media bisa sepenuhnya loyal untuk kebenaran seperti padaAcross The Universe? Mengemukkan apa yang salah dan apa yang benar tanpa memepertimbangkan konsekuensi logis dari hal tersebut. Di tahun Soeharto, kita bisa melihat bagaimana pemerintah tidak segan untuk menarik SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan) bagi media yang dalam tanda kutip melakukan pebangkangan atas pemerintah. Saat itu, media menjadi ompong bukan? Media ada di bawah bayang-bayang pemerintah. Saat ini, era reformasi, apakah lantas kita bisa berkata media mampu independent? Apa bisa cukup firm dengan pernyataan tersebut? Kalau saya, tidak bisa. Faktanya media bukan organisasi yang hanya berorientasi pada menyampaikan kebenaran. Media juga merupakan industri padat modal, yang harus menghidupi pekerjanya, yang harus mencari keuntungan, yang harus mencari pengiklan demi itu semua. So, isi media mau tidak mau akan dipengaruhi setidaknya oleh pemerintah (dan sistem pemerintahan), penyandang dana (pemilik modal), dan pengiklan. Misalnya saja, PT Industri Tambang A melakukan sebuah kesalahan sehingga warga di sekitar area pertambangan menghidap penyakit minamata, sementara Media A mendapat order iklan yang besar dari PT Industri Tambang A. Yakinkah kita bahwa Media A akan tetap integritas dalam menyampaikan pemberitaan? Saya yakin kalau pun media A memberitakan ia akan bertutur dengan sangat santun, meminimalkan koreksi untuk PT Industri Tambang A, menaruhnya di halaman belakang (sudut kiri bawah) dengan kolom yang tidak besar. Berita tersebut akan dibingkai sedemikian rupa sehingga tidak menjadi “bulan-bulanan”. Blog as Media Criticsm share video Blogs in Plain English, posted with vodpod Blog menawarkan hal baru sebagai media criticism, dalam penelitian Cooper, Cooper melihat blog sebagai media criticsm memfokuskan diri dalam 4 dimensi: 1. akurasi sebuah pemberitaan 2. framing bagaimana media membingkai suatu berita melalui pemilihan kata, pemunculan detail, penggambaran hubungan sebab dan akibat, sehingga akan muncul hal yang lebih difokuskan 3. agenda setting/gate keeping bagaimana media mengagendakan sebuah berita sehingga agenda setting media tersebut mempengaruhi agenda publik 4. praktek jurnalistik (integirtas pemberitaan) Framing ini tak ubahnya seperti hegemoni dalam hal, bisa dikontestasikan. Maksudnya adalah kita bisa mendebat sesuatu yang disajikan media mainstream pada suatu berita melalui blog. Blogger bisa berkontestasi dengan media mainstream untuk memenangkan framing atas suatu berita dengan cara, 1. Menolak framing atas suatu berita pada media mainstream 2. Me-reframing suatu berita 3. Menawarkan fakta tambahan yang relevan.

So, it’s up to you. What would you do with the new power?

http://anitabelumberkeluarga.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun