Pernahkah kamu bertanya apa yang dimaksud dengan dewasa? Apa dewasa berbanding lurus dengan umur? Tom Stoppard pernah berkata, Age is high price to pay for maturity. Tapi menurut teman saya yang langsung me-reply tweet saya ini, “debatable sih”. Dia memang benar. Saya tidak terlalu percaya dengan perkataan Tom. Sorry Tom, I bet on your statement! Faktanya saya pernah bergelut dengan seorang yang lebih berumur dari saya tapi tidak bijak sama sekali. Padahal dalam kepala saya, orang dikatakan dewasa salah satunya adalah mau dikoreksi, tetapi eyang yang saya temui di kereta Yogya menuju Jakarta sama sekali tidak memiiki sikap itu. Saat itu ia marah-marah dengan pengguna kereta ekonomi lainnya yang seenaknya mnggunakan kursi padahal bukan haknya. Maka dia dengan bergaya hero, memastikan kursi itu diduduki oleh yang berhak. Well, saya sepakat. Tapi kemudian dia berceloteh tentang perjuangannya di kereta ekonomi juga. Bangga sebagai veteran perang, dengan cerita masa lalunya bisa membuat orang tunduk dan memberikan kursinya kepada dia, padahal dia tidak punya tiket, artinya dia tidak berhak. Di sinilah saya percaya, bahwa maturitas tidak berbanding lurus dengan usia. Atau mungkin eyang ini sudah mengalami penurunan kedewasaan, regresi, seperti kurva yang sudah puncak kemudian turun kembali.
Teman saya yang dokter itu menceritakan apa yang ia dapat di kelasnya pada saya. Menurut dr. Muadz, Sp. KJ. Seseorang bisa disebut dewasa jika memenuhi 4 kriteria:
- 1.
Independent
Seorang yang dewasa tidak menggantungkan dirinya pada orang lain. Ia bergerak karena tahu tujuannya bergerak bukan karena arahan orang lain atau selalu menunggu arahan orang lain untuk bergerak.
2. Understand and understable
Seorang yang dewasa dapat dimengerti oleh orang lain. Dalam hemat saya, keputusannya dan sikapnya memiliki alasan sehingga orang lain bisa memahaminya. Bukan “pokoknya maunya begini.” Ia juga harus bisa dan mau mengerti kondisi orang lain. Bukan berarti memberikan pemakluman atas sikap orang lain, tetapi tidak ‘memburu’ orang lain hanya untuk memaksakan pandangannya.
3. Correct and correctable
Mau mengoreksi dan dikoreksi orang lain. Tidak banyak orang yang mau mengoreksi orang lain karena tindakan ini bukanlah tindakan yang tanpa konsekuensi. Orang yang dewasa mau mengoreksi kesalahan orang lain, dengan tujuan konstruktif bukan destruktif. Selain itu dia juga mau dikoreksi oleh orang lain, bukan defensif , anti kritik.
4. Berpegang pada reality principles
Dan yang paling penting adalah memiliki daya nalar nilai realitas. Percaya dan memegang nilai realitas yang benar, bukan sesuatu yang diada-adakan.
Selamat menjadi dewasa^^. Saya menulis ini bukan berarti saya telah dewasa secara utuh. Manusia dalam hidup sebenarnya hanya proses menjadi manusia, menjadi dewasa. Berarti dalam perjalanannya dewasa bukanlah sesuatu yang didapatkan tanpa perjuangan. Dewasa juga tidaksustain begitu saja dalam diri manusia.
Menurut teman saya yang lain, manusia tidak hanya satu dimensi tetapi multidimensi, biologis, psikis, intelegensi, sosial, dan sebagainya. Mereka tidak tumbuh secara bersamaan. Walau secara biologis sel tubuhnya menununjukkan 21 tahun, tetapi tidak berarti psikisnya 21 tahun sama tua dengan sel tubuhnya, atau intelegensianya tidak pasti menunjukkan seorang yang berumur 21 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H