Mohon tunggu...
Anita Rakhmi Shintasari
Anita Rakhmi Shintasari Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menebar manfaat

Sebagai seorang guru, membaca dan menulis menjadi aktivitas yang wajib dan menyenangkan tentunya. Bergabung di blog menjadi wahana untuk berlatih dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Rasa yang Biasa

5 Februari 2022   10:35 Diperbarui: 5 Februari 2022   10:46 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ratri masih setia menatap gambar layar gawainya. Untuk beberapa saat hatinya bergejolak. Berbagai tanya mengganggunya. Disatu sisi ia merasa sangat bersalah pada suaminya. Bayangan wajah yang penuh kekecewaan dan kemarahan melintas diangannya. Apalagi setelah perjalanan sulit yang mereka lalui kemarin.

Di lain sisi, Ratri jujur cukup menikmati sensasi rasa yang berbeda ini. Ia tak menyangka akan mengalami hal ini di usia yang sudah hampir kepala lima. Apa ini? rutuk Ratri dalam hati. Sekuat apa pun dia menentang rasa itu, maka yang ada hanya kegelisahan yang semakin mengganggu hari-harinya.

Ia benar-benar termakan godaan dari Indi. Dia sebenarnya tidak nampak istimewa. Bahkan pertemuan maya mereka boleh dikata belum lama. Hanya sedikit kenangan dimasa lalu yang tersisa, tetapi obrolan mereka seakan menemukan muara. Percakapan yang nyambung dan kekaguman Indi pada Ratri, benar-benar melambungkannya.

Senja mula menyapa dengan langit yang mulai nampak jingga. Ratri menghembuskan nafasnya kuat-kuat, seakan berharap beban hatinya dapat terbang sejauh-jauhnya. Secangkir teh yang menemaninya sudah tak bersisa. Ratri sudah mantap dengan keputusannya. Ia tak ingin menurutkan hatinya yang sedang terlena. Ia berjuang untuk memenangkan rasionya, kembali pada kehidupannya yang nyata. 

Diambilnya gawai, diketikkan beberapa kslimat sekedar basa basi dan pesan perpisahan, lalu ditekannya tombol kirim. Ratri berharap Indi aksn segera membaca dan mau menerima keputusannya, meski itu artinya mereka mungkin terpaksa tak saling menyapa. Ratri tersenyum , akan kembali sepi hari-harinya. Canda ringan atau sapa manja tak akan mewarnai waktu-waktu senggangnya saat bekerja. Tapi ia lebih takut jika rasa yang tak biasa itu menghancurkan istana hatinya dan meruntuhkan kesetiaannya. Ratri berdiri, berkemas, bersiap kembali ke rumah. Ia yakin ini keputusan yang tepat dan hebat baginya sebab kebahagiaannya yang sejati ada bersama anak-ansk dan suami yang dipilihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun